Jam Kerja Berubah, Sri Mulyani Ingin Rombak Skema Insentif PNS Kemenkeu

Sri Mulyani hendak melakukan transformasi terhadap budaya kerja di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), termasuk kebijakan insentif uang lembur bagi para PNS

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 05 Sep 2022, 17:17 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2022, 13:21 WIB
ASN di Jakarta Tetap Masuk dengan Kapasitas 75 Persen
Pegawai negeri sipil (PNS) melakukan aktivitas di Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Balai Kota, Jakarta, Senin (9/5/2022). Pemprov DKI masih menerapkan kapasitas maksimal 75 persen terhadap para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di kantor usai Lebaran Idul Fitri 1443 H/2022 M. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hendak melakukan transformasi terhadap budaya kerja di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), termasuk kebijakan insentif uang lembur bagi para PNS di bawahnya.

Perubahan insentif lembur ini dilakukan lantaran waktu kerja di Kementerian Keuangan kini telah berubah, seiring dengan sistem kerja hybrid yang sekarang banyak diterapkan.

"Pola kerja baru dari Kementerian Keuangan ini salah satunya terlihat dari jam kerja. Mulai dari jam 7.30 WIB. Kalau kita lihat akhir harinya, jam 17.00 WIB. Namun akhir pekerjaan itu bisa sampai jam 11 malam, karena kita bisa rapat malam hari sesudah makan malam dari rumah masing-masing," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (5/9/2022).

Sri Mulyani mengakui, jam kerja PNS Kemenkeu basically jadi lebih lama, meskipun aktivitas fisiknya tidak terlalu terlihat seperti dulu.

Itu juga akan sangat mempengaruhi pihak instansi untuk mendesain reward dan punishment terhadap pegawainya, juga untuk mengukur kinerja dari seluruh aparatur sipil negara di Kementerian Keuangan.

"Yang sangat terlihat, implikasi dari sisi lembur. Kalau dulu kan kerja after 5 pm adalah lembur. Kalau sekarang tiap hari lembur, karena kita kerja 24 hours," ujar Sri Mulyani.

"Hal-hal seperti ini nanti akan memunculkan pemikiran mengenai bagaimana sistem insentif yang harus kita desain dengan adanya perubahan flexible working hour dan working places, yang menyebabkan kita fokus kepada deliverable, apa yang bisa kita deliver, capai, rather than melihat daripada proses dan tempat maupun waktunya dari mengerjakan pekerjaan tersebut," ungkapnya.

Kendati begitu, Sri Mulyani juga tak ingin abai pada aparaturnya yang bertugas memberikan pelayanan publik dan masih memiliki waktu kerja laiknya pekerja kantoran pada umumnya.

"Walaupun pelayanan publik yang bisa juga dilakukan secara digital, kita konversikan seperti yang kita lakukan dengan pelayanan publik secara digital," pungkas Sri Mulyani.

 

Tak Hanya Level Nasional, Pegawai Kemenkeu Harus Kuasai Ekonomi di Daerah

Gedung Kementerian Keuangan. (Dok Kemenkeu)
Gedung Kementerian Keuangan. (Dok Kemenkeu)

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menginginkan Kementerian Keuangan dapat mengerti mengenai ekonomi daerah di berbagai wilayah di Indonesia. Sebagai seluruh jajarannya di daerah perlu berevolusi untuk lebih memahami bagaimana dinamika ekonomi di daerah.

Alasannya dia menilai selama ini Kementerian Keuangan sangat paham akan perekonomian tingkat nasional dan angka-angka agregatnya di nasional. Hal sebaliknya justru terjadi dalam memahami perekonomian tiap daerah karena memiliki karakteristik yang beda-beda,

“Salah satu evolusi yang mau kita dorong ke depan adalah supaya Kementerian Keuangan makin mengerti mengenai perekonomian daerah yang sangat beragam ini,” kata Suahasil seperti dikutip dari kemenkeu.go.id.

Dia menjelaskan pegawai Kementerian Keuangan duduk di atas data APBN yang luar biasa besarnya. Sumber data dari APBN tersebut harus dapat dibedah dan dihubungkan dengan kondisi ekonomi di masing-masing daerah.

“Yang bisa membedah, bisa membaca, bahkan bisa meng-connect dengan kondisi ekonomi yang di daerah ya Ibu Bapak yang ada di masing-masing daerah,” ujarnya.

Adanya data-data yang dimiliki, jajaran Ditjen Perbendaharaan memiliki peran strategis untuk memberikan dorongan, masukan, dan rekomendasi kebijakan bagi satuan kerja Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

Arahan Menteri Keuangan kepada pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Perbendaharaan yang seharusnya tidak hanya menjadi bendahara, tetapi juga menjadi regional economist dalam menjelaskan fungsi dan kebijakan fiskal.

Dampak APBN ke Daerah

Gedung Kementerian Keuangan di Jakarta Pusat. (Dok kemenkeu.go.id)
Gedung Kementerian Keuangan di Jakarta Pusat. (Dok kemenkeu.go.id)

Hal tersebut dapat dilakukan dengan melihat bagaimana dampak APBN di masing-masing daerah, memiliki sensitivitas dan kerangka berpikir bahwa uang negara harus menghasilkan manfaat maksimal bagi rakyat dan bagi perekonomian.

“Ibu Bapak yang ada di Ditjen Perbendaharaan adalah palang pintu terakhir Kementerian Keuangan sebelum uang rakyat itu pindah ke rekening orang lain, sebelum ditransfer kepada daerah, sebelum menjadi pembayaran gaji, sebelum menjadi transfer kepada penerima PKH (Program Keluarga Harapan), kepada penerima BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai),” kata Suahasil.

Sebagai pesan terakhir, Suahasil berharap seluruh jajaran Kementerian Keuangan di daerah melakukan sinergi dalam mengelola keuangan negara untuk perekonomian Indonesia yang lebih baik.

“Kita terus dalami peran ini, bukan hanya sekadar bendahara, bukan hanya sekedar bendaharawan dan bendaharawati, tapi yang menjaga perekonomian regional. Sinergi ini yang kita coba bangun. Semoga ini dapat menciptakan sinergi baru di antara Ibu Bapak Kakanwil,” kata dia mengakhiri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya