Cara China Sembunyikan Kucuran Utang ke 165 Negara Senilai Rp 5.400 T, IMF dan Bank Dunia Sulit Lacak

China secara sistematis melaporkan utang itu ke Sistem Pelaporan Debitur Bank Dunia dengan mengucurkan ke perusahaan swasta di 165 negara.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 06 Okt 2021, 16:14 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2021, 16:14 WIB
20150813-Mata Uang Yuan-Jakarta
Petugas menghitung uang pecahan 100 Yuan, Jakarta, Kamis (13/8/2015). Biang kerok keterpurukan kurs rupiah dan sejumlah mata uang negara lain adalah kebijakan China yang sengaja melemahkan (devaluasi) mata uang Yuan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - China disebut telah mengucurkan pembiayaan atau utang kepada negara-negara menengah ke bawah senilai Rp USD 385 miliar atau Rp 5.400 triliun. Menariknya, kucuran utang ini sulit untuk dilacak oleh IMF dan Bank Dunia sehingga disebut dengan utang siluman.

Dalam laporan lembaga penelitian yang berbasis di Amerika Serikat (AS) AidData dengan judul Global Chinese Official Finance Dataset, China telah memberikan utang senilai USD 385 miliar atau Rp 5.400 triliun ke 165 negara.

Seperti dikutip dari laman Nikkei Asia, Rabu (6/10/2021), laporan AidData ini mengklaim China telah membuat pembiayaan untuk berbagai pembangunan infrastruktur di luar negeri tersebut tidak transparan.

Caranya, China secara sistematis melaporkan utang itu ke Sistem Pelaporan Debitur Bank Dunia dengan mengucurkan ke perusahaan swasta di 165 negara yang sebagian besar adalah negara berpenghasilan menengah ke bawah.

Utang tersebut juga diberikan menggunakan kendaraan tujuan khusus (SPV) dan bukan pinjaman resmi ke lembaga negara. Artinya, pemberian pinjaman ini tidak dari negara ke negara tetapi dari perusahaan ke perusahaan.

Cara ini mempersulit debitur dan pemberi pinjaman multilateral untuk menilai biaya dan manfaat dari berpartisipasi dalam Belt and Road Initiative. Ini juga meningkatkan kemungkinan debitur jatuh ke dalam perangkap utang dengan hanya satu cara untuk keluar: dengan menjual aset penting secara geopolitik ke China.

Direktur Eksekutif AidData di College of William and Mary Bradley C. Parks mengatakan, Bank Dunia dan IMF sudah mengetahui masalah ini. Dia mengatakan kepada Nikkei Asia bahwa laporan baru ini telah mengukur skala masalah.

"Kami memperkirakan bahwa rata-rata pemerintah tidak melaporkan kewajiban pembayaran aktual dan potensialnya ke China dengan jumlah yang setara dengan 5,8 persen dari PDB, berdasarkan perkiraan individu yang tidak dilaporkan untuk 165 negara," kata Parks, yang juga merupakan salah satu co-penulis laporan AidData.

Statistik yang dibeberkan dalam laporan AidData juga mengungkapkan bahwa Indonesia, dalam eksposur utang publik dan tersembunyi ke China, memiliki utang publik sebesar USD 5 miliar, dan lebih dari USD 20 miliar utang tersembunyi.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Contoh Pinjaman

20150813-Mata Uang Yuan-Jakarta
Petugas menghitung uang pecahan 100 Yuan, Jakarta, Kamis (13/8/2015). Biang kerok keterpurukan kurs rupiah dan sejumlah mata uang negara lain adalah kebijakan China yang sengaja melemahkan (devaluasi) mata uang Yuan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Salah satu contohnya adalah pinjaman China ke Pakistan. Pinjaman ini lebih mahal dibandingkan dengan pinjaman yang diberikan oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Komite Bantuan Pembangunan (OECD-DAC) dan kreditur multilateral ke Pakistan.

Rata-rata pinjaman China ke Pakistan, menurut AidData, memiliki tingkat bunga 3,76 persen, jangka waktu 13,2 tahun dan masa tenggang 4,3 tahun.

"Sebagai perbandingan, pinjaman tipikal dari pemberi pinjaman OECD-DAC seperti Jerman, Prancis, atau Jepang memiliki tingkat bunga 1,1 persen dan jangka waktu pembayaran 28 tahun, jauh lebih murah daripada yang ditawarkan China kepada Islamabad," kata Ammar Malik, seorang ilmuwan peneliti senior AidData yang memimpin program Tracking Underreported Financial Flows, kepada Nikkei Asia.

Meskipun biayanya tinggi, negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah seperti Pakistan menerima pinjaman yang ditawarkan oleh China kepada entitas swasta di negara mereka. Para ahli percaya bahwa negara-negara ini menerima pinjaman karena mereka tidak muncul di neraca.

"Meminjam melalui kendaraan tujuan khusus dan usaha patungan - di bawah pengaturan di luar neraca - menyediakan cara bagi pemerintah berpenghasilan rendah atau menengah untuk memfasilitasi pelaksanaan proyek infrastruktur publik besar tanpa menjadi merah dalam hal batas utang, " beber Parks.

Public and Hidden Debt Exposure to China. (Sumber: Nikkei Asia/AidData)
Public and Hidden Debt Exposure to China. (Sumber: Nikkei Asia/AidData)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya