Terkuak, Ini Penyebab Pemerintah Ngotot Sahkan UU Cipta Kerja

Presiden Jokowi segera melakukan evaluasi untuk memangkas banyak aturan yang dianggap tidak ramah bagi pengembangan sektor investasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Okt 2020, 18:15 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2020, 18:15 WIB
FOTO: Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju Hadiri Paripurna Pengesahan UU Ciptaker
Sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju foto bersama Pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). Rapat tersebut membahas berbagai agenda, salah satunya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil buka suara penyebab 33 perusahaan relokasi asal China yang enggan berinvestasi ke Indonesia. Dimana 33 perusahaan itu lebih memilih investasi ke Vietnam, Malaysia, Kamboja, dan Thailand.

Menurutnya, tidak ada satu pun perusahaan relokasi asal China itu memilih Indonesia sebagai tempat berinvestasi karena masalah perzinan yang tumpang tindih. Pihaknya mencatat, setidaknya ada 79 regulasi yang dianggap tidak ramah bagi sektor investasi.

"Dari 33 perusahaan relokasi asal China ga ada yang masuk Indonesia. Salah satunya karena regulasi kita paling rumit. Ada 79 undang-undang yang saling bertentangan dan menganggu investasi," papar dia dalam Konferensi Pers dengan tema Klaster Pertanahan dan Tata Ruang dalam UU Cipta Kerja, Jumat, (16/10).

Untuk itu, sambung Sofyan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera melakukan evaluasi untuk memangkas banyak aturan yang dianggap tidak ramah bagi pengembangan sektor investasi dalam negeri. Yakni dengan menghadirkan Undang-Undang Cipta Kerja.

"Sehingga Presiden ada kewenangan membuat UU baru untuk membereskan peraturan yang selama ini bertentangan. Maka lahirlah omnibus law," jelasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku kecewa karena perusahaan asing lebih memilih berinvestasi di negara lain ketimbang Indonesia. Dia mendapat laporan dari Bank Dunia bahwa 33 perusahaan yang keluar dari China, justru berinvestasi ke negara-negara tetangga.

"23 (perusahaan) memilih (investasi) di Vietnam, 10 lainnya perginya ke Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Enggak ada yang ke kita," jelas Jokowi saat memimpin rapat terbatas antisipasi perkembangan perekonomian di Kantor Presiden Jakarta, Rabu (4/9).

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu meyakini ada persoalan serius sehingga para investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Jokowi menyebut perusahaan asing tersebut memilih Vietnam lantaran waktu yang dibutuhkan untuk merampungkan perizinan hanya dua bulan.

"Kita bisa bertahun-tahun, penyebabnya hanya itu, tidak ada yang lain. Oleh sebab itu, saya suruh kumpulkan regulasi-regulasi ya itu (untuk sederhanakan)," kata Jokowi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Menteri ATR Sebut UU Cipta Kerja Perbaiki 79 Regulasi yang Hambat Investasi

Sofyan Djalil
Menteri Agraria dan Tata Ruang-Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil menyambut baik pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR RI pada 5 Oktober lalu. Menurutnya, UU anyar ini akan menyinkronkan 79 peraturan perundang-undangan yang selama ini menghambat iklim investasi.

"Dalam UU Cipta Kerja ini akan memperbaiki 79 UU yang tumpang tindih. Maka iklim investasi akan lebih mudah," ujar dia dalam Konferensi Pers dengan tema Klaster Pertanahan dan Tata Ruang dalam UU Cipta Kerja, Jumat, (16/10).

Sofyan mengatakan, selama ini mengurus perizinan berusaha di dalam negeri sangatlah tidak mudah. Diantaranya karena regulasi yang tumpang tindih, sehingga membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia.

"Karena negeri kita dirantai berbagai aturan. Penuh dengan aturan regulasi tumpang tindih, ada Permen PP, Perda dan lainnya," tegasnya.

Padahal, sambung dia, Indonesia terus dihadapkan pada persoalan ketenagakerjaan. Dimana lapangan kerja yang tersedia saat ini tidak mampu menyerap tingginya angka pencari kerja baru, termasuk kelompok pengangguran yang terus bertambah di tengah pandemi Covid-19.

"Pada saat ini lebih dari 7 juta orang nganggur. Kemudian ada 2,7 juta tenaga baru dan 3,5 juta pengangguran terdampak Covid-19. Tidak kah tersentuh nurani kita," paparnya.

Oleh karena itu, dia meminta polemik atas pengesahan UU Cipta Kerja dapat segera diselesaikan. Sehingga percepatan penyusunan berbagai aturan dapat segera diselesaikan oleh pemerintah.

"Nanti kalau tidak puas atau ada aturan silahkan bisa disampaikan ke Mahkamah Konstitusi. Kalau tidak puas dengan aturan turunan atau PP silahkan sampaikan ke pemerintah dengan baik," tutupnya

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Kepala BKPM Klaim UU Cipta Kerja Jadi Solusi 15 Juta Pencari kerja

Panel V Rakornas Indonesia Maju
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan paparan saat diskusi panel V Rakornas Indonesia Maju antara Pemerintah Pusat dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Bogor, Rabu (13/11/2019). Panel V itu membahas penyederhanaan regulasi dan reformasi birokrasi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dipercaya bisa meningkatkan serapan tenaga kerja, termasuk kelompok pengangguran yang terus bertambah di tengah pandemi Covid-19. UU ini juga dipercaya bisa meningkatkan produktivitas pekerja Indonesia. 

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, saat ini ada sekitar 7 juta orang, mulai dari Aceh sampai Papua yang sedang mencari lapangan pekerjaan. Sedangkan angkatan kerja per tahun sekitar 2,9 juta orang.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat ada 3,5 juta tenaga kerja terkena PHK. Di sisi lain Kadin Indonesia mencatat sekitar 5 juta orang yang terkena PHK. Maka total lapangan pekerjaan yang perlu disiapkan oleh pemerintah mencapai 15 juta jiwa.

"Untuk memberikan solusi bagi 15 juta pencari pekerjaan ini, maka negara harus menciptakan lapangan pekerjaan. Namun tidak mungkin seluruhnya akan terserap lewat penerimaan PNS (Pegawai Negeri Sipil), BUMN (Badan Usaha Milik Negara), TNI maupun Polri. Oleh karena itu untuk menciptakan lapangan pekerjaan tersebut harus melalui sektor swasta. Instrumen sektor swasta inilah yang dimaksud dengan investasi, karena investasi ini yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan," ujar Bahlil, Jumat (16/10/2020).

Lanjutnya, Bahlil juga meyakinkan kepada para pelajar Indonesia bahwa UU kontroversial itu ini sangat mendukung dan melindungi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sehingga lulusan perguruan tinggi tidak hanya memilih menjadi karyawan atau pekerja, namun bisa menjadi pengusaha untuk membantu pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan.

"Undang-undang ini menjamin adek-adek setelah lulus kuliah menjadi pengusaha, dengan kemudahan yang ada pada undang-undang ini. UMK (Usaha Mikro dan Kecil) hanya perlu NIB (Nomor Induk Berusaha). Semuanya elektronik lewat OSS (Online Single Submission), 3 jam beres," tegasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya