Libur Nataru Jadi Biang Kerok Inflasi Desember 2021 Naik

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laju inflasi Desember tercatat 1,87 persen (yoy), meningkat dari angka November 1,75 persen (yoy).

oleh Tira Santia diperbarui 03 Jan 2022, 21:17 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2022, 21:01 WIB
20161003-Pasar Tebet-Jakarta- Angga Yuniar
Pedagang merapikan barang dagangannya di Tebet, Jakarta, Senin (3/10). Secara umum, bahan makanan deflasi tapi ada kenaikan cabai merah sehingga peranannya mengalami inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laju inflasi Desember tercatat 1,87 persen (yoy), meningkat dari angka November 1,75 persen (yoy). Kondisi ini dipengaruhi berlanjutnya tren menguatnya inflasi inti dan administered price.

Kenaikan inflasi tersebut seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan mobilitas masyarakat di masa Natal dan Tahun Baru atau Nataru karena kondisi pandemi yang mulai terkendali. Selain itu, faktor kenaikan harga pangan juga mendorong naiknya inflasi volatile food karena faktor cuaca basah.

"Membaiknya sisi permintaan seiring naiknya mobilitas masyarakat di masa perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) mendorong inflasi inti meningkat di tengah risiko tekanan inflasi dari luar negeri (imported inflation)," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam keterangan resminya, Jakarta, Senin (3/1/2021).

Secara bulan ke bulan, BPS mencatat, terjadi inflasi sebesar 0,57 persen (mtm) dan secara spasial, 88 kota mengalami inflasi dengan 2 kota mengalami deflasi. Inflasi inti terus melanjutkan tren peningkatan, mencapai kisaran 1,56 persen (yoy), naik dari angka November yakni 1,44 persen (yoy).

Peningkatan yang tercermin pada inflasi di tingkat grosir, terutama untuk kelompok produk manufaktur dan bahan bangunan. Ini juga mencerminkan para pengusaha telah membebankan (passthrough) ke harga konsumen meskipun masih terbatas.

Inflasi harga diatur Pemerintah (administered price) melanjutkan tren peningkatan mencapai 1,79 persen (yoy), naik dari November 1,69 persen (yoy). Naiknya komponen ini didorong peningkatan tarif angkutan udara seiring meningkatnya mobilitas masyarakat antardaerah, terutama di masa perayaan Nataru.

"Pemerintah terus berkomitmen untuk menjaga momentum pemulihan konsumsi masyarakat dengan memberlakukan kebijakan akomodatif pada harga energi domestik," kata dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Inflasi Makanan

FOTO: Kenaikan Harga Minyak Goreng Penyumbang Utama Inflasi
Pedagang menata minyak goreng di sebuah pasar di Kota Tangerang, Banten, Selasa (9/11/2011). Bank Indonesia mengatakan penyumbang utama inflasi November 2021 sampai minggu pertama bulan ini yaitu komoditas minyak goreng yang naik 0,04 persen mom. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Inflasi makanan bergejolak (volatile food) mengalami peningkatan, mencapai 3,20 persen (yoy), naik dari angka November 3,05 persen (yoy).

Peningkatan ini didorong oleh kenaikan harga aneka cabai, telur dan daging ayam ras, minyak goreng, dan beberapa jenis sayuran seiring kondisi cuaca basah di tengah permintaan yang meningkat menjelang akhir tahun.

Sementara, kenaikan minyak goreng didorong masih meningkatnya harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) global seiring permintaan global yang meningkat. Selain itu, kebijakan operasi pasar dan pasar murah, serta pembatasan pembelian ritel dilakukan sebagai langkah stabilisasi harga serta mengantisipasi kelangkaan barang.

“Melihat perkembangan inflasi, Pemerintah terus memberikan dukungan terhadap akses pangan masyarakat, khususnya untuk kelompok miskin dan rentan melalui pemberian bantuan sosial," kata dia.

Febrio menambahkan, sampai dengan 30 November 2021, anggaran perlindungan sosial sudah tersalur sebesar Rp 370,5 Triliun. Realisasi tersebut telah mencapai 100,7 persen dari APBN 2021.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya