Terima Aset Negara dari Menteri Basuki, Sri Mulyani: Bentuk Akuntabilitas Publik

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyaksikan serah terima barang milik negara (BMN) Kementerian PUPR tahun 2022 tahap 2, di kantor Kementerian PUPR, Rabu (7/12/2022).

oleh Tira Santia diperbarui 07 Des 2022, 11:40 WIB
Diterbitkan 07 Des 2022, 11:40 WIB
Raker Kemenkeu dengan Komisi XI DPR RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/1/2022). Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyaksikan serah terima barang milik negara (BMN) Kementerian PUPR tahun 2022 tahap 2, di kantor Kementerian PUPR, Rabu (7/12/2022).(Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyaksikan serah terima barang milik negara (BMN) Kementerian PUPR tahun 2022 tahap 2, di kantor Kementerian PUPR, Rabu (7/12/2022).

"Menyaksikan bersama acara serah terima barang milik negara atau BMN pada pagi hari ini. Ini adalah acara serah terima BMN yang kedua kali saya hadir di ruangan ini. Biasanya Pak Bas (Menteri PUPR) secara spesifik khusus mengingatkan saya supaya hadir," kata Sri Mulyani.

Menkeu mengatakan serah terima BMN ini merupakan salah satu bentuk akuntabilitas publik yang sangat penting bagi masyarakat kita. Karena aset-aset Negara atau sering disebutnya barang milik negara itu dibangun menggunakan APBN.

"Karena memang dia dibangun dari seluruh dana yang diperoleh dari pajak bea dan cukai, penerimaan negara bukan pajak bahkan sebagian adalah dalam bentuk surat berharga negara atau surat utang negara," ujarnya.

Oleh karena itu, kata Menkeu, kita harus selalu bisa menyampaikan ke publik hasil dari berbagai penerimaan negara dandari berbagai sumber, sehingga masyarakat memahami bagaimana pengelolaan uang negara itu dilakukan dan melihat hasil nyatanya.

Adapun Pemerintah saat ini dari berbagai proses pembangunan yang sudah  dilakukan, nilai dari barang milik negara dan aset negara hingga tahun 2021 ini mencapai Rp 11.454 triliun.

"Ini tentu sangat tergantung kepada valuasi dan kualitas dari aset, juga penting tidak hanya dari sisi nilainya namun nilai ini adalah hasil dari berbagai proses pembangunan," ujarnya.

 

Bapak Pembangunan

Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono memberikan penjelasan terkait penembakan terhadap 31 pekerja yang tengah membangun Trans Papua saat konferensi pers di Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (4/12). (Merdeka.com/Imam Buhori)

Dilihat dari tagline Kementerian PUPR  yaitu sigap membangun negeri, ini adalah salah satu hasil karya nyata yang sebagian besar berasal dari Kementerian PUPR.

"Jadi saya ingin berterima kasih kepada kepemimpinan Pak Bas dan seluruh jajaran PUPR. Saya memberikan kita sering menyampaikan Pak Bas adalah bapak Pembangunan, the truly bapak Pembangunan Indonesia,"  ungkapnya.

Berkat peran Menteri PUPR, Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan tugasnya menjadi sedikit lebih ringan. Karena dari hasil APBN terlihat bukti nyatanya.

"Sehingga kalau saya jadi Menteri Keuangan, tugas saya menjadi sedikit lebih ringan sedikit ya Pak. Karena waktu menjelaskan APBN kemudian cuman melihat angka orang biasanya nggak connect, tapi begitu dia melihat hasilnya adalah jalan raya yang ada nyata, bendungan dan teman-teman kalau di kampus tadi adalah kampus yang terbangun entah itu untuk ruang kelas laboratorium atau tadi akses jalan orang baru merasa APBN itu hidup," pungkasnya. 

Pemerintah Tawarkan Swasta dan BUMN Bantu Kelola 13 Aset Negara, Ini Daftarnya

Gedung Kementerian Keuangan. (Dok Kemenkeu)
Gedung Kementerian Keuangan. (Dok Kemenkeu)

Sebelumnya, Kementerian Keuangan melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) menawarkan kerja sama pengelolaan 13 aset milik negara. Melalui kolaborasi ini diharapkan menciptakan nilai tambah atau manfaat dari optimalisasi aset negara.

"LMAN menginisiasi terobosan optimalisasi aset negara melalui skema kerja sama yang melibatkan investor swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau yang dikenal dengan sebutan skema arranger," kata Direktur Utama LMAN Basuki Purwadi dalam acara LMAN Investor Gathering di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (27/10).

Dalam skema ini, investor dapat menanamkan investasi atas aset-aset negara berupa properti, tanah maupun kawasan yang dikelola oleh LMAN sendiri maupun aset negara yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga, BUMN, Badan Layanan Umum (BLU) maupun Pemerintah Daerah yang telah melakukan kerjasama konsultansi pengembangan aset dengan LMAN.

Aset yang dikerjasamakan juga memiliki status kepemilikan negara yang sah menurut hukum, dan tidak dalam sengketa, sehingga memberikan jaminan kepastian dan keamanan untuk berinvestasi.

"Atas aset-aset negara tersebut, LMAN menyusun kajian pengembangan dan pemanfaatan aset yang mencakup analisis keuangan, studi kelayakan, analisis pemanfaatan terbaik, dan proyeksi tingkat pengembalian nilai investasi dan keuntungan," ucapnya.

Bagi calon investor yang berminat bekerjasama atau memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Kepala Divisi Pengembangan dan Pendayagunaan I Saudara Yanuar Utomo (081287759797), dan Kepala Divisi Pengembangan dan Pendayagunaan II Saudari Yekti Pratiwi (081289134793).

Daftar 13 Aset Negara yang Ditawarkan

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Basuki menyampaikan, aset negara yang berpotensi untuk dikerjasamakan berjumlah 13 (tigabelas) aset. Berikut rinciannya:

1. Kawasan Royal Golf Ciperna di Cirebon, Jawa Barat dengan nilai investasi biaya pengembangan Rp48.263.820.127

2. Aset Kali Besar Timur di Taman Sari, Jakarta Barat dengan nilai investasi biaya pengembangan Rp25.356.262.500

3. Aset Ruko Cengkareng, Jakarta Barat dengan nilai estimasi sewa Rp290.000 sampai Rp326.000 per m2.

4. Aset Kebon Besar Cilandak, Jakarta Selatan.

5. Aset Kerjasama Apartemen. Terdiri dari Apartemen Puri Casablanca, Apartemen Taman Anggrek, Apartemen Grand Tropic, Kondominium Menara Kelapa Gading, Apartemen Kemang Jaya, dan Apartemen Hayam Wuruk.

6. Aset Kerjasama Ruko. Rinciannya, Ruko Bintaro 1, Ruko Green Garden, dan Ruko Majapahit Dalam.

7. Aset Kilang LNG Arun di Lhokseumawe, Aceh.

8. Aset Kilang LNG Badak di Kota Bontang, Kalimantan Timur.

9. Aset Tanah di Kota Balikpapan Kalimantan Timur

10. Aset Lahan Perkebunan Bank Indonesia di Desa Muaral, Caringin Bogor, Jawa Barat.

11. Aset Lahan untuk Pengembangan Hanggar MRO – Balai Besar Kaliberasi Fasilitas Penerbangan (BBKFP) di Jalan Raya PLP Curug, Tangerang, Banten.

12. Aset Lahan Kawasan Bandara Internasional Juwata Tarakan di kota Tarakan, Kalimantan Utara.

13. Aset RSUP Persahabatan Jakarta, Jakarta Timur. 

DJKN: Aset Negara 2022 di LKPP Capai Rp 5.900 Triliun

Gedung Kementerian Keuangan di Jakarta Pusat. (Dok kemenkeu.go.id)
Gedung Kementerian Keuangan di Jakarta Pusat. (Dok kemenkeu.go.id)

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan bentuk pertanggungjawaban keuangan Pemerintah atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Rionald Silaban menyebutkan bahwa tahun ini total aset Pemerintah sebesar Rp11.454 triliun, dan aset tetapnya di kisaran Rp 5.900 triliun.

“Di LKPP-nya ada aktiva dan kewajiban, dan dari aktiva itu kalau  yang ditanya aset tetap dan aktiva sekitar Rp 11.454 triliunan, dan aset tetapnya sekitar Rp 5.900 triliun di catatan saya,” kata Rionald dalam konferensi pers Peran Strategis Profesi Penilai, Jumat (14/10/2022).

Dalam kesempatan yang sama Direktur Penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu) Arik Haryono , menambahkan, Pemerintah itu memiliki LKPP sejak tahun 2004, kemudian evaluasi aset dilakukan pada Agustus 2007, dulu asetnya minus Rp 300 triliun. Namun sekarang nilai aset tetap sudah di kisaran Rp 5.900 triliun.

“Kita kan punya LKPP tahun 2004, Kemudian kita melaksanakan evaluasi aset pada saat itu Agustus 2007 dari minus Rp 300 triliun dan kemudian saat ini nilainya sudah di atas Rp 5.000 triliun ini terkait dengan nilai asetnya,” ujar Arik.

Arik menjelaskan, nilai aset Pemerintah dulu yang masih minus tersebut dikarenakan penilai masih menggunakan logika berpikir yang sederhana yakni menggunakan nilai perolehan dalam jangka waktu yang tidak sesuai dengan pasar.

“Tentunya apa yang dilakukan rekan-rekan logika berpikirnya sudah bertambah karena pada saat-saat sebelumnya menggunakan nilai perolehan yang diperoleh dalam jangka waktu jauh sendiri, kemudian kita lakukan sesuai dengan pasar. Misalnya tanah dulu dibeli kurang dari Rp 50 ribu (per meter persegi) sekarang menjadi sekian juta. Kini terkait evaluasi mencerminkan pasar,” ujarnya.

Lanjut Arik mengatakan, penilaian LKPP Barang Milik Negara (BMN) merupakan kebijakan yanag dituangkan dalam Perpres, dan pihaknya sudah melakukan dua kali penilaian mengenai aset Pemerintah tersebut.

“Untuk nilai aset pemerintah ada di LKPP, cuman penilaian untuk LKPP BMN itu adalah merupakan kebijakan dan dituangkan dalam Perpres kita sudah melakukan 2 kali penilaian, ada jangka waktunya 5 tahun, tidak bisa serta merta setiap hari melakukan penilaian dan itu harus disetujui oleh BPK,” pungkasnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya