Siap-Siap, Bakal Ada 2,9 Juta Lapangan Kerja Baru di 2021

Pemerintah memperkirakan akan ada 2,3 juta sampai 2,9 juta lapangan kerja baru tercipta di 2021.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 28 Nov 2020, 16:45 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2020, 16:45 WIB
Hari Terakhir, Job Fair Dipadati Para Pencari Kerja
Para pencari kerja memadati Job Fair yang diadakan di Istora GBK, Jakarta, Rabu (19/9). Job Fair bertajuk Jakarta spektakuler "Job for Career" diikuti lebih dari 120 perusahaan BUMN, swasta skala nasional maupun internasional. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian PPN/Bappenas, Mahatmi Parwitasari Saronto, memperkirakan akan ada 2,3 juta sampai 2,9 juta lapangan kerja baru tercipta di 2021. Asalkan pertumbuhan ekonomi mampu mencapai 4,5 persen sampai 5,5 persen.

"Pada 2021 kami berharap ekonomi dapat cepat pulih dengan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 4,5 sampai 5,5 persen. Sehingga dapat tercipta sekitar 2,3 sampai 2,9 lapangan kerja dan TPT dapat turun," ujar dia dalam diskusi virtual, Sabtu (28/11).

Dengan pertumbuhan ekonomi 2021 diperkirakan 4,5 persen - 5,5 persen, Mahatmi memperkirakan pengangguran akan mencapai 8,3 sampai 9 juta orang. Sehingga tingkat pengangguran terbuka (TPT) menjadi 5,9 hingga 6,5 persen.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, jumlah pencari kerja di tengah pandemi Covid-19 terus meningkat. Situasi tersebut berkebalikan dengan minimnya jumlah lapangan kerja di era krisis saat ini.

Menurut data pendaftar program Kartu Prakerja, ia menyampaikan, ada 39 juta orang yang kini masih mencari pekerjaan. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 5,6 juta saja yang memenuhi persyaratan untuk bisa ikut program pelatihan.

"Jadi angkanya lebih dari 33 juta (orang) membutuhkan lapangan kerja," kata Airlangga Hartarto.

Kondisi tersebut lah yang kemudian memaksa pemerintah dan DPR RI mengesahkan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja di tengah situasi pandemi. Lewat aturan tersebut, Airlangga mengatakan, pemerintah hendak mengkonversi para pekerja informal menadi formal.

Berdasarkan catatannya, saat ini dari angkatan kerja di Indonesia yang sebesar 134 juta orang, 95 jutanya merupakan informal. Sementara sisa 35 jutanya adalah angkatan kerja formal.

"Kita melihat lapangan pekerjaan jadi hal yang inti utama dari UU Cipta Kerja. Penciptaan lapangan kerja menyediakan mereka yang membutuhkan lapangan kerja, apakah itu bekerja atau menjadi wiraswata. Informal diharapkan jadi formal," terangnya.

Terkait penyediaan lapangan kerja, ia menilai pemerintah perlu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab jika pertumbuhan ekonomi hanya berada di kisara 4,5-5 persen saja, itu hanya mampu menyediakan 2,5-3 juta lapangan kerja.

Sementara berdasarkan catatan terkini saja, jumlah pengangguran saat ini mencapai 6,9 juta orang. Ditambah 3,5 juta pekerja yang jadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dan 3 juta angkatan kerja baru lulusan universitas dan SMK.

"Oleh karena itu kita masih perlu 10 juta lapangan kerja baru," tandas Airlangga Hartarto.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

UU Cipta Kerja Disebut Akan Ciptakan Lapangan Kerja Secara Luas

Job Fair
Sejumlah pencari kerja memadati arena Job Fair di kawasan Jakarta, Rabu (27/11/2019). Job Fair tersebut digelar dengan menawarkan lowongan berbagai sektor untuk mengurangi angka pengangguran. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pengesahan Undang Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disambut baik berbagai pihak. Sebab, UU sapu jagat ini menjadi terobosan pemerintah yang diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya.

Direktur Eksekutif Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks) Nanang Sunandar mengatakan, pemenuhan hak atas pekerjaan di Indonesia memiliki tantangan yang sangat besar, yaitu jumlah angkatan kerja yang sangat besar dan meningkat setiap tahun.

Melalui UU Cipta Kerja, kata Nanang, lapangan kerja akan diciptakan seluas-luasnya agar akses terhadap lapangan kerja yang menyejahterakan bisa dinikmati oleh sebanyak-banyaknya angkatan kerja.

“Kebijakan terobosan ini makin terasa mendesak ketika Indonesia sedang mengalami bonus demografi seperti sekarang, namun secara bersamaan puluhan juta orang kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan karena dampak wabah Covid-19,” kata Nanang, Rabu (18/11/2020).

Menurut Nanang, salah satu masalah utama ketenagakerjaan di Indonesia adalah kondisi permintaan dan pasokan tenaga kerja yang jauh dari berimbang. Keadaan ini berdampak sekaligus pada angka pengangguran yang tinggi, juga masalah upah dan kesejahteraan pekerja.

Penyederhanaan berbagai peraturan dalam investasi, perizinan dan proses bisnis, dan ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja, menurut Nanang, harus dipahami sebagai kesatuan mekanisme dalam menciptakan kondisi yang lebih seimbang antara pasokan dan permintaan tenaga kerja.

"Ketika investasi mengalir lancar ke sektor-sektor padat karya, perizinan dan proses bisnis dipermudah, dan regulasi ketenagakerjaan dibuat lebih fleksibel, ini semua akan menciptakan banyak lapangan usaha yang meningkatkan permintaan atas tenaga kerja. Secara otomatis, angka pengangguran yang sekarang melonjak karena wabah akan sangat berkurang," kata Nanang. 

Infografis Harga Mati DISIPLIN Protokol Kesehatan

Infografis Harga Mati DISIPLIN Protokol Kesehatan
Infografis Harga Mati DISIPLIN Protokol Kesehatan (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya