Apindo Wanti-Wanti PKPU Berpotensi Timbulkan Kepailitan Massal dan PHK

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melihat UU Kepailitan dan PKPU berpotensi menimbulkan moral hazard (risiko moral)

oleh Tira Santia diperbarui 08 Sep 2021, 09:45 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2021, 09:45 WIB
FOTO: Kurangi PHK, Pemerintah Beri Kelonggaran Pegawai di Bawah 45 Tahun
Pegawai pulang kerja berjalan di trotoar Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Pemerintah memberi kelonggaran bergerak bagi warga berusia di bawah 45 tahun untuk mengurangi angka pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi virus corona COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melihat UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) berpotensi menimbulkan moral hazard (risiko moral) dan tidak adanya kepastian hukum bagi kalangan dunia usaha.

Hal itu disebabkan, PKPU berpotensi menimbulkan terjadinya kepailitan masal, pemutusan hubungan kerja (PHK), meningkatnya pengangguran, hingga menghambat upaya pemerintah dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Seperti yang terjadi pengajuan PKPU yang dialami PT Pan Brothers Tbk. Meski pengajuan PKPU ditolak majelis hakim, pihak yang sama kembali mengajukan kepailitan.

"Ketika bicara perjanjian apa pun kalau terjadi sengketa itu bisa didefinisikan dengan utang diperluas, sehingga masuk ke PKPU. Akhirnya PKPU jadi ajang kreditur untuk memaksa debitur membayar utangnya meski kondisi lagi sulit," kata Anggota Satgas Kepailitan dan PKPU Apindo, Ekawahyu Kasih dikutip Rabu (8/9/2021).

Eka melihat syarat-syarat mengajukan PKPU terlalu mudah. Karena, tidak ada batasan nilai utang sebagai dasar permohonan kepailitan suatu perusahaan.

Alhasil, perusahaan yang sehat sekalipun, jika dipermohonkan untuk pailit, maka bisa terjadi.

"Jadi ini menimbulkan ketidakpastian hukum dalam dunia usaha, terkait sengketa bisnis, wan prestasi, dan hal ini sangat membahayakan," tegas dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Apindo Surati Jokowi, Minta Terbitkan Perpu Kepailitan dan PKPU

20161129- Kadin dan Apindo Angkat Bicara Dampak Aksi 212-Jakarta- Angga Yuniar
Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani (kiri) dan Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani saat menggelar konferensi pers terkait rencana Aksi 2 Desember di Jakarta, Selasa (29/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengusulkan agar segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).

Adapun Perpu ini didorong untuk memperbaiki Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

"Jadi surat keapda Presiden (Jokowi sudah kami berikan)," kata Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani dalam dalam Konferensi Pers Polemik PKPU & Kepailitan di Masa Pandemi Covid-19, Selasa (7/9).

Selain bersuarat kepada presiden, Apindo juga sudah berusaha menyampaikan beberapa permasalahan kepada Kementerian Hukum dan Ham terkait UU Nomor 37/2004 tersebut. "Karena beliau yang membawahi mengenai masalah dan kepailitan dan PKPU khusus membawahi pengurus dan regulatornya sudah kami sampaikan dan kami undang juga," jelas dia.

Dia mengatakan, untuk saat ini Apindo masih menunggu pertemuan resmi untuk membahas beberapa pokok masalah dan usulan dimasukan di dalam Perpu tersebut. Salah satunya adalah memperbaiki tata cara humum acara.

Sebab Haryadi memandang, setiap voting kepailitan sebuah perusahaan tidak proporsional, khususnya merugikan perusahaan yang sehat. Dalam pemungutan suara terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kreditur yang mempunyai jaminan, dan kamar kedua kreditur on current.

“Nah kalau ditolak itu langsung pailit. Mekanisme pengambilan voting ini tidak proporsional dimana terbagi dua kamar yaitu pertama bagi kreditur mempunyai jaminan separatis dan kreditur on current nah pengambilan di dua kamar ini hasil nya itu kalau salah satu kamar tidak setuju jatuh tidak setuju,” jelas Hariyadi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya