Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik 3 persen pada penutupan perdangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Kenaikan ini menghapus penurunan yang terjadi sebelumnya.
Harga minyak memang berada dalam tekanan dalam beberapa hari terakhir karena kekhawatiran penurunan permintaan di negara Eropa akibat pemberlakukan lockdown. Selain itu, peningkatan jumlah warga yang terinfeksi virus covid-19 di AS juga meningkatkan kekhawatiran.
Baca Juga
Mengutip CNBC, Selasa (3/11/2020), harga minyak mentah Brent naik USD 1,14, atau 3 persen diperdagangkan pada USD 39,08 per barel. Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate naik USD 1,02 atau 2,8 persen menjadi USD 36,81 per barel.
Advertisement
Kedua kontrak minyak ini sempat turun lebih dari USD 2 di awal sesi, tetapi kemudian mampu berbalik arah.
Harga minyak mampu menguat karena pesanan ekspor Jepang tumbuh untuk pertama kalinya dalam dua tahun dan aktivitas pabrik China naik ke level tertinggi dalam hampir satu dekade pada bulan Oktober.
Selanjutnya, aktivitas manufaktur AS meningkat lebih dari yang diharapkan pada bulan Oktober, dengan pesanan baru melompat ke level tertinggi dalam hampir 17 tahun.
Indeks saham AS, yang terkadang mempengaruhi harga minyak di pasar berjangka, naik pada hari Senin.
Analis mengatakan hasil pemilu yang paling mungkin mengguncang pasar saham dalam waktu dekat akan terjadi jika tidak ada pemenang yang jelas pada Selasa malam.
Presiden Donald Trump berhadapan dengan kandidat dari Partai Demokrat Joe Biden dalam pemilihan kali ini. Sebagian besar pelaku pasar cukup khawatir akan terjadi turbulensi karena protes yang berasal dari hasil pemilu.
"Kekhawatiran atas pasokan minyak dan permintaan akan mempengaruhi harga minyak. Sedangkan peran kedua yang bisa mempengaruhi harga minyak adalah pemilihan presiden AS dan bagaimana pasar berisiko akan bereaksi terhadap hasilnya," kata analis BNP Paribas Harry Tchilinguirian.
Negara-negara di seluruh Eropa telah menerapkan kembali lockdown untuk memperlambat tingkat infeksi Covid-19 yang telah meningkat selama sebulan terakhir.
Analis perdagangan minyak global dan beberapa perusahaan energi global memperkirakan kehancuran permintaan lebih lanjut karena kebangkitan kasus virus Covid-19 ini.
Perusahaan energi global Vitol memperkirakan permintaan musim dingin mencapai 96 juta barel per hari (bph). Sementara Trafigura memperkirakan permintaan turun menjadi 92 juta bph atau lebih rendah.
Rystad Energy melihat permintaan memuncak pada 2028, bukan pada 2030, dan melihat pemulihan yang lebih lambat tahun depan.
“Penguncian akan menghambat pemulihan ekonomi dalam jangka pendek dan jangka panjang dan pandemi juga akan meninggalkan warisan perubahan perilaku yang juga akan mempengaruhi penggunaan minyak sehingga menekan harga minyak,” kata Artyom Tchen dari Rystad Energy.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kelebihan Pasokan
Pasokan Libya mencapai sekitar 800 ribu barel per hari, naik lebih dari 100 ribu barel per hari dari beberapa hari lalu, sumber Libya mengatakan kepada Reuters pada Sabtu kemarin.
Sedangkan rebound di sumur operasi AS, mengkhawatirkan investor tentang pasokan yang akan melebihi permintaan.
Survei Reuters juga menunjukkan bahwa produksi dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) naik untuk bulan keempat di bulan Oktober.
Advertisement