Liputan6.com, Jakarta - Pengeluaran konsumen menjadi salah satu dukungan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat di tengah keberadaan varian baru Covid-19 Omicron. Pada Januari 2022, negara itu mencatatkan lonjakan penjualan ritel.Â
Dilansir dari Aljazeera, Kamis (17/2/2022) Departemen Perdagangan AS mengungkapkan bahwa penjualan ritel dan restoran melonjak 3,8 persen pada Januari 2022 dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Lonjakan tersebut juga merupakan kenaikan terkuat sejak Maret 2021 lalu. Selain itu, lonjakan itu juga melampaui perkiraan analis mengingat adanya gelombang infeksi Covid-19 Omicron di AS pada Januari 2022, dan tingkat inflasi konsumen mencapai level tertinggi dalam 40 tahun.
Advertisement
Dibandingkan tahun lalu, penjualan ritel di AS naik 0,9 persen di bulan itu.
Namun, Ekonom senior AS di Capital Economics Michael Pearce melihat lonjakan penjualan ritel ini sebagai pemulihan dari penurunan yang dilaporkan pada akhir 2021.
"Rebound yang kuat yaitu 3,8 persen dalam penjualan ritel pada bulan Januari tidak sebagus kelihatannya, karena ini merupakan pemulihan dari penurunan 2,5 persen yang direvisi pada Desember," kata Michael Pearce.
"Penurunan tajam pada Desember 2021 yyang diikuti oleh rebound pada bulan Januari adalah pengulangan dari pola yang terlihat pada 2018, 2020 dan 2021 - yang sekarang sangat jelas merupakan masalah penyesuaian musiman terkait dengan pergeseran waktu pengeluaran di musim liburan," jelasnya.
Kekhawatiran Lainnya
Beberapa ekonom melihatnya bahwa pengeluaran konsumen AS, yang mendorong sekitar dua pertiga dari pertumbuhan ekonomi di negara itu – akan terus meningkat di bulan-bulan mendatang.
Namun mereka juga melihat risiko lain, terutama dari kenaikan inflasi AS dan berakhirnya Kredit Pajak Anak (Child Tax Credit) pemerintah federal.
"Perbaikan cepat dalam situasi kesehatan masyarakat memberikan panggung untuk pertumbuhan konsumsi yang kuat di bulan-bulan mendatang, dengan rotasi pengeluaran ke layanan kemungkinan akan mendapatkan kembali daya tariknya," kata Lydia Boussour, ekonom utama AS di Oxford Economics.
"Namun juga ada risiko bahwa berakhirnya Kredit Pajak Anak dan kenaikan harga yang terus-menerus dapat mengurangi kemauan dan kemampuan konsumen untuk berbelanja," ungkapnya.
Advertisement