RUU Migas Dipastikan Rampung Tahun Depan

Melihat urgensi RUU Migas, posisinya adalah mengganti undang-undang yang sebelumnya soal migas.

oleh Arief Rahman H diperbarui 23 Nov 2022, 17:10 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2022, 17:10 WIB
IOG 2022
Acara 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022, di BNDCC, Nusa Dua, Bali, Rabu (23/11/2022).
Liputan6.com, Bali - Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto memastikan revisi Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) bakal rampung 2023, tahun depan. Lantaran sejumlah persiapan seperti dokumen akademis sudah dikantonginya.
 
Sugeng mengaku pihaknya sudah mendorong pembahasan RUU Migas ini lebih cepat di ruang parlemen. Dengan modal dorongan itu, aturan hukum mengenai sektor migas di Indonesia ini rampung dalam waktu dekat.
 
"2023 saya kira tuntas, saya pastikan 2023 tuntas UUD Migas, saya kira itu," ujarnya disela-sela 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022, di BNDCC, Nusa Dua, Bali, Rabu (23/11/2022).
 
Melihat urgensi RUU Migas, Sugeng mengatakan posisinya adalah mengganti undang-undang yang sebelumnya soal migas.
 
Sementara, beberapa pasal dalam aturan sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Aturan itu adalah UU Nomor 22 Tahun 2001.
 
Dengan adanya revisi, diharapkan mampu mengakomodir segala kepentingan dan kepastian hukum industri migas di Indonesia. Harapannya, mampu juga mendorong banyaknya investor yang menanamkan modal kedepannya.
 
"Pokoknya akan segera masuk (pembahasan di parlemen) karena naskah akademiknya sudah kita siapkan kok. Karena kita tahu meskipun ada UU Omnibus Law kan perlu juga menyangkut kekhususan maka perlunya UU Migas secepatnya," sambungnya.
 
Selain menggenjot revisi UU Migas, Sugeng juga tengah mendorong pembahasan mengenai RUU EBT. Kedua aturan ini disinyalir sebagai landasan hukum untuk investasi di sektor hulu migas seiring dengan komitmen transisi energi.
 
 

Belum akan Pudar

Hadapi Cuaca Ekstrim, Ditjen Migas Minta Badan Usaha Susun Upaya Mitigasi
Minyak dan Gas Bumi
 
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) meyakini industri ini belum masuk ke fase 'sunset'. Ini dinilai jadi salah satu peluang yang bisa didapat di masa transisi energi.
 
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto meyakini hal itu. Melihat adanya dampak positif turunan atau multiplier effect dalam penyerapan investasi di sektor hulu migas.
 
Setidaknya, ada 5 visi yang disebutkan Dwi. Pertama, mengoptimalkan produksi lapangan yang ada. Kedua, transformasi sumber daya kontingen menjadi produksi.
 
Ketiga, mempercepat Enhanced Oil Recovery (EOR) kimiawi. Keempat, mendorong kegiatan eksplorasi migas. Kelima, percepatan peningkatan regulasi melalui One Door Service Policy (ODSP) dan insentif hulu migas.
 
"Besarnya multiplier effect dari implementasi visi tersebut tidak hanya dari Proyeksi Penerimaan Negara tetapi juga dari investasi dan uang beredar yang dapat berdampak besar terhadap upaya pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah," ujarnya dalam pembukaan 3rd International Convention Indonesia Upstream Oil and Gas (IOG), Nusa Dua, Bali, Rabu (23/11/2022).
 
"Oleh karena itu, yang sebelumnya dianggap sebagai industri sunset, kini industri minyak dan gas berubah menjadi industri sunrise," tambahnya.
 
 

Investasi di Industri Migas Masih Menjanjikan Sebelum EBT Jadi Saingan

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)
 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut kalau investasi di industri hulu minyak dan gas bumi masih menjanjikan. Utamanya, selama periode transisi energi ke energi baru terbarukan (EBT).
 
Arifin mengatakan, migas masih dibutuhkan dalam gal menjaga stabilisasi energi ditengah proses transisi tadi. Pada periode ini, ada peluang investasi yang bisa dimanfaatkan. Apalagi Indonesia memiliki banyak lokasi cadangan gas bumi.
 
"Oleh karena itu, investasi pada proyek-proyek minyak dan gas akan tetap diperlukan untuk memberikan ketahanan energi serta memenuhi permintaan minyak dan gas yang terus meningkat, sebelum teknologi energi terbarukan menjadi lebih kompetitif," ujarnya dalam 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022, di BNDCC, Nusa Dua, Bali, Rabu (23/11/2022).
 
Kendati begitu, masih ada tantangan yang dihadapi. Misalnya, masih terbatasnya pendanaan di industri migas. Sehingga produksi yang dihasilkan masih belum maksimal.
 
"Namun, minimnya pendanaan untuk berinvestasi di industri migas, membuat perusahaan migas cenderung hanya fokus mengembangkan lapangan migas raksasa atau lebih memilih berbisnis di negara yang memberikan kemudahan regulasi dalam eksplorasi dan eksploitasi," kata dia.
 
"Peran minyak dan gas dalam transisi energi Indonesia tetap krusial," tambah Arifin.
 
 

Permintaan Gas Bumi Meningkat

lustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)
 
Mengacu pada OPEC 2022, gambaran pada 2045 mendatang, permintaan minyak sebagai bahan bakar utama akan meningkat menjadi 101 MBOEPD. Sementara porsinya dalam bauran energi menurun dari 31 persem menjadi sedikit di bawah 29 persen. 
 
Permintaan gas juga diantisipasi meningkat dari 66 mbopd pada 2021 menjadi 85 mbopd pada 2045, bagiannya dalam bauran energi akan meningkat dari 23 persen menjadi 24 persen.
Sementara itu, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.
 
"Permintaan minyak dan gas masih tumbuh terutama di sektor transportasi dan pengembangan sektor gas juga penting dalam menjembatani transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Tentunya, transisi energi ini akan dilakukan dalam beberapa tahapan dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan, dan keberlanjutan," papar Arifin.
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya