Berkat Reforma Agraria, Konflik Pertanahan 33 Tahun di Minahasa Selatan Bisa Selesai

Masyarakat Desa Ongkaw III, Kecamatan Sinonsayang, Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara telah menerima sertipikat tanah hasil dari program redistribusi tanah sebanyak 762 sertipikat.

oleh Arief Rahman H diperbarui 16 Sep 2022, 20:59 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2022, 20:50 WIB
Bersama Kementerian ATR/BPN, Polda Metro Jaya Ungkap Sindikat Mafia Tanah
Petugas mengecek barang bukti sertifikat saat rilis kasus sindikat mafia tanah di Jakarta, Rabu (12/2/2020). Subdit II Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya bersama Kementerian ATR/BPN mengungkap sindikat mafia tanah menggunakan sertifikat palsu dan KTP elektronik ilegal. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berhasil menuntaskan sengketa dan konflik pertanahan melalui Reforma Agraria. 

Terbaru, masyarakat Desa Ongkaw III, Kecamatan Sinonsayang, Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara telah menerima sertipikat tanah hasil dari program redistribusi tanah sebanyak 762 sertipikat.

"Dengan diserahkan sertipikat kepada masyarakat penerima, harapannya para petani gurem, buruh tani, nelayan kecil, bisa tersenyum manis dan benar-benar merasakan kehadiran negara melalui Reforma Agraria," ujar Menteri ATR/Kepala BPN, Hadi Tjahjanto dalam keterangan tertulis, Jumat (16/9/2022).

Dengan diberikannya sertipikat tanah ini, Hadi Tjahjanto menyatakan, tanah masyarakat sudah terdaftar di Kantor Pertanahan dan sudah jelas letak, luas, dan nama pemiliknya di dalam sertipikat tersebut. Selain itu, tanah yang didapat dari proses redistribusi ini sudah sah secara hukum menjadi milik masyarakat seutuhnya.

"Oleh karena itu, harus dijaga baik-baik tanah tersebut, digunakan dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai ditelantarkan atau dibiarkan kosong. Pasang patok, pagar atau pembatas yang jelas agar orang lain tahu kalau tanah tersebut ada pemiliknya, sehingga tidak akan menimbulkan konflik kembali," tutur Hadi Tjahjanto.

 

Konflik Berakhir

Bersama Kementerian ATR/BPN, Polda Metro Jaya Ungkap Sindikat Mafia Tanah
Petugas menunjukkan perbedaan sertifikat tanah asli dan palsu saat rilis kasus sindikat mafia tanah di Jakarta, Rabu (12/2/2020). Subdit II Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya bersama Kementerian ATR/BPN berhasil mengungkap sindikat mafia tanah dan menahan 10 tersangka. (merdeka.com/Imam Buhori)

Dengan diterbitkannya sertipikat hasil redistribusi tanah ini juga menandakan berakhirnya konflik yang telah berlangsung selama 33 tahun sejak 1988 antara masyarakat dengan PT Jastamin.

Hal ini berhasil dituntaskan atas kerja sama berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), hingga organisasi masyarakat sipil dalam hal ini Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).

Pada kesempatan ini, Menteri ATR/Kepala BPN juga mengimbau kepada para pihak terkait agar segera menyelesaikan tanah-tanah untuk segera diredistribusi kepada masyarakat, sehingga masyarakat memiliki tanah dan perekonomian bisa berjalan.

“Jangan sampai masyarakat menunggu kepastian hukum dan rasa keadilan, dengan adanya sertipikat, masyarakat dapat mendapatkan kepastian hukum dan merasakan keadilan yang merata," terang Hadi Tjahjanto.

 

Bisa Atasi Kemiskinan

Wakil Gubernur Sulawesi Utara, Steven Octavianus Estefanus Kandouw yang turut hadir dalam kesempatan ini mendukung penuh terselenggaranya program redistribusi tanah. Ia menilai, kepemilikan tanah sangat berhubungan dengan peningkatan ekonomi sehingga dapat mengatasi kemiskinan. 

"Oleh sebab itu, keberpihakan kita kepada masyarakat atas tanah ini penting karena masyarakat kita dapat keluar dari kemiskinan, punya akses ke perbankan," ucap Wakil Gubernur Sulawesi Utara.

Dukungan pemerintah atas pelaksanaan Reforma Agraria juga didapat dari organisasi masyarakat sipil yaitu KPA. Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika mengatakan bahwa demi memastikan ketepatan subjek dan objek secara partisipatif maka dibutuhkan kerja sama dari banyak pihak.

"Penting untuk bekerja sama karena kita akan memastikan ketepatan sasaran, menghapus data fiktif yang seringkali masuk ke dalam redistribusi tanah. Ini adalah era keterbukaan. Terima kasih kepada semua pihak yang mendorong untuk mempercepat LPRA hingga akhirnya pecah telur seperti di Ongkow," jelas Dewi Kartika.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya