Ada Uang Rp 747 Triliun di APBN dan APBD yang Bisa Dipakai Beli Produk Dalam Negeri

Suahasil merinci dari anggaran Rp 747 triliun itu sebesar Rp 389,24 triliun diantaranya berasal dari potensi belanja APBD, sedangkan Rp 357,8 triliun sisanya dari APBN.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Okt 2022, 15:02 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2022, 15:00 WIB
Wamenkeu Raker dengan Baleg DPR Tentang Harmonisasi RUU Keuangan
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengikuti rapat kerja dengan Badan Legislasi DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/8/2022). Raker tersebut dalam rangka harmonisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan, ada potensi anggaran lebih dari Rp 747 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang bisa dibelanjakan untuk produk dalam negeri. Dengan langkah ini maka bisa mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

“Belanja produksi dalam negeri ini harus kita dorong, tidak kurang Rp740 triliun belanja APBN dan APBD yang dapat digunakan untuk produk-produk dalam negeri,” katanya dalam Webinar 100 Tahun Eka Tjipta Widjaja, dikutip dari Antara, Senin (17/10/2022).

Suahasil merinci dari anggaran Rp 747 triliun itu sebesar Rp 389,24 triliun diantaranya berasal dari potensi belanja APBD, sedangkan Rp 357,8 triliun sisanya dari APBN.

Optimalisasi anggaran Rp 747 triliun ini harus segera dilakukan karena akan menjadi katalis untuk membuat perekonomian Indonesia tetap berada pada jalur yang tumbuh dengan inflasi tetap terjaga.

Terlebih lagi, APBN memang anggaran negara yang merupakan katalis sangat penting untuk belanja produksi dalam negeri sehingga betul-betul harus dimanfaatkan sesuai dengan tugasnya.

Ekonomi Indonesia sendiri saat ini berada dalam kondisi optimis karena tetap terjaga setelah pandemi COVID-19 menghantam selama 2,5 tahun.

Di sisi lain Indonesia juga tetap waspada karena ternyata pandemi meninggalkan scarring effect terhadap perekonomian dari sisi suplai yakni sektor produksi belum bisa cepat merespon permintaan sehingga terjadi inflasi.

Meski demikian ekonomi Indonesia harus tetap berada dalam jalur pertumbuhan positif seperti dua kuartal awal tahun 2022, sehingga salah satu katalisnya adalah dengan mengoptimalisasi belanja produk dalam negeri.

“APBN sebagai anggaran negara adalah katalis yang sangat penting untuk belanja produksi dalam negeri,” tegas Wamenkeu Suahasil.

Dunia Digempur Inflasi, Ekonomi RI Masih Bisa Tumbuh 5 Persen Lima Kuartal Beruntun

Proyeksi Ekonomi Indonesia 2022
Suasana gedung bertingkat dan permukiman warga di kawasan Jakarta, Senin (17/1/2022). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,2 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mewaspadai tekanan inflasi yang tengah dihadapi negara dunia. Namun begitu, ia optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terus naik di atas 5 persen selama lima kuartal beruntun.

Airlangga bersyukur, kerjasama pemerintah dan pihak swasta mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh di atas 5 persen selama tiga kuartal terakhir.

"Dan, berharap di kuartal ketiga dan keempat kita bisa menargetkan pertumbuhan di atas 5 persen. Sehingga secara year on year di akhir tahun kita targetkan 5,2 persen, mudah-mudahan bisa tercapai," kata Menko Airlangga dalam forum Economic Outlook 2023 yang diselenggarakan Sinarmas, Senin (17/10/2022).

Di sisi lain, ia tetap memasang mata terhadap pelemahan ekonomi global. Itu sesuai ramalan Dana Moneter Internasional (IMF) per Oktober 2022, dimana pertumbuhan ekonomi global diprediksi akan turun menjadi 2,7 persen pada 2023, setelah sebelumnya tumbuh 3,2 persen di sepanjang tahun ini.

Sedangkan pada 2022, IMF pun memperkirakan angka inflasi global bakal tembus 8,8 persen di tahun ini, meski terpangkas jadi 6,5 persen pada 2023 mendatang.

"Tentu kita perlu berhati-hati, dunia sedang menghadapi the perfect storm yaitu Covid-19 yang belum berakhir, konflik Rusia-Ukraina, tantangan climate change di beberapa negara yang mengalami banjir, termasuk di beberapa kota di Indonesia," paparnya.

"Kemudian commodity price dan cost of living atau inflasi atau harga pangan yang masih jadi beban perekonomian ke depan," imbuh Airlangga.

Kebijakan Pengetatan moneter

FOTO: Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Dampaknya, ia melanjutkan, sejumlah negara melakukan kebijakan pengetatan moneter untuk menahan laju inflasi. Seperti dilakukan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang sudah mendongkrak suku bunga acuan sebesar 300 basis poin (bps), Uni Eropa sebesar 125 bps, termasuk Bank Indonesia yang sudah menaikan bunga acuan 75 bps.

"Tentu inflasi Indonesia saat ini sebesar 5,9 persen, dan Indonesia masih bisa lebih rendah dari negara lain. Amerika sudah 8 persen, EU sudah 9 persen, dan ini adalah sinergi yang baik, kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia," tuturnya. 

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik
Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya