Liputan6.com, Taipei - Taiwan berkomitmen untuk membela demokrasinya melawan China yang semakin agresif.
Presiden Tsai Ing-wen telah bersumpah, Taiwan ada dalam "bencana" jika jatuh ke China, demikian dikutip dari laman The Guardian, Selasa (5/10/2021).
Baca Juga
Komentar dari Tsai Ing-wen muncul di tengah ancaman serangan yang memecahkan rekor. Dimana, ada ratusan pesawat tempur China melintasi zona pertahanan udaranya.
Advertisement
Tentara China (PLA) telah mengirim hampir 150 pesawat ke zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ) Taiwan dalam empat haru berturut-turut.
Kemudian, oleh para tokoh dan media disebut sebagai demonstrasi kekuatan tetapi banyak yang mengutuknya sebagai tindakan intimidasi dan agresi.
Menulis untuk majalah Foreign Affairs, Tsai menekankan keinginan Taiwan untuk perdamaian tetapi mengatakan "jika demokrasi dan cara hidupnya terancam, Taiwan akan melakukan apa pun untuk mempertahankan diri".
Namun dia juga mendesak negara-negara lain untuk "memahami nilai bekerja dengan Taiwan", melawan ancaman yang lebih luas yang ditimbulkan oleh Beijing.
"Dan mereka harus ingat bahwa jika Taiwan jatuh, konsekuensinya akan menjadi bencana besar bagi perdamaian regional dan sistem aliansi demokrasi."
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Klaim China Atas Taiwan
Beijing mengklaim Taiwan sebagai provinsi di China, dan telah berjanji untuk mengambilnya, dengan paksa jika perlu.
Ia menganggap pemerintah Tsai sebagai separatis, tetapi dia mengatakan Taiwan sudah menjadi negara berdaulat tanpa perlu mendeklarasikan kemerdekaan, dan tidak menginginkan konflik.
"Di tengah gangguan hampir setiap hari oleh Tentara China, posisi kami dalam hubungan lintas selat tetap konstan: Taiwan tidak akan tunduk pada tekanan, tetapi juga tidak akan berubah menjadi petualang, bahkan ketika ia mengumpulkan dukungan dari komunitas internasional," katanya.
Beberapa negara secara resmi mengakui Taiwan, sebuah situasi yang menurut Tsai telah memaksa Taiwan untuk berpikir secara asimetris, membentuk kemitraan dan perjanjian tidak resmi, dan berkontribusi pada badan-badan internasional sebagai pihak non-negara.
Dengan hubungan yang berkembang di seluruh dunia, Taiwan adalah negara demokrasi yang semakin penting, mitra dagang dan pemasok global, dan segmen penting dari rantai pulau pertama yang membentang dari Jepang utara hingga Kalimantan, kata Tsai.
"Jika garis ini dipatahkan dengan paksa, konsekuensinya akan mengganggu perdagangan internasional dan mengacaukan seluruh Pasifik barat," katanya.
"Dengan kata lain, kegagalan untuk mempertahankan Taiwan tidak hanya akan menjadi bencana besar bagi Taiwan; itu akan menjungkirbalikkan arsitektur keamanan yang memungkinkan terciptanya perdamaian dan pembangunan ekonomi yang luar biasa di kawasan selama tujuh dekade."
Advertisement
Upaya dari Negara Asing
Analis memperdebatkan seberapa dekat ancaman itu, tetapi eskalasi minggu ini dari apa yang telah berkembang menjadi serangan mendadak setiap hari, membuat pengamat khawatir dan memicu teguran dari berbagai negara.
Pada Selasa (5/10) menteri luar negeri Jepang, Toshimitsu Motegi, mengatakan dia berharap Taiwan dan China dapat menyelesaikan masalah secara damai.
Dia mengatakan Jepang sedang mempertimbangkan kemungkinan skenario untuk membuat persiapannya sendiri.
Diikuti komentar dari pemerintah Australia dan departemen luar negeri AS yang mendesak Beijing untuk menghentikan ancaman atau penggunaan kekuatannya.
Gedung Putih juga mengatakan dalam komunikasi pribadi melalui saluran diplomatik tentang tindakan China mengenai Taiwan.