Catat, Harga Minyak Goreng Rp 14.000 per Liter Mulai 19 Januari 2022 Pukul 00.00 WIB

Pemerintah memastikan menambah alokasi subsidi untuk minyak goreng dari sebelumnya Rp 3,6 triliun menjadi Rp 7,6 triliun

oleh Tira Santia diperbarui 18 Jan 2022, 16:50 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2022, 16:50 WIB
FOTO: Kenaikan Harga Minyak Goreng Penyumbang Utama Inflasi
Pedagang menata minyak goreng di sebuah pasar di Kota Tangerang, Banten, Selasa (9/11/2011). Bank Indonesia mengatakan penyumbang utama inflasi November 2021 sampai minggu pertama bulan ini yaitu komoditas minyak goreng yang naik 0,04 persen mom. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memastikan menambah alokasi subsidi untuk minyak goreng dari sebelumnya Rp 3,6 triliun menjadi Rp 7,6 triliun. Hal ini dilakukan lantaran harga minyak goreng di pasaran masih mahal.

Pemerintah memastikan kembali agar masyarakat dapat memperoleh harga minyak goreng kemasan dengan harga terjangkau Rp14.000,00 per liter.

Upaya menutup selisih harga ini tidak hanya diberikan untuk minyak goreng kemasan 1 liter, tetapi juga diberikan untuk minyak goreng dalam kemasan 2 liter, 5 liter, dan 25 liter.

Minyak goreng kemasan dengan harga khusus tersebut akan disediakan sebanyak 250 juta liter per bulan selama jangka waktu 6 bulan. Pemerintah juga akan terus melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin, minimal 1 bulan sekali, terkait dengan implementasi kebijakan ini.

“Pemberlakuan kebijakan satu harga untuk minyak goreng yakni sebesar Rp14.000,00 per liter akan di mulai pada hari Rabu tanggal 19 Januari 2022 pukul 00.00 WIB di seluruh Indonesia. Namun, khusus untuk pasar tradisional diberikan waktu penyesuaian selambat-lambatnya 1 minggu dari tanggal pemberlakuan,” tegas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Selasa (18/1/2022).

Keputusan ini diambil sesuai hasil Rapat Komite Pengarah BPDPKS yang dipimpin langsung oleh Menko Airlangga. 

Turut hadir dalam rapat tersebut Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Direktur Utama BPDPKS, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral diwakili Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Menteri Pertanian diwakili Kepala Badan Ketahanan Pangan.

Selain itu, Menteri Keuangan diwakili Direktur Jederal Perbendaharaan, Menteri PPN/Kepala Bappenas diwakili Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Ketua Dewan Pengawas BPDPKS, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Sekretariat Komite Pengarah BPDPKS, Narasumber Utama Komite Pengarah, dan Tim Asistensi Menko Perekonomian.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

YLKI Curiga Ada Penimbunan Besar-besaran Minyak Goreng

Tahun Depan, Minyak Curah Dilarang Dijual di Pasar
Pedagang tengah menata minyak curah yang dijual di pasar di Kota Tangerang, Banten, Kamis (25/11/2021). Pemerintah melarang peredaran minyak goreng curah ke pasar per tanggal 1 Januari 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengendus ada praktik kartel dalam urusan harga minyak goreng yang melambung di tanah air. Alasannya, Indonesia sebagai produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia tak mampu menstabilkan harga minyak goreng di harga wajar.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai, jika indonesia sebagai produsen terbesar CPO, seharusnya harga minyak goreng tak akan melambung tinggi di pasaran domestik. Kemudian, ia pun menduga peningkatan demand di periode Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru) bukan penyebab kenaikan harga yang belum kunjung menurun.

“Sejak awal saya menduga bahwa ini bukan efek nataru, karena kalau efek nataru tentu kenaikannya tidak gila-gilaan atau diluar batas kewajaran. Oleh karena itu ini ada dugaan kartel atau praktik usaha persaingan tidak sehat lainnya. Sehingga sangat mendistorsi pasar baik dari segi harga atau pasokan,” katanya dalam pesan suara yang diterima Liputan6.com, Jumat (14/1/2022).

Dengan begitu, ia meragukan upaya pemerintah yang mengguyur subsidi Rp 3,6 triliun untuk menurunkan harga minyak goreng tak akan menyelesaikan masalah. Justru malah akan membuang-buang anggaran.

“Karena sebenarnya penyakit intinya bukan soal itu saja, tapi harusnya pemerintah mengendus dan membongkar adanya dugaan kartel terhadap bisnis CPO dan minyak goreng di indonesia,” kata Tulus.

Lebih lanjut, Tulus menerangkan guna menyendalikan harga minyak goreng pemerintah tak hanya menggunakan instrumen subsidi. Ia menekankan pemerintah mulai mengejar kemungkinan terjadi praktik bisnis yang menyimpang.

“Sekali lagi tak cukup mengguyur Rp 3,5 triliun bahkan itu bisa merupakan kebijakan yang sia-sia kalau pemerintah tak coba bongkar di sisi hulu berupa dugaan kartel dan kemudian membongkar juga dari praktik-praktik tidak sehat lainnya berupa penimbunan,” terangnya.

Ia menegaskan penimbunan pasokan minyak goreng merupakan praktik yang jelas dilarang dalam undang-undang perdagangan. Sehingga ia menyebut polisi seharusnya sudah bisa bekerja cepat dalam menginvestigasi dugaan tersebut.

“Polisi bisa lakukan upaya pipdana untuk hal tersebut. Tapi sayangnya polisi belum melakukan upaya-upaya yang lebih signifikan atau bahkan belum lakukan upaya untuk bongkar dugaan penimbunan dalam skala besar,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya