KSSK Susun Siasat Atasi Scarring Effect Pandemi, Apa Itu?

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) saat ini tengah merumuskan langkah-langkah kebijakan dalam meminimalkan scarring effect dampak pandemi covid-19.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Feb 2022, 13:20 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2022, 13:20 WIB
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
Menteri Keuangan Sri Mulyani, (kedua kiri) didampingi Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Gubernur BI Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah saat konpers hasil rapat KSSK, Jakarta Selasa (31/7). (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) saat ini tengah merumuskan langkah-langkah kebijakan dalam meminimalkan scarring effect dampak pandemi covid-19. Hal itu disampaikan Menteri Keuangan sekaligus Ketua KSSK Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers KSSK, Rabu (2/2/2022).

Scarring effect adalah kondisi di mana masyarakat takut untuk membelanjakan dan menginvestasikan uangnya.

Menkeu menjelaskan, Pemerintah telah berupaya meminimalkan scarring effect di masayarakat melalui berbagai cara.

Misalnya, OJK telah mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan, dan LPS menetapkan tingkat bunga penjaminan yang rendah dan memberikan relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi penjaminan perbankan.

“Sinergi dari kebijakan yang ada di dalam domainnya KSSK juga ditunjukkan untuk menciptakan terbentuknya tingkat suku bunga di sektor jasa keuangan yang lebih efisien,” kata Menkeu.

Dengan dukungan dari berbagai kebijakan elemen KSSK tersebut pemulihan ekonomi telah terjadi hampir di semua sektor dan juga semakin merata.

Meskipun demikian, kecepatan pemulihan dari berbagai sektor masih sangat tergantung pada jenis aktivitas usaha dan dampak dari pandemi terhadap sektor-sektor tersebut.

“Inilah yang disebut sebagai scarring Effect yang KSSK akan terus meneliti dan kemudian merumuskan langkah-langkah di dalam rangka untuk meminimalkan scarring Effect,” ujarnya.

Disisi lain, meskipun kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan dilakukan untuk menekan scarring effect. Namun, masih terdapat potensi risiko yang perlu diwaspadai, baik dari sisi domestik maupun global, yakni potensi risiko dari sisi domestik terutama terkait kenaikan kasus Covid-19.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Potensi Risiko Global

Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuanga Sri Mulyani Indrawati (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sementara potensi risiko global antara lain gangguan rantai pasok di tengah kenaikan permintaan, yang mendorong peningkatan tekanan inflasi terutama akibat kenaikan harga energi, serta berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global.

Hal itu sejalan dengan percepatan kebijakan normalisasi the Fed dalam merespons tekanan inflasi AS yang meningkat, serta peningkatan tensi geopolitik di kawasan Baltik.

Demikian, paket kebijakan terpadu KSSK untuk peningkatan pembiayaan dunia usaha yang diterbitkan pada Februari 2021 turut berperan dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi.

“Sinergi kebijakan baik yang bersifat across the board (berlaku pada seluruh sektor) maupun yang spesifik pada sektor tertentu (sector specific) berkontribusi dalam menjaga momentum pemulihan di tahun 2021,” ujar Menkeu.

Kebijakan across the board yang diberikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) antara lain insentif fiskal dan dukungan belanja Pemerintah untuk turut menjaga kinerja keuangan dunia usaha dan mendorong daya beli masyarakat. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya