Saran Pengamat Tingkatkan Penggunaan BBM Ramah Lingkungan: Tangki Ditempel Stiker

Melalui penempelan sticker di tangki BB dinilai sebagai bentuk pertanggungjawaban produsen kendaraan terhadap upaya menekan polusi udara yang dihasilkan oleh emisi gas buang kendaraan.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Des 2020, 13:18 WIB
Diterbitkan 03 Des 2020, 13:14 WIB
20151224-Jelang awal tahun 2016, Pemerintah Akan Turunkan Harga BBM
Petugas mengisi bahan bakar jenis Premium di SPBU Cikini, Jakarta, Kamis (24/12). Jelang awal tahun 2016, Pemerintah memutuskan menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ahli Bahan Bakar dan Pembakaran KK- Konversi Energi Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto Zaenuri meminta kepada produsen kendaraan untuk menempelkan sticker jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disarankan di dekat tangki kendaraan. Hal ini guna meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penggunaan BBM ramah lingkungan.

"AHM (PT Astra Honda Motor) dapat menempelkan sticker BBM yang disarankan deket tangki pengisian. Agar masyarakat tahu jenis bensin ramah lingkungan apa yang sebaiknya digunakan," paparnya dalam webinar bersama YLKI, Kamis (3/12/2020).

Melalui penempelan sticker ini juga dinilai sebagai bentuk pertanggungjawaban produsen terkait upaya menekan polusi udara yang dihasilkan oleh emisi gas buang kendaraan. Sehingga, produsen dapat terlibat aktif dalam upaya peningkatan konsumsi BBM ramah lingkungan untuk peningkatan kualitas udara yang lebih baik.

"Ini sekaligus juga menagih komitmen mereka (produsen), tentunya untuk masalah polusi udara," tutupnya.

Sebelumnya, Dia menyebut, BBM jenis Premium seharusnya sudah dihapus sejak 2005 lalu. Menyusul kesepakatan pemerintah untuk mengimplementasikan Euro 2 di tanah air.

"Rencana penghapusan Premium ini harus juga segera dilakukan pemerintah. Dan seharusnya sejak implementasi euro 2 di Indonesia pada 2005 tidak ada lagi kendaraan yang sesuai dengan BBM Premium RON 88," tuturnya.

Tri mengungkapkan, saat ini teknologi mesin pada seluruh kendaraan telah mengalami transformasi mengikuti regulasi atas emisi gas buang. Tujuannya agar emisi gas buang yang dihasilkan tidak melewati ambang batas (uji tipe) juga dalam rangka menekan polusi udara untuk kualitas kehidupan yang lebih baik.

"Karena jika tidak mengikuti anjuran pabrik untuk menggunakan bahan bakar dengan oktan tertentu akan berdampak buruk pada mesin. Sehingga, tenaga yang dihasilkan oleh mesin juga dapat berkurang, karena terjadi penumpukan karbon di ruang bakar," terangnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Ternyata, Ini Penyebab Penjualan BBM Premium Masih Laris Manis

FOTO: Harga Pertalite Turun Setara Premium Jadi Rp 6.450 per Liter
Petugas SPBU mengisi bahan bakar jenis pertalite kepada pengguna sepeda motor di Pamulang, Tangerang Seatan, Banten, Senin (21/9/2020). Pertamina memberi diskon harga BBM jenis pertalite di Tangerang Selatan dan Bali, dari Rp 7.650 menjadi Rp 6.450 per liter. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Dasrul Chaniago buka suara terkait penyebab tingginya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak ramah lingkungan di Indonesia. Seperti jenis Premium yang mempunyai nilai RON 88.

Menurutnya, ada dua faktor penyebab larisnya Premium. Petama, terkait penyediaan, di mana sampai saat ini Pertamina masih menjual BBM jenis Premium, sehingga memudahkan pelanggan untuk mengaksesnya.

Faktor kedua, yakni terkait harga yang terlampau murah. Alhasil konsumen lebih memilih membeli Premium kendati tidak ramah lingkungan.

"Karena ada dua faktor tekait penyediaan dan harga murah (Premium) itu, otomatis masyarakat mikir yang penting hari ini saya dapat harga murah ya sudah tidak lagi memikirkan dampaknya untuk masa depan," imbuh dia dalam webinar bersama YLKI, Kamis (3/12)

Padahal, sambung Dasrul, mayoritas kendaraan baik pribadi maupun umum yang ada saat ini dinilai sudah mendukung penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan atau memiliki kandungan RON di atas Premium. "Karena saya yakin hampir semua kendaraan yang beroperasi di jalanan baik pribadi maupun umum itu keluaran diatas tahun 2007, otomasti tidak butuh Premium dan Pertalite," paparnya.

Maka dari itu, dia menilai perlu komitmen bersama untuk mewujudkan rencana penghapusan BBM jenis Premium yang tak kunjung menemui titik terang. "Apalagi banyak negara juga yang telah menghapuskan penjualan Premium," ucap dia mengakhiri.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya