Yusril: Gugatan Subholding Pertamina Masih Prematur

Kebijakan pembentukan holding dan subholding ini telah dilakukan sejak lama, bahan sejak zaman orde baru.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 22 Okt 2020, 15:50 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2020, 15:50 WIB
Keren, Video Raksasa Asian Games 2018 Hiasi Gedung Pertamina
Maskot Asian Games 2018, Bhin-Bhin terpampang di video mapping atau layar bergerak di Gedung Utama Pertamina, Jakarta, Kamis (5/7). (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta Pusat Analisa Anggaran atau Center for Budget Analysis mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Kantor Akuntan Publik dan Management Price Water House Coopers, Kantor Hukum Meli Darsa & Co, Menteri BUMN Erick Thohir serta jajaran Komisaris dan Direksi Pertamina (Persero) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis Uchok Sky menilai Price Water House Coopers dan Meli Darsa & Co telah lalai membuat kajian management dan kajian hukum yang menjadi dasar restrukturisasi holding dan pembentukan subholding di tubuh PT Pertamina (Persero).

Sementara, pakar hukum Yusril Ihza Mahendra menegaskan tidak ada hukum ataupun konstitusi yang dilanggar dalam pembentukan subholding ini. Bahkan, Yusril menilai gugatan atas pembentukan subholding ini prematur. Sebab, subholding ini sendiri menurut Yusril prosesnya masih berjalan dan belum final. Sehingga belum bisa untuk digugat.

“Menurut saya belum final. Memang sudah ada tahapan-tahapan dilalui tapi belum sampai akhir. Sehingga di pengadilan ada gugatan terhadap hal ini. Ya gugatan itu terlalu prematur. Karena belum sampai ke tahap yang bisa digugat, karena ini masih proses yang berjalan,” kata Yusril dalam webinar Ruang Energi, Kamis (22/10/2020).

Yusril menjelaskan, kebijakan pembentukan holding dan subholding ini telah dilakukan sejak lama, bahan sejak zaman orde baru. Antara lain dilakukan pada PT Timah Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Bukit Asam Tbk yang kesemuanya bergerak dalam pengelolaan sumber daya alam pertambangan.

“Pembentukan holding dan subholding terhadap BUMN ini dilakukan berdasarkan ketentuan pasal 33 UUD 1945, baik sebelum maupun sesudah amandemen,” papar Yusril.

Lebih lanjut, Yusril menyebutkan pasal 1 UU 19/2003 tentang BUMN yang berbunyi, ”Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan,” ucapnya.

Juga pasal 72 ayat (1) UU BUMN, yang menyatakan, ”Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional,” tutup Yusril.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Dianggap Rugikan Karyawan, Serikat Pekerja Pertamina Gugat Erick Thohir

Erick Thohir Rapat Perdana di DPR
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir bersiap mengikuti rapat dengan Komisi VI DPR, di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019). Rapat tersebut membahas Penyertaan Modal Negara (PMN) pada Badan Usaha Milik Negera tahun anggaran 2019 dan 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang menaungi 19 Serikat Pekerja di lingkungan PT Pertamina (Persero) mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan PT Pertamina (Persero).

FSPPB menilai Menteri BUMN dan Direksi Pertamina telah mengeluarkan keputusan sepihak yang bukan saja merugikan pekerja, tetapi juga melakukan peralihan aset dan keuangan negara yang dikelola Pertamina.

Gugatan Perbuatan Melawan Hukum itu diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui Pendaftaran Online (e-court), Senin (20/7) lalu pukul 13.00 WIB. FSPPB menunjuk Firma Hukum Sihaloho & Co sebagai kuasa hukum.

Kepala Bidang Media FSPPB Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, pada Juni 2020 lalu, Menteri BUMN Erick Thohir menerbitkan keputusan tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Direksi Pertamina.

Hal itu diikuti dengan Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina tentang Struktur Organisasi Dasar Pertamina (Persero), yang ditandai dengan pembentukan lima subholding Pertamina.

Menurut Marcellus, sebagai perwakilan seluruh Serikat Pekerja di lingkungan Pertamina, FSPPB tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut.

Padahal, penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan perubahan bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas wajib memperhatikan kepentingan karyawan, yang diwakili Serikat Pekerja, sebagaimana diatur hukum dan perundangan-undangan.

Menurut Pengurus Bidang Hubungan Industrial dan Hukum FSPPB Dedi Ismanto mengatakan, Keputusan Erick Thohir dan Direktur Utama Pertamina tersebut tidak hanya merugikan pekerja karena jabatan, hak, kewajiban dan status kepegawaian yang berubah.

Keputusan itu juga mengakibatkan peralihan keuangan dan aset-aset negara, yang sebelumnya dikuasai Pertamina (Persero) berubah kedudukannya menjadi dikuasai anak-anak perusahaan Pertamina (Subholding).

“Dan yang sangat mengkhawatirkan adalah, anak-anak perusahaan Pertamina itu akan diprivatisasi atau denasionalisasi dalam waktu dekat ini,” ujar Dedi.

Dedi menjelaskan, jika semua skenario Menteri BUMN dan Direktur Utama Pertamina itu berjalan, maka negara akan berbagi kekuasaan dengan swasta, termasuk investor asing, dalam seluruh rantai usaha Pertamina. Mulai dari hulu, pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga pasar keuangan. Dalam hal ini, kedaulatan energi nasional dipertaruhkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya