Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah perlu mendorong masuknya investasi lebih banyak di tengah pandemi ini.
Dari negara-negara yang biasa berinvestasi di Indonesia seperti China dan negara-negara barat, investasi dari negara-negara Islam dari Arab dan Afrika di Indonesia jumlahnya cukup signifikan. Untuk menarik lebih banyak investasi, maka pemerintah perlu segera mengesahkan Omnibus Law.
Baca Juga
"Kita juga harus mempertahankan reformasi kebijakan yang sudah dikerjakan sebelumnya. Kita dorong pengesahan Omnibus Law dan mendukung kalangan bisnis dan masyarakat yang terkena dampak Covid-19," ujar Luhut dalam paparannya di Webinar Nasional Investasi Negara-Negara Islam di Indonesia, dikutip dari keterangannya, Jumat (2/10/2020).
Advertisement
Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar RI untuk Abu Dhabi Husin Bagid, menyatakan ada 57 negara yang mayoritasnya islam tapi hanya beberapa negara islam yang kaya.
Husinpun mencontohkan Arab Saudi yang bisa memproduksi minyak hingga 12 juta barel dan Abu Dhabi hingga 14 juta barel. "Banyak cadangan energi tapi jumlah penduduk sedikit, uangnya jadi banyak. Nah, uangnya ini kemana? Ya, investasi," kata Husin.
Kendati, negara-negara kaya itu hanya tertarik berinvestasi di negara-negara yang birokrasinya mudah.
"Sovereign Wealth Fundnya Abu Dhabi itu besar sekali, tapi yang menyebabkan mereka kurang tertarik untuk menanamkan modalnya ke Indonesia karena kita gak punya project yang bisa nawarin kesepakatan yang clean and clear,” urainya. Akhirnya, beberapa proyek mangkrak karena tertahan proses administrasi.
Kesulitan yang kerap ditemui oleh investor inilah yang kemudian, menurut Menko Luhut, mendorong pemerintah menyusun Omnibus Law Cipta Kerja.
"Ini menjadi kunci untuk memudahkan investasi masuk terutama dalam hal penyederhaan perizinan hingga kawasan ekonomi khusus," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dominasi UEA
Adapun, Penanam Modal Asing (PMA) dari negara Islam tahun 2019 di Indonesia didominasi oleh Uni Emirat Arab (UEA) sebesar 69,7 persen.
Dengan UEA, pemerintah tercatat telah mendatangani nota kesepahaman sebesar USD 22,8 miliar pada tanggal 12 Januari lalu. Detil kerja sama tersebut antara lain, lanjutnya adalah untuk pengembangan energi berkelanjutan, membagi visi mengenai pertumbuhan hijau sebagai cara untuk mentransformasi ketahanan energi menjadi energi berkelanjutan serta mendukung nilai asli Islam dalam mendorong toleransi serta beberapa lainnya.
Kemudian yang terbaru, Indonesia bekerjasama dengan perusahaan farmasi UEA, G42, untuk memproduksi vaksin Covid 19.
"Mereka UEA berkomitmen untuk menyediakan 10 juta dosis untuk Indonesia dan melakukan kerja sama yang lebih luas untuk produksi farmasi di pasar Timur Tengah, Afrika dan beberapa negara lainnya," jelasnya.
Advertisement