Ungkit Daya Saing, Bank Syariah Harus Merger

Beberapa bank syariah perlu merger untuk meningkatkan skala ekonomi dan kemampuan bersaingnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Okt 2020, 12:50 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2020, 12:50 WIB
(Foto: Merdeka.com/Yayu Agustini Rahayu)
Kepala Eksekutif LPS, Fauzi Ichsan (Foto:Merdeka.com/Yayu Agustini Rahayu)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom senior yang pernah menjabat sebagai Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan mengatakan, industri perbankan syariah memiliki prospek besar untuk tumbuh di Indonesia. Alasannya, Indonesia punya penduduk muslim terbesar di dunia sehingga ada potensi pasar keuangan yang besar.

"Kurang dari 40 persen penduduk Indonesia memiliki akses layanan perbankan. Ini membuat potensi sektor keuangan, konvensional dan syariah, besar untuk tumbuh," kata Fauzi dalam siaran persnya Jakarta, Senin (12/10/2020).

Hanya saja, tingkat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia masih rendah. Terutama terkait keuangan syariah.

Wacana merger bank syariah milik BUMN pun kata Fauzi bisa berdampak pada turunnya biaya penggalangan dana perbankan syariah. Penurunan biaya pendanaan ini memungkinkan bank syariah hasil konsolidasi nanti memiliki ruang gerak lebih luas untuk menyalurkan pembiayaan terjangkau.

Selain itu, merger juga dianggap menjadi solusi untuk mengatasi tingginya biaya operasional dan capital expenditure yang kerap dialami perbankan syariah.

"Dengan konsolidasi, biaya penggalangan DPK, biaya operasional dan biaya capex (yang tadinya beberapa bank investasi di hardware dan software yang sama) bisa ditekan. Ini membuat bank merger bisa lebih kompetitif," papar Fauzi.

Prospek cerah juga dimiliki perbankan syariah karena industri ini terbukti mampu bertahan di tengah pengaruh buruk pandemi Covid-19. Bahkan, kinerja industri perbankan syariah tercatat lebih baik dibanding kondisi perbankan konvensional.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kinerja Bank Syariah

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan Pembiayaan Yang Disalurkan (PYD) perbankan syariah per Juni 2020 mencapai 10,13 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini lebih tinggi dibanding pertumbuhan penyaluran kredit perbankan konvensional yakni 1,49 persen yoy pada periode tersebut.

Selain itu, perbankan syariah mencatat kenaikan nilai Dana Pihak Ketiga (DPK) yang lebih tinggi dibanding bank-bank konvensional. Pada periode yang sama, pertumbuhan DPK perbankan syariah di Indonesia mencapai 9 persen yoy, sementara industri perbankan konvensional 7,95 persen yoy.

Dari sisi permodalan, bantalan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan syariah juga terjaga di angka 21,20 persen per Juni 2020. Rasio ini jauh di atas ambang batas kecukupan modal yang diatur otoritas sekitar 12 persen-14 persen.

"Keterpurukan sektor finansial global tapi perbankan syariah masih resilient. Bahkan karena perbankan syariah relatif muda usianya di Indonesia, beberapa bank sudah mengembangkan layanan digital lebih baik dan robust daripada bank konvensional," tutur Fauzi.

 

Harus Segera

Demi memperkuat pertumbuhan dan penetrasi layanan perbankan syariah, Fauzi menyarankan agar akuisisi atau merger bank-bank ini segera dilakukan. Aksi ini dibutuhkan untuk mengangkat daya saing perbankan syariah terhadap bank konvensional.

"Beberapa bank perlu merger untuk meningkatkan skala ekonomi dan kemampuan bersaingnya. Harus ada kepastian agar bank syariah memiliki induk perusahaan atau investor pengendali yang keuangannya kuat," kata dia.

Sebagai catatan, saat ini pemerintah melalui Kementerian BUMN berencana untuk melakukan merger atas bank-bank syariah kepunyaan anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Ada 3 bank syariah milik negara yang kini berstatus Bank Umum Syariah (BUS) yakni PT Bank BRI Syariah Tbk., PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya