Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mencatat penambahan pembangkit listrik pada 2020 hanya mencapai 2.866,6 mega watt (MW) atau 55 persen dari target yang seharusnya mencapai 5.209,48 MW. Hal tersebut salah satunya dipengaruhi pandemi Covid-19.
"Jadi pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan harus mengalami rescheduling karena pandemi Covid-19," ujar Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana dalam telekonfrensi, Rabu (13/1/2021).
Baca Juga
Tertundanya pembangunan pembangkit listrik tersebut disebabkan keterlibatan tenaga kerja asing. Di mana, pandemi membuat mobilitas warga menjadi terbatas, sehingga menghambat pergerakan pekerja.
Advertisement
"Jadi dengan ada keterlibatan tenaga kerja asing, terpaksa target COD (Commercial Operation Date) dimundurkan. Maka itu tidak sesuai dengan sebagaimana ditargetkan di awal," papar Rida.
Adapun penambahan transmisi, kata Rida, hanya bertambah 2.648 kms atau hanya 59 persen dari target 2020 sebesar 4.459,6 kms.
Kemudian penambahan gardu induk hanya 7.870 MVA atau 55 persen dari target 14.247 MVA. "Penambahan gardu distribusi hanya 2.590 MVA atau 81 persen dari target 3.212 MVA dan penambahan jaringan distribusi hanya 27.434 kms atau 59 persen dari target 46.412 kms," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Ini
Teknologi USC PLTU Masuk Peta Jalan Penurunan Emisi
Penerapan teknologi Ultra Super-Critical (USC) pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masuk dalam peta jalan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari sektor energi.
Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Wanhar mengatakan jika PLTU USC yang kini sedang dibangun antara lain PLTU Jawa 9 & 10, PLTU Jawa Tengah (Batang), dan PLTU Jawa 4 (Tanjung Jati B), memiliki standar di negara-negara maju dalam OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).
"Bukan sebagai standar, tapi semacam road map (peta jalan) penggunaan PLTU di Indonesia," jelas dia, seperti mengutip Antara.
Sebelumnya Wanhar pernah menjelaskan bahwa teknologi USC termasuk Clean Coal Technology (CCT) yang dapat menurunkan emisi GRK karena memiliki efisiensi sebesar 40 persen.
"Arti dari efisiensi 40 persen itu adalah kemampuan dari PLTU USC untuk mengkonversi sebanyak 40 persen dari setiap energi yang terkandung di dalam batu bara yang digunakan oleh PLTU USC menjadi energi listrik (kWh)," jelas dia.
PLTU USC juga sudah dilengkapi dengan peralatan pengendalian pencemaran udara, sehingga emisi yang dihasilkan dapat memenuhi Baku Mutu Emisi. "Beberapa negara telah menerapkan teknologi ini salah satunya adalah Jepang,"Â tambah Wanhar.
Wanhar juga menyampaikan pembangunan PLTU Sistem Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) harus menggunakan boiler teknologi USC. Namun tidak untuk PLTU di luar Sistem Jamali, mengingat kapasitasnya masih kelas 50-300 MW.
Bagi PLTU yang belum memasang teknologi USC, masih boleh menggunakan teknologi satu tingkat di bawah USC, yaitu Super Critical.
"Atau PLTU Mulut Tambang untuk daerah yang memiliki tambang batu bara rendah kalori," katanya.
Â
Advertisement