Jokowi Targetkan Inflasi 2022 di Bawah 5 Persen, Sri Mulyani: Jaga Harga Makanan

Sri Mulyani membeberkan tiga komponen utama pembentuk inflasi. Itu mencakup volatile food atau gejolak harga pangan, administered price atau harga yang diatur pemerintah, serta core inflation atau inflasi inti.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 14 Sep 2022, 15:10 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2022, 15:10 WIB
FOTO: Inflasi Indonesia Diklaim Terendah di Dunia
Pedagangan menunggu pembeli di Pasar Senin, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengklaim inflasi Indonesia menjadi yang paling rendah dibandingkan negara lain. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mematok target inflasi 2022 bisa di bawah 5 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lantas membeberkan sejumlah strategi agar permintaan itu bisa dicapai.

Menurut dia, salah satu komponen terpenting yang harus dijaga yakni harga makanan. Adapun inflasi harga pangan pada Juli 2022 sempat menyentuh angka 10,47 persen, turun menjadi 8,69 persen di Agustus 2022.

"Kalau Anda lihat inflasi sampai dengan Agustus, yang paling besar kontribusinya itu justru dari makanan. Makanan itu sempat mencapai di atas 11 persen. Turun sedikit ke 8,6 persen, makanya terjadi beberapa deflasi," terang Sri Mulyani usai rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI, Rabu (14/9/2022).

Oleh karenanya, ia meminta Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah saling bekerja menjaga harga makanan, khususnya yang diproduksi dalam negeri. Dengan begitu, ia optimistis kontribusi unsur pangan di angka inflasi bisa lebih rendah.

"Ini lah yang sekarang dilakukan. Kenapa kemarin bapak Presiden bertemu dengan seluruh gubernur, walikota, bupati," ungkap Sri Mulyani.

"Juga hari ini pak Menko, Gubernur BI, kita semuanya juga bertemu dengan pemerintah daerah untuk melihat setiap unsur yang bisa mengkontribusikan pada inflasi. Dan, mencegahnya supaya tidak naik. Itu yang sekarang dilakukan," tegasnya.

Sri Mulyani lantas membeberkan tiga komponen utama pembentuk inflasi. Itu mencakup volatile food atau gejolak harga pangan, administered price atau harga yang diatur pemerintah, serta core inflation atau inflasi inti.

Bendahara Negara menjelaskan, tiga komponen ini bila dilihat pada core inflation, terjemahannya adalah inflasi yang disebabkan karena permintaan lebih cepat dari produksi atau suplai.

"Maka BI memang fokusnya pada core inflation, karena kalau inflasi yang berasal dari supply demand equilibrium itu, kalau demand-nya lari lebih cepat maka kemudian BI bereaksi dengan menggunakan kebijakan moneter mereka. Seperti suku bunga dan juga menggunakan yang makro prudensial, seperti GWM dan lain-lain," bebernya.

"Sedangkan inflasi dua lagi yang berasal dari makanan dan yang dari administered price, yang administered price kan kemarin karena penyesuaian harga Pertalite dan Solar menyebabkan kontribusinya akan meningkat," pungkas Sri Mulyani.

Sri Mulyani Beri Bonus Rp 10 Miliar Pemda yang Mampu Kendalikan Inflasi

Akibat Covid-19, BPS Catat Inflasi Sebesar 0,08 Persen Pada April
Pedagang menata dagangannya di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (5/5/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada April 2020 sebesar 0,08% yang disebabkan permintaan barang dan jasa turun drastis akibat pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah Pusat menjanjikan insentif senilai Rp 10 miliar kepada pemerintah daerah (pemda) yang mampu mengendalikan angka inflasi. Insentif ini diberikan kepada pemda yang masuk peringkat.

"Kita melihat kemungkinan memberikan sekitar Rp 10 miliar bagi masing-masing daerah yang mampu bisa menurunkan (inflasi), top 10 paling rendah, top 10 di provinsi, kabupaten, dan kota," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dikutip dari Antara, Selasa (13/9/2022).

Pada Senin 12 September 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan para kepala daerah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menahan laju inflasi akibat penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Caranya adalah dengan menggunakan 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) artinya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk penanggulangan dampak inflasi karena kenaikan harga BBM.

"Kita menggunakan Dana Insentif Daerah (DID), dimana kita gunakan insentif untuk daerah yang bisa tangani inflasinya. Nanti kita akan gunakan data BPS dan kemampuan untuk menstabilkan harga. Dari seluruh daerah kan BPS tiap bulan mengeluarkan inflasi di daerah masing-masing. Nanti kita beri insentif yang bisa mengendalikan dan untuk pemda yang inflasinya lebih rendah dari level nasional," ungkap Sri Mulyani.

 

2 Persen DTU

Selama PPKM, Inflasi Agustus 2021 Diperkirakan 0,04 Persen
Pedagang melayani pembeli kebutuhan pokok di kiosnya di Pasar Lembang, Tangerang, Selasa (24/8/2021). Bank Indonesia (BI) memperkirakan, Indeks Harga Konsumen (IHK) alias inflasi akan berlanjut pada bulan Agustus 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri sudah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib Dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022, yang mewajibkan pemda untuk menyalurkan 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) untuk bantuan sosial.

Adapun bantuan sosial tersebut diarahkan kepada ojek, pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan nelayan dan untuk penciptaan lapangan kerja serta pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.

"Seperti kemarin Pak Presiden sampaikan mengenai masalah pengendalian inflasi terutama di daerah-daerah dimana peranan gubernur, wali kota, bupati menjadi sangat penting. Mendeteksi secara dini kemungkinan pergerakan harga-harga terutama pangan, angkutan dan lainnya dan menggunakan instrumen APBN dan APBD," tambah Sri Mulyani.

Membantu Ongkos Transportasi

Untuk meredam potensi kenaikan inflasi, lanjutnya, dapat digunakan DAU dan DBH sebesar 2 persen, misalnya untuk membantu ongkos transportasi untuk meredam kenaikan harga BBM atau intervensi dari suplai barang itu sendiri.

"Makanya kita akan kontinu terus, dilihat dalam minggu-minggu ke depan, pemda kesigapannya menggunakan APBD-nya, juga kemarin sudah disampaikan Pak Presiden, Mendagri mengenai penggunaan dana tidak terduga. Itu masih ada Rp9,5 triliun, kalau DTU, DAU, dan DBH itu sekitar Rp2,7 triliun," ungkap Sri Mulyani.

Menkeu berharap ada seluruh pemda bisa menggunakan APBD secara cepat, tepat dan akuntabel untuk bisa mengatasi potensi kenaikan harga di daerah.

"Bahkan bisa digunakan untuk bansos. Jadi itu semua adalah tujuannya keputusan yang dilakukan kemarin bisa berdampak dan dampak negatifnya bisa diminimalkan melalui langkah-langkah di pemda," tambah Sri Mulyani.

  

Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya