Cukai Rokok Dikabarkan Naik, Petani Tembakau Makin Menderita

Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menolak keras rencana kenaikan cukai rokok

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 21 Okt 2020, 20:58 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2020, 20:54 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Petani Tembakau (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

 

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menolak keras rencana kenaikan cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) 2021. Asosiasi menilai kenaikan CHT merupakan bentuk penyiksaan pemerintah terhadap rakyat, terlebih petani tembakau.

“Kami sangat tidak setuju, kalau naik 19 persen itu sudah dua kali memberatkan karena tahun ini sudah naik 23 persen, salah satu faktor penghancur dan melemahnya penyerapan industri adalah dampak kenaikan cukai,” ujar Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji kepada wartawan, Rabu (21/10/2020).

Dia mengatakan tahun ini saja perekonomian petani tembakau sudah hancur akibat harga jual tembakau yang rendah. Jika benar akan ada kenaikan harga cukai, dia memastikan kehidupan ekonomi rakyat pertembakauan Tanah Air akan makin parah.

“Hasil kami merugi, jangankan untuk melanjutkan pertanian lagi, untuk hidup saja susah. Seharusnya ini jadi kajian pemerintah, rakyatnya sudah menderita kok malah dinaikkan lagi?. Apalagi di masa pandemi COVID-19, petani tembakau juga perlu bertahan hidup," tambahnya.

Menurutnya, pemerintah hanya sepihak dalam mengambil kebijakan cukai. Agus mengaku pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam wacana kenaikan cukai rokok ini. Padahal, seharusnya pemerintah mengajak semua pihak untuk duduk bersama.

“Lalu kalau penyerapan industri tembakau melemah apa pemerintah mau beli hasil tembakau kami? Jangan hanya beri kebijakan tapi tidak ada solusi,” tambahnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sah-Sah Saja

Rokok Ilegal
Bea Cukai pun terus melakukan pengawasan di daerah produksi dan pemasaran rokok ilegal antara lain di Malang, Jawa Timur dan Teluk Bayur, Sumatera Barat.

Lebih lanjut, Agus mengatakan kenaikan cukai rokok sebenarnya sah-sah saja, asalkan pemerintah mempertimbangkan adanya komponen kecil yang harus diperhatikan seperti petani dan buruh tani tembakau.

“Ya kalau misal naik maksimal 5 persen mungkin itu angka wajar. Pemerintah masih untung, petani tidak bingung,” ungkapnya.

Tak hanya itu, dia juga menyoroti agar pemerintah juga melindungi sektor sigaret kretek tangan (SKT) yang juga terdampak kenaikan cukai. “Teman-teman pelinting atau buruh SKT itu terdampak kenaikan cukai, padahal negara dibuatkan lapangan kerja oleh SKT. Buruh SKT dan buruh tani tembakau harus dipertimbangkan, jangan dilibas dengan kenaikan cukai,” ujarnya.

Apalagi, sebagian besar pelinting SKT ini merupakan rakyat kecil dan kebanyakan dari mereka adalah perempuan yang telah menahun bekerja sebagai pelinting rokok dan menjadi tulang punggung keluarga.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya