Menaker: Upah Minimum Buruh di Indonesia Terlalu Tinggi

Serikat buruh kembali menuntut kenaikan upah minimum di 2022.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Nov 2021, 19:38 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2021, 19:33 WIB
20160929-Demo-Buruh-Jakarta-FF
Ribuan buruh dari berbagai elemen melakukan longmarch menuju depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya mereka menolak Tax Amnesty serta menaikan upah minumum provinsi (UMP) sebesar Rp650 ribu per bulan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Serikat buruh kembali menuntut kenaikan upah minimum di 2022. Namun demikian, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengatakan, kondisi upah minimum di Indonesia saat ini terlalu tinggi.

Tingginya upah minimum ini menyebabkan pengusaha sulit menjangkaunya. Hal ini diukur dengan suatu metode yang disebut Kaitz Indeks.

"Terdapat suatu metode yang secara nternasional di gunakan untuk mengukur tinggi rendahnya suatu upah minimum di suatu wilayah, yaitu dengan membandingkan besaran upah minimum yang berlaku dengan median upahnya (kaitz indeks)," katanya, Jakarta, Selasa (16/11/2021).

Ida melanjutkan, besaran upah minimum saat ini hampir di seluruh wilayah sudah melebihi median upah. Bahkan Indonesia menjadi satu-satunya negara dengan Kaitz Index lebih besar dari 1, di mana idealnya berada pada kisaran 0,4 sampai dengan 0,6.

"Kondisi upah minimum yang terlalu tinggi tersebut menyebabkan sebagian besar pengusaha tidak mampu menjangkaunya dan akan berdampak negatif terhadap implementasinya di lapangan," jelas Menaker.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tak Mencerminkan Kinerja Buruh

Aksi Ratusan Buruh Tolak UU Cipta Kerja
Presiden KSPI Said Iqbal saat berorasi di depan para buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Hal tersebut, kata Ida, sudah sangat terlihat yaitu dengan upah minimum dijadikan upah efektif oleh pengusaha sehingga kenaikan upah cenderung hanya mengikuti upah minimum tanpa didasari oleh kinerja individu.

"Hal ini juga yang kemudian membuat teman-teman serikat pekerja atau serikat buruh lebih cenderung menuntut kenaikan upah minimum dibandingkan membicarakan upah berbasis kinerja atau produktivitas," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya