Liputan6.com, Jakarta Subsidi sektor energi untuk BBM dan listrik tercatat sebesar Rp 502 triliun di tahun 2022. Tingginya angka ini disebut jadi momentum transisi ke energi bersih.
Tingginya angka subsidi ini dipengaruhi oleh konsumsi BBM subsidi yang juga dinilai berlebihan. Malah ditakutkan akan habis lebih dahulu sebelum tutup tahun 2022.
Baca Juga
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Anggawira memandang ini jadi momentum transisi ke energi hijau. Sehingga, diharapkan mampu menekan beban APBN atas subsidi energi fosil.
Advertisement
"Harus dibatasi itu penggunaan pertalite terutama untuk konsumsi-konsumsi kendaraan yang sifatnya pribadi, itu harus dibatasi dan memang harus segera mendorog transisi energi penggunaan mobil listrik dan sebagainya," kata dia kepada Liputan6.com, dikutip Rabu (2/8/2022).
"Karena memang peneggunaan BBM untuk sektor publik juga masih banyak jumlahnya," tambah dia.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Batubara Indonesia (Aspebindo) ini juga melihat transisi energi tak sebatas di sektor hilir. Tapi, perlu diikuti dengan komitmen peralihan di sektor hulu, seperti halnya pembangkit listrik.
Saat ini, sekitar 70 persen pembangkit listrik di dalam negeri menggunakan bahan baku fosil. Meski, telah ada wacana untuk beralih ke energi baru terbarukan (EBT).
"Penggunaan PLN untuk keperluan pembangkit-pembangkit kalau bisa memang ada pemanfaatan daripada gas, kita kan kaya akan sumber daya gas, nah ini untuk transisi energi ini sebaiknya diarahkan kesana," bebernya.
Melalui langkah itu, harapannya, konsumsi BBM fosil termasuk subsidi akan berkurang. Imbasnya, subsidi energi yang menggunakan uang negara pun bisa berkurang.
Â
Pembatasan
Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad menyebut, penyaluran subsidi BBM yang terlalu cepat bisa berimbas ke beban keuangan negara. Maka, pembatasan yang dilakukan bisa jadi solusi.
"Kuota BBM subsidi memang terserap lebih cepat dibanding kuota yang tersedia," kata dia kepada Liputan6.com.
Realisasi penyaluran solar di Juni telah mencapai 8,3 juta kiloliter (KL). Sedangkan, kuota yang ditetapkan pada tahun ini hanya 14,9 juta KL. Begitu juga dengan pertalite, realisasinya sudah mencapai 14,2 juta KL sementara kuota yang ditetapkan tahun ini hanya 23 juta KL.
"Sehingga, pembatasan menjadi salah satu hal yang perlu dilakukan," tukasnya.
Â
Advertisement
Subsidi Tembus Rp 502 Triliun
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diberikan pemerintah sudah sangat besar yakni, mencapai Rp 502 triliun. Menurut dia, tidak ada negara mana pun yang kuat memberikan subsidi sebesar itu.
"Perlu kita ingat subsidi terhadap BBM sudah terlalu besar dari Rp170 (triliun) sekarang sudah Rp502 triliun. Negara manapun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu," kata Jokowi dalam acara Zikir dan Doa Kebangsaan di halaman Istana Merdeka Jakarta, Senin 1 Agustus 2022.
"Tapi alhamdulilah kita sampai saat ini masih kuat. Ini yang perlu kita syukuri," sambungnya.
Dia menyampaikan bahwa harga bensin di negara lain mencapai Rp31.000 sampai Rp32.000 per liter. Sedangkan, harga Pertalite di Indonesia Rp7.650 per liter.
"Kita patut bersyukur, Alhamdulilah kalau bensin di negara lain harganya sudah Rp31.000, Rp32.000. Di Indonesia Pertalilte masih harganya Rp7.650," ucapnya.