Sri Mulyani Akui Sistem Program PEN Tak Sempurna, Ada Celah untuk Korupsi

Proses penyusunan kebijakan pemerintah pada program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dilakukan secara terburu-buru karena situasi yang mendesak.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Des 2020, 13:04 WIB
Diterbitkan 10 Des 2020, 13:04 WIB
Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuanga Sri Mulyani Indrawati (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa proses penyusunan kebijakan pemerintah pada program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dilakukan secara terburu-buru karena situasi yang mendesak. Alhasil menimbulkan celah bagi pihak yang ingin mengambil keuntungan untuk memperkaya diri melalui praktik korupsi.

"Dalam situasi extra ordinary atau kegentingan yang memaksa membuat kerja penyusunan kebijakan dilakukan secara tergesa-gesa karena suasana emergency. Ada ancaman orang-orang yang melakukan tindakan korupsi atau bahkan menggunakan kelemahan sistem untuk kepentingan pribadi. Maka, moral hazard bisa terjadi di mana saja," tegasnya dalam webinar Hari Anti Korupsi Sedunia 2020, Kamis (10/12)

Sri Mulyani mengungkapkan, dalam situasi yang tidak terduga akan datangnya pandemi Covid-19, para pengambil kebijakan dituntut untuk bekerja cepat dan efektif. Sementa perangkat yang dibutuhkan masih belum memadai.

Dia mencontohkan, untuk persyaratan penerima manfaat program bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 seharusnya dibutuhkan data yang detail dan terverifikasi. Diantaranya nama, alamat, akun rekening, profesi, dan jumlah orang yang perlu dibantu, namun semuanya tidak bisa terakomodir.

Mengingat, saat ini perpindahan masyarakat kian dinamis sehingga data dilapangan mudah berubah. Pun, akibat dampak krisis ini juga berpotensi melahirkan banyak kelompok miskin baru karena kehilangan pekerjaan atau dirumahkan selama pandemi, namun belum tercatat sebagai penerima manfaat karena data belum di perbarui.

"Kita tahu persis kebijakan itu harus ideal, perlu data, tapi seringkali kita tidak punya kemewahan itu. Sehingga dalam perencanaan kita perlu merespons dengan sangat cepat karena kondisi krisis," ujarnya.

Oleh karena itu, pihaknya terus berupaya memperbaiki sistem program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dengan nilai anggaran Rp695,2 triliun. Untuk memberi manfaat lebih bagi sektor kesehatan, dunia usaha, korporasi, UMKM, perlindungan sosial dan sektor lainnya yang turut terdampak Covid-19.

"Itu butuhkan sistem yang luar biasa rumit dan detil, tapi kita tidak dapatkan waktu yang cukup," terangnya.

Selain itu, sejak awal mendesain kebijakan t PEN pihaknya pun telah bekerjasama dengan berbagai institusi penegak hukum. Seperti dengan KPK Kejaksaan Agung, Kepolisian melalui Bareskrim, BPKP, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, hingga lembaga survei untuk mengukur efektivitas program yang digulirkan.

"Ini ikhitar kita bahwa saat dihadapkan pada tantangan yang tidak biasa atau extra ordinary. Inilah juga ujian terhadap integritas," imbuh dia.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sri Mulyani: Virus Korupsi Sama Bahayanya dengan Corona

Pemerintah dan DPR Bahas Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Menkeu Sri Mulyani saat rapat kerja gabungan bersama BPJS dan DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2/2020). Rapat membahas kenaikan iuran BPJS Kesehatan, data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan peran pemda dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan perlu tanggung jawab bersama untuk memberantas tindakan korupsi di Indonesia.

Sebab, aksi korupsi yang terjadi saat ini dinilai sudah diluar batas karena telah mengkompromikan integritas dan membahayakan institusi.

"Korupsi ini bukan tanggung jawab pimpinan, ini tanggung jawab kita semua. Karena satu virus korupsi, satu virus yang mengkompromikan integritas sama seperti Covid-19 dia bisa menular dan bisa membahayakan institusi," ujar Sri Mulyani dalam webinar Hari Anti Korupsi Sedunia 2020, Kamis (10/12/2020).

Menurutnya pil pahit ini tercermin dari hasil survei Global Corruption Barometer Asia 2020 yang menyatakan 30 persen masyarakat Indonesia masih melakukan praktik suap untuk memperoleh layanan publik. Sehingga korupsi masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Indonesia untuk meningkatkan integritas dan kinerja institusi publik.

"Walaupun angka ini masih lebih baik dari India yang memperoleh 39 persendan Kamboja 37 persen kita tidak boleh merasa senang. Kita harus akui upaya kita masih jauh dari sempurna," terangnya.

Untuk itu, Kementerian Keuangan selaku pengelola keuangan negara terus berupaya memperbaiki berbagai kebijakan dan regulasi yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Salah satunya terkait ketentuan dana transfer daerah yang harus ditingkatkan ekfetivitasnya.

"Sehingga seluruh masyarakat harus bisa dilayani sama baiknya dan sama kualitasnya. Saya minta Dirjen Perimbangan Keuangan untuk terus meumusakan hal ini," papar Sri Mulyani.

Tak hanya itu, sejak awal mendesain kebijakan terkait program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pihaknya telah bekerjasama dengan berbagai institusi penegak hukum. Seperti dengan KPK Kejaksaan Agung, Kepolisian melalui Bareskrim, BPKP, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, hingga lembaga survei untuk mengukur efektivitas program yang digulirkan.

"Ini ikhitar kita bahwa saat dihadapkan pada tantangan yang tidak biasa atau extra ordinary. Inilah juga ujian terhadap integritas," tutup Sri Mulyani.

Sulaeman

Merdeka.com 

Infografis Ekonomi Indonesia di Tengah Wabah Corona

Infografis Ekonomi Indonesia di Tengah Wabah Corona
Infografis Ekonomi Indonesia di Tengah Wabah Corona (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya