Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menjalankan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pajak atau sering disebut tax amnesty jilid II sejak 1 Januari 2022. Hingga saat ini, sudah ada 2.078 wajib pajak yang ikut program tax amnesty jilid II ini.
Mengutip data pajak.go.id, Minggu (9/1/2022), nilai pengungkapan harta yang sudah terdata mencapai Rp 1,043 triliun hingga 8 Januari 2022. Jumlah tersebut berasal dari 2.208 surat keterangan.
Sedangkan untuk jumlah PPh yang dikumpulkan mencapai Rp 125,20 miliar. Untuk jumlah deklarasi dari dalam negeri sebesar Rp 891,01 miliar. Sedangkan deklarasi dari luar negeri mencapai 93,41 miliar.
Advertisement
PPS atau tax amnesty jilid II adalah pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta.
Pelaporan PPS dilakukan secara online melalui akun wajib pajak di situs djponline.pajak.go.id dalam jangka waktu 24 jam sehari dan tujuh ari seminggu dengan standar Waktu Indonesia Barat (WIB).
Ada dua Kriteria Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan PPS. Pertama adalah Wajib Pajak peserta Tax Amnesty. Kedua Wajib Pajak Orang Pribadi.
Waktu pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela mulai dari 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Syarat Lengkap dan Cara Ikut Program Tax Amnesty Jilid II Mulai 1 Januari 2022
Pemerintah menetapkan PMK-196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak pada 22 Desember 2021 dan mengundangkan PMK tersebut pada 23 Desember 2021.
Beleid tersebut merupakan aturan pelaksanaan untuk Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), PPS akan berlaku 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Neilmaldrin Noor, mengharapkan Wajib Pajak (WP) dapat mengikuti PPS karena program ini memiliki banyakmanfaat untuk WP.
“PPS adalah kesempatan yang diberikan kepada WP untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh (Pajak Penghasilan) berdasarkan pengungkapan harta. Banyak manfaat yang akan diperoleh WP,di antaranya, terbebas dari sanksi administratif dan perlindungan data bahwa data harta yang diungkapkan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP," kata dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (27/12/2021).
"PPS diselenggarakan dengan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela WP sebelumpenegakan hukum dilakukan dengan basis data dari pertukaran data otomatis (AEoI) dan dataILAP yang dimiliki DJP,” ungkap Neilmaldrin menjelaskan.
Ruang lingkup Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak ini yaitu:
1. WP Orang Pribadi (OP)
2. Harta perolehan 2016-2020yang belum dilaporkan dalam SPTTahunan 2020
3. 18 persen untuk harta deklarasi LN dan 14 untuk harta LN repatriasi dan harta deklarasi DN
4. 12 persen untuk harta LN repatriasi dan harta deklarasi DN yangdiinvestasikan dalamSBN/hilirisasi SDA/renewableenergy
Program dilaksanakan selama 6 bulan (1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022). Untuk kebijakan, harus memenuhi syarat:
(a) tidak sedang diperiksa atau dilakukan pemeriksaan bukti permulaan untuk tahun pajak 2016, 2017, 2018, 2019, dan 2020;
(b) tidak sedang dilakukan penyidikan, dalam proses peradilan, atau sedang menjalani tindak pidana di bidang perpajakan.
Tata Cara Pengungkapan
Adapun tata cara pengungkapan Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak antara lain:
- Pengungkapan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH)yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps. SPPHdilengkapi dengan:
a. SPPH induk;
b. Bukti pembayaran PPh Final;
c. Daftar rincian harta bersih;
d. Daftar utang;
e. Pernyataan repatriasi dan/atau investasi.
Tambahan kelengkapan untuk peserta kebijakan II:
a. Pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum);
b. Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.
- Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untukmembetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung,atau perubahan tarif.
- Peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPHselanjutnya dengan nilai 0. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPSdan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.
- Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, 427, untuk kebijakan II, 428.Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk).
- PPh Final yang harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurangutang).
- Untuk kebijakan I, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per31 Desember 2015, yaitu:
a. Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.
b. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah/bangunan dan Nilai Jual KendaraanBermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.
c. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.
d. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham danwaran yang diperjualbelikan di PT BEI.
e. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN danefek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.f. Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa PenilaianPublik (KJPP).
- Untuk kebijakan II, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per31 Desember 2020, yaitu:
a. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.
b. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.
c. Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari hartasejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.
Advertisement