Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya menekan biaya produksi budidaya ikan di masyarakat. Salah satunya melalui inovasi magot dan pakan buatan. Hal itu dilakukan menyikapi tingginya harga pakan pabrikan masih menjadi salah satu persoalan dalam budidaya perikanan saat ini.
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP Sjarief Widjaja menyebut, pakan memiliki kontribusi biaya operasional paling besar pada produksi budidaya ikan yakni sekitar 60 hingga 70 persen.
"KKP terus berupaya mencari pakan alternatif sehingga masyarakat bisa membuat pakan mandiri dari bahan baku yang tersedia di sekitarnya. Dari situ nanti biaya produksi budidaya bisa ditekan,” ujarnya Sjarief dalam keterangannya, Kamiz (24/9/2020).
Advertisement
Sebagai informasi, magot adalah larva dari lalat buah atau sayur yang disebut sebagai black soldier fly (BSF). Magot dapat diternakan dengan mudah menggunakan sisa-sisa limbah organik (rumah tangga) seperti buah, sayur, dan sisa-sisa makanan sebagai medianya.
"Kita bisa kumpulkan sisa-sisa limbah organik, kemudian potong dan uraikan. Lalu, siapkan telur-telur magot di situ dan dia akan tumbuh berkembang. Setiap 2 minggu kita akan panen. Sebagiannya dapat kita besarkan menjadi lalat sehingga akan berbiak terus," jelas Sjarief.
Ia menambahkan, kandungan protein yang terdapat dalam magot pun cukup tinggi yakni sekitar 40-45 persen. Hal ini menjadikannya ampuh untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki kualitas warna ikan. Selain itu, magot juga dapat mempercepat pertumbuhan ikan dan kematangan gonad.
Sjarief mengatakan, budidaya magot yang memanfaatkan limbah organik juga berdampak baik bagi lingkungan. Cara ini dapat menjadi salah satu pilihan untuk mengatasi permasalahan sampah. Tak hanya itu, hasilnya dapat menjadi pendapatan sampingan bagi pembudidaya ikan.
"Telur magot, pupa, pupuk organik cair, dan kompos yang dihasilkan dari budidaya magot dapat digunakan sendiri ataupun dijual sebagai pendapatan tambahan bagi kita. Jadi, sebetulnya budidaya magot ini bisa memberikan banyak manfaat," pungkasnya.
Untuk itu, ia mendorong BP3 Tegal agar bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Lingkungan Hidup, serta Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk menyalurkan kumpulan sampah dari pasar ke para pembudidaya magot. Dengan begitu, bahan baku magot pun dapat terus berkelanjutan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Integrasi
Produksi magot sebagai pakan alternatif ini sejalan dengan amanat Presiden Joko Widodo kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo untuk mengembangkan perikanan budidaya. Sjarief mengatakan, produksi magot menjadi salah satu langkah untuk menciptakan kawasan budidaya terintegrasi di berbagai daerah ke depan.
"Jadi nanti ada kluster hatchery, produksi magot, pembesaran, dan pengolahan ikan di setiap wilayah. Sehingga keseluruhan kluster ini akan menjadi kawasan yang mandiri," pungkasnya.
Sebagai informasi, melalui Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BP3) Tegal dan bekerjasama dengan Komisi IV DPR RI, KKP menyelenggarakan pelatihan budidaya magot bagi masyarakat Kab. Indramayu, Jawa Barat, pada 21-22 September 2020. Pelatihan diikuti oleh 100 peserta yang mayoritas merupakan pembudidaya ikan lele dan nila setempat.
Di saat yang bersamaan, BP3 Ambon turut menyelenggarakan pelatihan membuat pakan ikan buatan bagi masyarakat dari 34 provinsi di seluruh Indonesia. Sebanyak 298 peserta mengikuti pelatihan ini secara daring.
Lalu guna meningkatkan kapasitas para penyuluh perikanan, KKP melalui BP3 Medan juga menggelar pelatihan teknis penangkapan ikan bagi 111 penyuluh perikanan bantu (PPB) pada 21-26 September 2020. Melalui kegiatan ini, para peserta akan diberikan wawasan dan keterampilan tentang perkembangan ilmu dan teknologi dalam budidaya.
Ke depan, KKP akan terus menggelar berbagai pelatihan, baik bagi masyarakat maupun penyuluh, guna membangkitkan ekonomi nasional melalui sektor kelautan dan perikanan.
Advertisement