Stok Beras Melimpah, Ini Kata KTNA dan Pengamat kepada Bulog

Hati-hati menganalisis stok beras karena beras itu tersebar dari di penggilingan, pedagang, rumah tangga, horeka dan lainnya.

oleh stella maris diperbarui 29 Okt 2022, 10:01 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2022, 09:50 WIB
Mengintip Infrastruktur Pengolahan Beras Modern Bulog di Karawang
Pekerja memindahkan beras yang diolah secara modern dengan mesin Modern Rice Milling Plant (MRMP) di Karawang, Jawa Barat, Rabu (21/9/2022). Infrastruktur MRMP ini bertujuan untuk membantu petani dan menyederhanakan alur proses pengolahan beras yang terpusat dalam fasilitas pengolahan gabah hasil panen berbasis teknologi modern. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Stok beras nasional 2022 mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya dan tersebar merata di berbagai daerah. Demikian dikatakan Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Nasional M. Yadi Sofyan Noor. 

Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi nasional diperkirakan mencapai 32,07 juta ton pada 2022, meningkat 0,72 juta ton atau 2,29%dibandingkan 2021 yang sebesar 31,36 juta ton dan potensi produksi beras nasional pada Oktober-Desember 2022 diperkirakan 5,90 juta ton, meningkat 0,78 juta ton atau 15,12%dibandingkan 2021 yang angkanya 5,13 juta ton.

"Artinya stok beras nasional melimpah dan stok beras yang ada di Bulog hingga saat ini tidak boleh disimpulkan bahwa stok beras nasional kondisinya menipis. Hati-hati menganalisis stok beras karena beras itu tersebar dari di penggilingan, pedagang, rumah tangga, horeka dan lainnya. Jadi saya berpendapat tidak setuju bila ukuran stok beras hanya ada di Bulog," demikian dikatakan Yadi di Jakarta, Jumat (28/10).

Yadi menjelaskan untuk menjaga stabilitas beras nasional, pemerintah menargetkan hingga akhir tahun 2022 nanti setidaknya pengadaan atau serapan beras di Perum Bulog harus mencapai 1,2 juta ton. Namun demikian, berdasarkan Badan Pangan Nasional, stok beras yang ada di Bulog sampai dengan Oktober 2022 hanya 673.613 ton.

"Ini kan serapan beras Bulog yang rendah, tidak mencapai target setahun 1,6 juta ton karena kendala melepasnya kemana. Bahkan serapan beras Bulog sampai september 2022 lalu masih jauh di bawah tahun 2021. Kendala utamanya kan Bulog sulit melepas beras karena tidak ada lagi program Rastra lagi," jelasnya.

"Justru saat ini langkah yang bagus Bulog dikasih tugas menyerap Oktober-Desember 2022 ini sehingga bisa mencapai target 2022 dengan fleksibilitas harga dan pola komersial. Buktinya, dari data panen september hingga Desember 2022 di Jawa Timur potensi menghasilkan beras 1,15 juta ton, Jawa Tengah 1,01 juta ton, Jawa Barat 1,55 dan Sulawesi Selatan 1,16 juta ton, belum lagi panen banyak provinsi sentra pada lainnya. Inikan potensi beras yang bisa diserap Bulog," ujar Yadi.

Sementara itu, Wakil Direktur Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prima Gandhi mengatakan stok beras yang menipis di Bulog menandakan kinerja Bulog belum mencapai target karena berbagai kendala dalam menyerap gabah dan beras petani. 

Itu karena di lapangan masih banyak beras dan dalam bentuk gabah, dimana berdasarkan survei cadangan beras nasional yang dilakukan BPS pada April 2022 menyatakan ada 10,15 juta ton.

Bahkan, lanjut Prima, BPS baru-baru ini merilis perkiraan produksi beras 2022 sebanyak 32,07 juta ton. Produksi ini jauh lebih tinggi 0,72 juta ton, naik 2,29% dibandingkan 2021 sebesar 31,36 juta ton.

"Artinya tahun 2022 ini jauh lebih dari cukup dan aman dibandingkan 2021, yang waktu lalu pun aman juga. Bila kita mencermati stok di Pasar Induk Beras Cipinang, stok harianya di atas 43 ribu ton, jauh lebih tinggi dari stok normal di kisaran 25 sampai 30 ribu ton. Jadi Bulog mau beli harga berapa?. Jadi ini gabah dan beras ada banyak, dimana-mana," terangnya.

Terkait harga beras yang naik, Gandhi menilai hal itu bukan karena pasokan produksi. Namun demikian disebabkan karena dampak simultan dari kenaikan BBM, benih, pupuk, obat-obatan, ongkos alat mesin pertanian.

"Bahkan upah juga naik dan distribusi ongkos angkut ke pasar juga naik. Ya, saya anggap wajar petani menikmati harga gabah yang bagus karena biaya-biaya pada naik. Sehingga, yang harus kita optimalkan untuk menguatkan stok beras nasional adalah Bulog harus turun menyerap dengan harga komersil sehingga petani mendapat keuntungan," tuturnya.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya