Liputan6.com, Jakarta Ahmad Irawan yang merupakan kuasa hukum dari pengusaha Mardani H. Maming (Mardani Maming) mengatakan bahwa kliennya menerima surat penetapan tersangka dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu 22 Juni 2022.
"Sudah. Terima hari Rabu, 22 Juni 2022 kemarin," ujar Ahmad saat dikonfirmasi, Jumat (24/6/2022).
Baca Juga
Mardani Maming adalah Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Maming ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan suap izin pertambangan.Â
Advertisement
Ahmad menjelaskan, Mardani Maming belum memutuskan apakah akan melawan KPK melalui praperadilan atau tidak. Pasalnya, Mardani Maming sempat menyatakan ada kriminalisasi dalam proses hukum terhadapnya.
"Kita pelajari dulu. Hak hukum yang diberikan dan ruang hukum yang tersedia kita akan manfaatkan untuk mendapatkan keadilan," kata Ahmad.
Untuk diketahui, Mardani Maming lahir pada 17 September 1981. Ia politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang menjabat Ketua Umum HIPMI periode 2019–2022. Selain itu ia juga menjabat sebagai Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2022–2027.
Sebelumnya, ia pernah menduduki posisi Bupati Tanah Bumbu periode 2010–2015 dan 2016–2018.Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mafia Hukum
Mardani Maming sebelumnya menyebut ada oknum yang berkolaborasi membuat kekuatan bisnis dengan mafia hukum. Mardani pun merasa tengah dikriminalisasi dengan adanya mafia hukum.
Plt Jur Bicara KPK Ali Fikri menegaskan tak ada kriminalisasi dalam kasus yang menyeret Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Mardani Maming. Ali meminta Maming tak memutar opini publik terkait kasus yang menyeret namanya.
"KPK berharap, pihak-pihak tertentu tidak menghembuskan opini tanpa landasan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan, yang justru akan kontraproduktif dalam penegakkan hukum tindak pidana korupsi," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (21/6/2022).
Ali memastikan dalam mengusut kasus ini, KPK berlandaskan aturan hukum dan perundang-undangan. Menurut Ali, tim penyidik sudah mengantongi minimal dua alat bukti saat menaikkan status penanganan kasus dari penyelidikan ke penyidikan.
"Sekali lagi kami pastikan, KPK memegang prinsip bahwa menegakkan hukum tidak boleh dilakukan dengan cara melanggar hukum itu sendiri," ujar Ali.
Advertisement
Analisis Pakar Hukum Soal Kasus Mardani Maming
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, memberikan pandangannya terkait kasus Penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bambu, Nomor 296 tahun 2011 yang diteken Bendahara Umum PBNU, Mardani Maming.
Diketahui, SK itu berisi persetujuan pelimpahan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP-OP) Batubara PT Bangun Karya Pratama Lestari ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
Menurut Supardji, secara hukum SK persetujuan IUP tersebut sah karena telah melalui proses hukum teknis administrasi mulai dari tingkat dinas. Baik tentang persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial yang secara prosedural telah dilalui.
"Dalam kasus cacat prosedur merupakan Ranah Hukum Administrasi untuk penyelesaiannya. Kecuali jika terdapat maladministrasi, utamanya bila terjadi penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir)," jelas Suparji dalam keterangannya, Kamis (22/6/2022).
Dalam legal opinion, Suparji menyimpulkan bahwa penerbitan SK Bupati Tanah Bambu yang saat itu dijabat Mardani Maming sah.
Ia menegaskan, cacat administrasi dalam penerbitan SK Bupati Tanah Bambu No: 296 tahun 2011, itu cukup ditempuh dengan mengajukan permohonan pembatalan kepada pejabat yang menerbitkan SK tersebut, pejabat atasan Bupati, atau mengajukan gugatan pembatalannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Apalagi, menurut Suparji, Bendum PBNU itu tidak menerima gratifikasi sesuai pengakuan terdakwa di persidangan.
"(Dalam persidangan) Dwijono tetap menegaskan Mardani Maming tidak menerima grativikasi sama sekali. Uang haram itu hanya dinikmati sendiri oleh terdakwa Dwidjono," katanya.
Â