Biaya Perawatan Alutsista USD 32,5 Miliar Dinilai Tak Masuk Akal

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, mencermati alokasi biaya kontijensi serta pemeliharaan dan perawatan alutsista.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 09 Jun 2021, 17:15 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2021, 17:15 WIB
Deretan Alutsista Dipamerkan di HUT ke-74 TNI
Sejumlah tank melintas saat parade alutsista pada perayaan HUT ke-74 TNI di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (5/10/2019). Perayaan HUT ke-74 TNI ini diikuti oleh 6.806 prajurit. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, mencermati alokasi biaya kontijensi serta pemeliharaan dan perawatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) sebesar USD 32,5 miliar.

"Sebenarnya kalau kita prosentasekan dengan biaya akuisisinya (USD 79 miliar) itu sudah mencapai 41 persen sendiri, which is itu menjadi tidak masuk akal," kata Adnan dalam sesi webinar, Rabu (9/6/2021).

Dia lantas mempertanyakan rumusan alokasi dana alutsista tersebut. Sebab dalam praktik pengadaannya, ada 5 tahun awal asuransi pembelian alutsista dari produsen, yang terbilang lazim dengan masa hidup peralatan selama 20 tahun.

"Pertanyaannya, dengan lama yang seperti itu wajar enggak ada alokasi dana USD 32,5 miliar, yang itu dialokasikan untuk kontijensi pemeliharaan serta perawatan," ujarnya.

"Jangan-jangan kita ini gemar sekali memilih untuk memelihara dan merawat daripada membeli barang-barang baru," tambah Adnan.

Adnan lantas mengkhawatirkan, jangan-jangan alokasi perawatan alutsista sebenarnya bagian dari subsidi terhadap bunga yang telah dialokasikan sebesar USD 13,39 miliar. Dia mengkalkulasi, jika diprosentasekan dengan biaya total akuisisi alutsista itu sebesar 16,9 persen.

Merujuk pada kebijakan pengadaan alutsista, Adnan juga menyoroti alokasi biaya bunga pada akuisisi alat peralatan dan pertahanan keamanan (alpahankam) senilai USD 79 miliar, dengan skema bunga 0,8 persen per tahun dengan jangka waktu pengembalian 20 tahun.

Menurut dia, bunga 0,8 persen tidak lazim karena dalam praktiknya bunga berlaku 4-5 persen dengan tenor maksimal 10 tahun. Sementara dalam skema government to government, bunga bisa turun sampai 3 persen dengan tenor yang sama.

"Inilah yang kemudian ada dugaan, jangan-jangan bunganya juga disubsidi. Dimasukan beban bunga itu di dalam alokasi biaya kontijensi pemeliharaan dan perawatan. Karena memang dari sisi totalnya sudah hampir mendekati separuh dari biaya akuisisi alutsistanya," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Prabowo Subianto soal Rancangan Perpres Alpalhankam: Kita Berusaha Jelaskan

Prabowo Rapat Perdana DPR
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2019). Rapat perdana Komisi I bersama Menhan Prabowo ini membahas rencana kerja dan anggaran Kementerian Pertahanan Tahun 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan, dirinya akan gamblang menyampaikan beredarnya rancangan Peraturan Presiden tentang Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia di DPR hari ini, Rabu (2/6/2021).

"Kita akan paparkan rencana ke depan tentunya. Akan ada tanya jawab ya. Kita akan berusaha menjelaskan segamblang-gamblangnya," kata dia.

Saat ditanya perihal beredarnya besaran untuk membeli Alpalhankam sekitar Rp 1.700 triliun, dia tak menjelaskannya.

Bahkan, Prabowo Subianto tak menjawab asal pendanaan tersebut.

"Ya nanti DPR tanya saya dong, bukan kamu," kata dia.

Padahal sebelumnya, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) akui rencana pembiayaan yang nantinya digunakan alat peralatan pertahanan dan keamanan (Alpalhankam) akan menggunakan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri.

"Pembiayaan yang dibutuhkan masih dalam pembahasan dan bersumber dari pinjaman luar negeri," kata Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak dalam keterangannya, Senin (31/5/2021).

Dia menyebut, nilainya nanti dipastikan tidak akan membebani APBN, dalam arti, tidak akan mengurangi alokasi belanja lainnya dalam APBN yang menjadi prioritas pembangunan nasional.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya