Liputan6.com, Jakarta - Kegiatan manufaktur berkontribusi sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah membuat berbagai aturan untuk mendukung perkembangan sektor manufaktur.Â
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bercerita, 30 persen penerimaan pajak berasal dari sektor manufaktur. Lalu, 80 persen ekspor Indonesia juga berasal dari perusahaan manufaktur, demikian juga kontribusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hampir seluruhnya dari sektor ini.
Baca Juga
"Seluruhnya menunjukkan arah yang baik, sehingga kegiatan manufaktur ini akan terus didorong, apalagi terkait dengan distribusi, retailer, seluruhnya sudah menggunakan teknologi berbasis digital, demikian pula dengan sektor keuangannya," ujar Airlangga dalam peresmian atap solar panel Pabrik Coca Cola Amatil Cibitung, Rabu (30/9/2020).
Advertisement
Airlangga bilang, pandemi Covid-19 ini mengubah kegiatan-kegiatan analog menjadi digital. Para pekerja mulai melalui work from home (WFH), ada yang masih work from office (WFO), namun para pekerja sektor manufaktur tetap masih harus bekerja di pabrik.
"Work in factory ini harus berjalan. Work in the factory ini menunjang perekonomian nasional, dan dalam kondisi ekonomi sekarang, kegiatan manufaktur telah membuktikan diri sebagai pengungkit ekonomi," lanjutnya.
Untuk mendukung sektor manufaktur, pemerintah tengah gencar menyelesaikan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Regulasi ini dinilai bakal mempermudah investasi masuk ke Indonesia serta membangkitkan industri dalam negeri yang berorientasi ekspor.
Airlangga bilang, hampir seluruh pasal-pasal yang ada telah disetujui dan dalam waktu dekat, RUU ini bisa segera diselesaikan.
"Saya dapat sampaikan, hampir seluruh pasal-pasal telah disetujui bersama oleh pemerintah dan 9 fraksi di DPR, dan dalam waktu tidak lama, ditargetkan dalam masa sidang ini bisa diselesaikan," ujarnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Sektor Manufaktur Indonesia Kembali Bergairah
Sebelumnya, sektor industri manufaktur di Tanah Air mulai kembali menggeliat di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19. Hal ini tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia di bulan Agustus yang berada pada level 50,8. Level ini menandakan sedang ekspansif karena melampaui ambang netral (50,0).
"Kinerja manufaktur kita boleh cukup berbahagia. Karena PMI kita tumbuh lebih dari level 50. Ini menunjukkan mulai kembali pulih industri manufaktur kita," kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih dalam webinar yang digagas oleh Bappenas, pada Selasa 8 September 2020.
ÂUntuk itu, Gati meminta torehan positif atas kenaikan PMI manufaktur dalam negeri harus di manfaatkan dengan baik oleh pelaku industri. Diantaranya dengan menggenjot produksi industri manufaktur untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun internasional.
"Karena kenaikan (PMI) lebih dari level 50 sebagai indikator untuk peningkatan produksi dan penyerapan tenaga kerja, khususnya untuk IKM lebih banyak lagi," jelasnya.
Kemudian untuk pemerintah pusat ataupun daerah, Gati menekankan pada bantuan penyediaan bahan baku bagi pelaku industri nasional, khususnya IKM. Yakni dengan mempercepat implementasi program subtitusi impor hingga 35 persen.
"Karena akibat pandemi ini sejumlah negara dunia masih menerapkan lockdown. Sehingga industri manufaktur kita masih kesulitan untuk mendapatkan bahan baku," terangnya.
Kendati demikian, Gati menegaskan, seluruh aktivitas sektor industri harus tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Terlebih kementeriannya telah mewajibkan kepada perusahaan industri untuk aktif melaporkan penerapan protokol kesehatan secara online melalui portal Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).
"Dan terpenting temen-temen pelaku industri, terutama IKM harus mampu beradaptasi. Antara lain menjalankan protokol kesehatan. Karena resources tidak sebesar industri besar," imbuh dia.
Advertisement