Membedah Dampak Dana Otonomi Khusus

Ada tidaknya otsus, Papua harus tetap maju. Kegagalan yang ada harus segera ditemukan penyebabnya agar diperbaiki untuk kedepannya.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Mei 2021, 19:45 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2021, 19:45 WIB
FOTO: Aksi Mahasiswa Papua Tolak Otonomi Khusus
Massa Ikatan Mahasiswa Papua berorasi saat menggelar unjuk rasa di depan Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Rabu (24/2/2021). Dalam aksinya mereka mengutuk tindakan elite politik Papua yang mengatasnamakan rakyat Papua untuk mendukung Otonomi Khusus (Otsus). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elisabeth mengatakan, dana otonomi khusus (otsus) merupakan bentuk konsekuensi dari disepakatinya bidang atau sektor-sektor prioritas yang harus dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan Papua. Sektor tersebut yaitu pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Adapun untuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Papua dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Dana otsus terjadi penambahan di setiap tahun, tetapi dalam hal ini Papua dan Papua Barat secara nasional masih menjadi yang terendah.

“Ketika dana ditambah, persoalan apa yang masih ada di Papua yang harus diselesaikan, apakah dengan alokasi itu kesulitan-kesulitan yang masih dihadapi di bidang pendidikan, kesehatan, pemberian ekonomi lokal, infrastruktur itu akan tercukupi,” jelas Adriana melalui diskusi virtual, pada Rabu (19/5/2021).

Selain itu, dalam hal ini perlu dilihat pada aspek kapasitas penyelenggara pemerintahan. Sebesar apapun otoritas yang diberikan, apabila kapasitas yang tersedia tidak mencukupi, maka hal itu tidak dapat dikelola dari semua persoalan yang ada.

Ia menambahkan, masih banyaknya masalah yang ada terkait upaya untuk meningkatkan kesejahteraan yang ada di Papua, tidak hanya sebatas nominal. Hal yang harus diperhatikan mengenai anggaran, yaitu ditujukan untuk apa serta kapasitas penyelenggaranya seperti apa.

Sementara itu, saat pemberlakuan otsus dilakukan supervisi di daerah Papua yang telah tersentralisasi kemudian mendapatkan otoritas serta anggaran harus mengelola semuanya sendiri,

“Itulah masalah di awal sudah bisa mengira. Saya melihat bahwa kita harus fair bahwa sejak awal itu model-model pendampingan itu tidak terjadi menurut saya. Jadi diberikan kepada Papua, jadi Papua tidak minta yang lain itu juga menjadi masalah. Ketika muncul persoalan sebenarnya sekitar 2 atau 3 tahun setelah diimplementasikan UUD Otonomi Khusus itu sudah ada studi yang melihat bahwa ini banyak PR,” jelasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Keberhasilan

Adapun jika supervisi, pendampingan, serta transaksi yang perlahan dilakukan kepada Papua maka itu dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang terjadi saat ini.

Selain itu, selama 20 tahun otsus berjalan terdapat berbagai keberhasilan, diantaranya anggaran yang setiap tahun terus bertambah, serta dengan revisi yang tengah dilakukan pada pasal 34.

Kemudian, terjadi kemajuan utamanya pada bidang infrastruktur konektivitas, terjadi berbagai pembangunan di wilayah Papua. Walaupun di tahun ini terdapat catatan khusus karena akan diselenggarakannya Pekan Olahraga Nasional (PON), dan alokasi vaksin.

Dalam hal ini juga terdapat kegagalan serta ditemukannya hal-hal yang belum optimal, yaitu pada pendidikan serta kesehatan.

Dia menambahkan, ada tidaknya otsus, Papua harus tetap maju. Adapun dari kegagalan yang ada harus segera ditemukan penyebabnya agar diperbaiki untuk kedepannya.

Reporter: Anisa Aulia 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya