Perjalanan Darat 250 Km Wajib PCR atau Antigen, Bagaimana Pengawasannya?

YLKI menyoroti kebijakan pemerintah mengenai perjalanan darat yang juga wajib PCR atau Antigen

oleh Arief Rahman H diperbarui 01 Nov 2021, 15:50 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2021, 15:50 WIB
FOTO: Di Terminal Pulogebang, Tiga Orang Terkonfirmasi Positif COVID-19
Petugas melakukan swab test antigen kepada pemudik saat arus balik Lebaran di Terminal Pulogebang, Jakarta, Jumat (21/5/2021). Pada hari ini, ada tiga pemudik terindikasi positif COVID-19. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut menyoroti mekanisme pengawasan dan layanan yang terjangkau masyarakat menyusul pemerintah yang menerapkan syarat wajib hasil PCR dan Antigen bagi pelaku perjalanan darat.

Diketahui, kebijakan itu telah mulai diterapkan pemerintah untuk perjalanan darat di wilayah Jawa-Bali dengan perjalanan minimum 250 km atau selama 4 jam. Aturan ini berlaku bagi kendaraan pribadi maupun angkutan umum.

Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno menyoroti mekanisme pengawasan yang perlu ditinjau oleh pemerintah. Ia mengacu juga pada penerapan wajib PCR atau Antigen yang telah dilakukan pada moda transportasi kereta api.

“Ini kalau diterapkan siapa yang mengawasi? Selama ini kebijakan tersebut sistem di kereta api ada mekanismenya, kalau di transportasi lain, ini harus dijelaskan siapa yang mengawasi implementasi di lapangan, jangan sampai kebijakan dibuat tapi di lapangan tak ada yang mengawasi,” katanya saat dihubungi Liputan6.com, Senin (1/11/2021).

Ia juga menyoroti bahwa pengawasan ini harus berjalan secara kontinyu. Artinya ada sistem pengawasan yang dibangun sehingga mampu berjalan secara berkelanjutan.

“Implementasi ini scara sistem, bukan ketika awal ada kebijakan, ada pengawasan, kemudian dilepas begitu saja,” katanya.

Sebelumnya, ia menilai adanya pengawasan yang tak merata akan menimbulkan masalah tersendiri. Misal hanya beberapa moda yang mendapatkan pengawasan secara lebih ketat.

“YLKI berpandangan kebijakan penggunaan ini ya bisa diakomodir ketika itu ada pengawasan di lapangan,” tegas Agus.

Sementara itu, mengacu pada penerapan syarat perjalanan serupa pada masa awal PPKM, Agus menilai pemerintah perlu memberikan data hasil penerapan saat itu. Pasalnya, data itu akan berpengaruh pada pandangan masyarakat melihat kebijakan wajib PCR atau Antigen ini.

“Nah daya itu yang harus disampaikan kepada publik ketika kemarin PPKM pemerintah melaksanakan aturan, efektifitasnya seperti apa, seberapa jauh ditemukan di lapangan orang yang tidak membawa, tidak menunjukkan bukti, dan terbukti positif,” tuturnya.

Jika tak dibuka ke publik, Agus khawatir itu akan menghadirkan kebingungan di masyarakat sehingga merasa tak diuntungkan dengan kebijakan yang demikian.

“Karena dalam hal ini (wajib PCR atau Antigen) ada penambahan biaya, ketika masyarakat melakukan perjalanan akan ada penurunan, meski yang mengetahui datanya adalah pengelola perjalanan,” katanya.

“Kalau di Kereta Api sendiri kan ini masih berjalan, (sistem) mereka mewajibkan hasil PCR atau Antigen ini bisa direplikasi di moda transportasi lain,” imbuhnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Layanan Murah

Tes swab antigen pemudik di Bandara Soetta
Petugas melakukan tes swab antigen secara acak terhadap penumpang pesawat di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) saat arus balik Lebaran 2021. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

Lebih lanjut, Agus menilai dengan penerapan seperti ini perlu ada peran pemerintah yang mampu memberikan layanan tes yang terjangkau di lokasi seperti terminal.

“Artinya ketika ada penerapan ini, Kemenhub bisa di beberapa terminal memberikan semacam layanan antigen yang terjangkau, di kereta api sendiri juga menyediakan dan harganya jauh lebih murah,” katanya.

“Syukur-syukur bisa kerja sama dengan pemerintah daerah untuk bisa berikan subsidi dan ditekan semaksimal mungkin, kalau tes di luar kan lebih mahal,” katanya.

Sementara itu, Agus menilai jika tujuan pemerintah untuk menekan mobilitas masyarakat, kebijakan yang bisa diambil adalah dengan menyetop moda transportasi sebagaimana yang pernah dilakukan beberapa waktu lalu.

“Kalau tadi saya sampaikan kalau bisa menekan atau tidak sebenarnya mobilitas itu berdasarkan kepentingan, mobilitas ini kan cukup tinggi, inikan satu sisi jadi positif ketika pemerintah mulai terapkan pergerakan ekonomi untuk bangkitkan sektor ekonomi sementara di sisi lain ini jadi catatan baru ketika harus dibatasi pergerakannya, ini mau dibawah kemana, apa tetap batasi pergerakan atau percepat pertumbuhan ekonomi,” paparnya.

Menyetop transportasi, kata Agus, dimaksudkan untuk tidak timbulnya kebijakan yang tidak merata. Pasalnya, jika tetap diberlakukan syarat wajib PCR atau Antigen ini akan membutuhkan biaya yang cukup besar bagi pelaku perjalanan.

“Ini menjadi hanya kelompok tertentu sementara kelompok lainnya tak bisa melakukan perjalanan dengan alasan biaya yang terlalu mahal,” tukasnya.

 

Aturan Kemenhub

FOTO: Di Terminal Pulogebang, Tiga Orang Terkonfirmasi Positif COVID-19
Petugas saat melakukan swab test antigen kepada para pemudik saat arus balik Lebaran di Terminal Pulogebang, Jakarta, Jumat (21/5/2021). Satu minggu setelah Lebaran, pemudik yang tiba di Terminal Pulogebang wajib menjalani tes COVID-19. (merdeka.com/Imam Buhori)

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menetapkan aturan baru bagi pelaku perjalanan jauh dengan moda transportasi darat dan penyeberangan dengan ketentuan jarak.

Mereka yang diatur adalah yang melakukan perjalanan transportasi darat minimal 250 km atau waktu perjalanan 4 jam dari dan ke Pulau Jawa dan Bali.

Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran nomor SE 90 Tahun 2021 mengenai Perubahan Atas Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor SE 86 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Darat Pada Masa Pandemi Covid-19.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menjelaskan, pelaku perjalanan jauh dengan moda transportasi darat dan penyeberangan yang melakukan perjalanan minimal 250 km atau waktu perjalanan 4 jam dari dan ke Pulau Jawa dan Bali wajib menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama.

Kemudian menunjukkan surat keterangan hasil RT-PCR maksimal 3x24 jam atau antigen maksimal 1x24 jam sebelum perjalanan.

"Ketentuan syarat perjalanan tersebut berlaku bagi pengguna kendaraan bermotor perseorangan, sepeda motor, kendaraan bermotor umum, maupun angkutan penyeberangan," kata Budi Setiyadi dikutip dari Antara, Minggu (31/10/2021). 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya