Sri Mulyani Sepakat dengan Menkeu AS Janet Yellen: Perang Rusia-Ukraina Picu Krisis Energi dan Pangan

Menkeu Sri Mulyani dengadakan pertemuan bilateral dengan Menkeu AS Janet Yellen di Nusa Dua, Bali. Pertemuan ini membicarakan krisis energi dan pangan dampak dari perang Rusia-Ukraina.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jul 2022, 09:31 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2022, 09:30 WIB
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen. (Anisyah Al Faqir/Merdeka.com)
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen. (Anisyah Al Faqir/Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen menyebutkan bahwa perang Rusia-Ukraina berdampak ke semua negara. Bahkan saat ini krisis energi dan krisis pangan yang terjadi berasal dari perang kedua negara tersebut. 

Saat bertemu dengan Janet Yellen, Sri Mulyani menjelaskan, negara manapun berhak mendapatkan akses terhadap pangan dan energi. Dua sektor ini harus bisa diakses siapapun dengan harga yang terjangkau.

"Penanganan krisis pangan dan energi di dunia harus diakselerasi karena sejatinya siapapun berhak untuk mengakses makanan dan energi secara terjangkau," kata Sri Mulyani dalam pertemuan bilateral RI dan AS di Nusa Dua, Bali, dikutip Minggu (17/7/2022).

Kondisi ini terjadi karena konflik di Ukraina yang jadi pemicu terus melambungnya harga energi dunia dan menyebabkan munculnya tantangan pada perekonomian global. Untuk mengatasi hal tersebut, berbagai opsi kebijakan perlu didiskusikan agar pasokan minyak dunia tetap terjaga dan harga minyak dunia dapat kembali kepada level sebelum konflik.

Selain membahas masalah pangan dan energi global keduanya juga membahas isu-isu energi dan lingkungan, serta kebijakan negara masing-masing terkait isu tersebut. Sri Mulyani menekankan pentingnya langkah konkret dan teknis.

Tidak sebatas pada ranah konseptual. Melainkan hingga mendukung implementasi peralihan penggunaan pembangkit listrik ke sumber energi yang ramah lingkungan yang membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit.

"Salah satunya adalah melalui kebijakan Energy Transition Mechanism (ETM) yang telah diinisiasi dan dicanangkan oleh Indonesia bersama Bank Pembangunan Dunia (Asian Development Bank/ADB)," kata dia.

Ia juga menegaskan, hasil dari Pertemuan Ketiga FMCBG akan dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat dunia. Hal itu selaras dengan semangat Presidensi G20 Indonesia untuk terus bekerja keras dan berkontribusi dalam menangani berbagai permasalahan utama di dunia.

Ini sebagai bukti nyata atas signifikansi dan relevansi peran Presidensi G20 Indonesia untuk mencapai pemulihan ekonomi global secara bersama. Selaras dengan arah tema Presidensi G20 Indonesia, Recover Together, Recover Stronger.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Sri Mulyani Sindir Rusia: Seharusnya Bangun Jembatan dan Bukan Tembok

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen di sela acara 3rd Finance Ministers & Central Bank Governors di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) I, Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen di sela acara 3rd Finance Ministers & Central Bank Governors di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) I, Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022). (Anisyah Al Faqir/Merdeka.com)

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pandemi Covid-19 memporak-porandakan ekonomi seluruh dunia. Hal ini bertambah lagi dengan adanya perang antara Rusia dengan Ukraina.

Ia pun meminta agar negara-negara di dunia terutama yang tergabung dalam G20 untuk saling bekerja sama untuk menghadapi tantangan ini. Mengingat dampak dari dua peristiwa tersebut ke masing-masing negara tidak sama.

Sri Mulyani menjelaskan, harga komoditas energi dan dan pangan mengalami kenaikan drastis selama pandemi dan perang. Hal ini membuat pemulihan ekonomi tersendat. Indonesia siap berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk bisa bangkit bersama dari dampak pandemi dan perang ini.

"Kami akan terus membangun jembatan dan kami tidak membangun tembok, karena kami sangat percaya bahwa dunia semakin membutuhkan lebih banyak jembatan dan koneksi, bukan perang dan perang," kata Sri Mulyani dalam pembukaan 3rd Finance Ministers & Central Bank Governors di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) I, Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).

Sri Mulyani menilai negara-negara dunia seharusnya memperkuat semangat multilateralisme. Membangun jaring pengaman untuk kerja sama di masa depan dan memperkuat komitmen untuk kemakmuran global bersama.

Dalam Presidensi G20 ini, Indonesia ingin menjadi jembatan dari ketegangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Mengingat ketegangan dua negara ini ini telah membuat harga energi dan pangan melonjak.

"Kami melihat peran kami sebagai broker yang jujur. Kami bertujuan untuk membangun jembatan," kata dia. Indonesia kata Sri Mulyani telah berkomitmen untuk mengambil tindakan kolektif yang cepat dan menggunakan semua alat yang tersedia untuk mengatasi tantangan ekonomi dan keuangan. Saat ini sudah ada beberapa kemajuan yang signifikan di beberapa bidang.

Financial Intermediary Fund

Salah satunya menuntaskan pembentukan Dana Perantara Keuangan atau Financial Intermediary Funds (FIF). Lembaga ini dibuat untuk memperkuat kapasitas Pembiayaan Kesiapsiagaan, Pencegahan dan Respons (PPR) pandemi di tingkat nasional, regional, dan global dengan fokus pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

"Kami telah sepakat untuk mendirikan sebuah peternakan perantara keuangan baru atau FIF untuk pencegahan, kesiapsiagaan dan respon pandemi yang bertempat di Bank Dunia," tuturnya.

Lembaga baru ini pun telah menghimpun dana sebesar USD 1,1 miliar dari para pendiri. Tiap negara pendiri FIF mendonasikan dana yang berbeda-beda.

Amerika Serikat dan Uni Eropa masing-masing menyumbangkan USD 450 juta atau setara Rp 6,67 triliun. Indonesia menyumbang dana sebesar USD 50 juta atau setara Rp 741,82 miliar. Singapura mendonasikan USD 10 juta atau setara Rp 148,36 miliar.

Kemudian Jerman mendonasikan 50 juta Euro, setara Rp 781,47 miliar. Sedangkan Yayasan Wellcome Trust sebesar 10 juta Poundsterling atau setara 182,15 miliar.

 

Infografis Presidensi G20 dari Tahun ke Tahun. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Presidensi G20 dari Tahun ke Tahun. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya