Rupiah Diprediksi Ada di Kisaran 13.250-13.750 per Dolar AS pada 2021

Penguatan nilai tukar Rupiah dipicu oleh membaiknya kinerja perdagangan Indonesia yang mengalami surplus.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Nov 2020, 17:10 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2020, 17:10 WIB
Donald Trump Kalah Pilpres AS, Rupiah Menguat
Petugas menghitung uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Senin (9/11/2020). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini Salah satu sentimen pendorong penguatan rupiah kali ini adalah kemenangan Joe Biden atas Donald Trump. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah, memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) akan cenderung menguat pada tahun 2021. Bahkan, Rupiah diyakini mampu kembali mendekati nilai fundamentalnya dikisaran Rp13.250 -Rp13.750 per USD.

"Kita perkirakan pada 2021 Rupiah akan punya potensi untuk lebih menguat. Rupiah yang saat ini sudah mulai bertahan menguat berpotensi kembali mendekati nilai fundamentalnya dikisaran Rp13.250-Rp13.750 per USD," ujar Piter dalam webinar bertajuk "CORE ECONOMIC OUTLOOK 2021," Rabu (18/11).

Piter mengatakan, penguatan nilai tukar Rupiah dipicu oleh membaiknya kinerja perdagangan Indonesia yang mengalami surplus hingga mencapai USD 13,5 miliar per September 2020. Dan diprediksi tren positif ini terus berlangsung hingga akhir tahun.

"Kita yakini neraca perdagangan yang sudah surplus ini terus melanjutkan kinerja baiknya hingga akhir tahun. Sehingga mendorong Rupiah untuk menguat," paparnya.

Selain itu, kemenangan Joe Biden di Pilpres Amerika Serikat (AS) 2020 diyakini akan berdampak baik bagi ekonomi Indonesia. Salah satunya peningkatan realisasi Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi langsung dari AS ke Tanah Air.

"Peralihan kekuasaan dari Trump ke Biden jika berjalan lancar diyakini akan meningkat dan mendorong lahirnya investasi. Sehingga menciptakan emarging market (pasar yabg berkembang cepat) termasuk ke Indonesia," jelas dia.

Maka dari itu, Piter menyebut tak berlebihan jika nilai tukar Rupiah akan menguat tajam pada tahun depan. "Karena kita tahu neraca perdagangan surplus kemudian capital inflow itu akan mensupport supply dollar AS, jadi rupiah kita perkiraan 2021 akan punya potensi untuk lebih menguat," tutupnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Gubernur BI Sebut Rupiah Masih Undervalued

Rupiah Menguat di Level Rp14.264 per Dolar AS
Pekerja menunjukan mata uang Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (19/6/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sore ini Rabu (19/6) ditutup menguat sebesar Rp 14.269 per dolar AS atau menguat 56,0 poin (0,39 persen) dari penutupan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar )

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bakal terus menguat. BI melihat bahwa nilai tukar rupiah saat ini masih di bawah nilai semestinya. 

"Sekarang diperdagangkan sekitar 14.100 per dolar AS. Kami melihat bahwa nilai tukar rupiah masih berpotensi untuk menguat, kami melihat bahwa level sekarang secara fundamental masih undervalued," katanya dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Kamis (12/11/2020).

Menurut Perry, jika melihat fundamental ekonomi Indonesia yang ada saat ini, nilai tukar rupiah masih jauh di bawah nilai fundamental. Oleh sebab itu, dia meyakini rupiah masih akan bisa menguat.

Dia mencontohkan dari sisi inflasi, saat ini masih berkisar di level 1,44 persen secara tahunan pada Oktober 2020. Sedangkan transaksi berjalan defisit USD 2,9 miliar kuartal II-2020 dan premi risiko menurun.

"Dengan melihat bahwa inflasi rendah, transaksi berjalan defisitnya rendah, daya tarik aset keuangan Indonesia yang tinggi dan premi risiko yang menurun," tegas dia.

Menurut Perry, beberapa indikator risiko di pasar keuangan juga mulai mereda sehingga bisa mendorong rupiah. contohnya adalah Credit Default Swap (CDS) yang di posisi 73 dan VIX Index di posisi 26 meskipun ketidakpastian pasar keuangan masih tinggi.

"Di pasar keuangan global juga ketidakpastian mulai turun meski tetap tinggi karean faktor geopolitik dan second wave Pandemi COVID. VIX dan CDS turun terutama di bulan-bulan November setelah pemilu di AS," ucap dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya