Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) berkomitmen penuh menjalankan penugasan pemerintah untuk menuntaskan mega proyek kilang dan Petrokimia. Salah satu yang menjadi fokus pengembangan adalah di industri Petrokimia, yakni kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI) yang berlokasi di Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Kilang tersebut ditargetkan menjadi penghasil Petrokimia Terbesar di Asia Tenggara.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, penyerahan Kilang TPPI di bawah kontrol Pertamina, karena sebagai salah satu kilang terbesar di Indonesia, kilang tersebut dapat dikelola secara terintegrasi.
Advertisement
Sebagai pengolahan Petrokimia, Kilang TPPI berpotensi menghasilkan produk aromatik, baik para-xylene, ortho-xylene, bensin, toluene, heavy aromatic. Namun juga dapat menghasilkan Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti; Premium, Pertamax, elpiji, solar, kerosene.
Presiden juga menilai pengelolaan kilang TPPI di bawah Pertamina optimasi kawasan kilang TPPI akan berpotensi menciptakan penghematan devisa negara hingga 4,9 miliar dollar AS atau sekitar Rp56 triliun. Sehingga, pengelolaan kawasan pabrik Petrokimia TPPI akan berkontribusi menciptakan ketahanan energi melalui substitusi produk petrokimia impor.
Hal tersebut memiliki nilai penting dalam menghadapi tantangan negara Indonesia selama beberapa dekade terakhir.
Pertamina bergerak cepat dan memastikan proyek pengembangan Kilang TPPI tetap berjalan. Setelah mengakuisisi PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) pada akhir 2019, Pertamina melalui Subholding Refining & Petrokimia, PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) tancap gas menyiapkan pembangunan fasilitas produksi olefin dan aromatik di Kawasan TPPI, Kabupaten Tuban Jawa Timur.
TPPI saat ini tengah memproses pembangunan fasilitas produksi Olefin dan Aromatik atau dikenal dengan Olefin Complex Development Project (OCDP) di kawasan kilang TPPI, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Di TPPI terdapat dua proyek pengembangan dan pembangunan yang saat ini sedang dilaksanakan Pertamina. Pertama, proyek Revamping Aromatic yang akan meningkatkan produksi petrokimia berupa Paraxylene dari 600 ribu ton menjadi 780 ribu ton per tahun yang ditargetkan selesai pada tahun 2022.
Kedua, Proyek New Olefin yang mencakup pembangunan Naphtha Cracker, termasuk unit-unit downstream dengan produk Polyethylene (PE) sebesar 1 juta ton per tahun dan Polypropylene (PP) 600 ribu ton per tahun yang ditargetkan selesai pada tahun 2024.
Melalui Subholding Refinery & Petrochemical mengundang secara terbuka perusahaan kelas dunia yang berpengalaman dalam pembangunan Olefin dan Petrokimia untuk menjadi mitra strategis dalam mewujudkan fasilitas Produksi Olefin dan Aromatik di Tanah Air.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Transparan
Awal September 2021, panitia telah mengumumkan hasil tender berdasarkan tahapan dan proses sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam dokumen Tender serta Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa yang berlaku di Pertamina. Ke depan, proses akan dilanjutkan hingga proyek pembangunan kilang Olefin TPPI dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan rencana terkini.
“Seluruh proses tender pengembangan kilang TPPI telah dilakukan secara transparan dan sesuai prosedur pengadaan yang berlaku dan tidak ada intervensi dari pihak luar,”ujar Ifki Sukarya, Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical.
Menurutnya, proses tender ini dijalankan Pertamina dengan pendampingan dari Tim Jamintel, Bareskrim Polri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan juga berkonsultasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), sehingga -Governance-nya sangat terjaga dengan baik. Pertamina telah melakukan evaluasi sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang tercantum di dalam Dokumen Prakualifikasi.
Dalam pembangunan pabrik petrokimia tersebut, Pertamina memastikan penyerapan tingkat komponen dalam negeri sesuai dengan target minimal yang telah ditetapkan, yaitu 30 persen, baik melalui barang maupun jasa, termasuk tenaga kerja lokal untuk dapat berkontribusi dalam operasional proyek.
Advertisement