Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan volatilitas harga komoditas saat ini masih menjadi tantangan bagi perekonomian Indonesia dan juga global.
Volatilitas dari harga komoditas memiliki dinamik yang sulit untuk terus diprediksi karena memang faktornya adalah karena adanya ketegangan geopolitik yang terus berlangsung yang tidak mudah untuk diprediksi.
Baca Juga
Adapun harga komoditas masih relatif tinggi walaupun beberapa menunjukkan kecenderungan penurunan.
Advertisement
"Beberapa menunjukkan kecenderungan penurunan seperti harga natural gas alam, juga CPO turun dari puncaknya yakni USD 1.700 per ton sekarang sekitar USD 899 per ton atau mendekati USD 900 per ton, yang mana itu membaik dibandingkan sebelumnya yang sempat turun pada level USD 700 per ton," ujar Sri Mulyani, dalam acara APBN KiTa, Jakarta, Selasa (20/12).
Selain itu, lanjutnya, harga gandum yang sempat melonjak pada awal perang di Ukraina saat ini sudah menunjukan penurunan sekitar USD 740 per gantang.
Namun untuk komoditas batubara mengalami kenaikan harga dan tetap bertahan pada level yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan karena situasi geopolitik dan juga adanya musim dingin di negara-negara Eropa.
"Harga energi menjadi sangat tidak mudah diprediksi. Di satu sisi harga minyak menurun karena kemarin disampaikan adanya perkembangan dari ekonomi negara maju yang melemah. Dimana pasokan energi terutama di eropa menjadi sangat teken dalam dengan adanya penghentian pasokan gas," terang Bendahara Keuangan.
Neraca Dagang Surplus 30 Bulan Berturut-turut, Sri Mulyani Sebut Saatnya Indonesia Andalkan Manufaktur
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyerukan pentingnya pengembangan industri manufaktur di Indonesia, karena akan mendorong manfaat besar seperti penciptaan lapangan pekerjaan formal dengan tenaga kerja yang berkualitas tinggi dan upah yang lebih baik.
"Sejauh ini perekonomian Indonesia masih didominasi oleh sektor informal, khususnya sektor perdagangan, hal ini menyulitkan peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Sri Mulyani, dalam acara peluncuran laporan Prospek Ekonomi Indonesia (IEP) edisi Desember 2022 di Energy Building, Jakarta Kamis (15/12/2022).
Menkeu mengungkapkan, neraca perdagangan Indonesia dalam 30 bulan terakhir mampu mencatat surplus hingga USD 44 miliar. Surplus itu sebagian besar diperoleh dari ekspor komoditas SDA mentah akibat ledakan harga komoditas global.
"Surplus perdagangan ini terdukung karena sebagian besar bahan mentahnya telah diproses dan menimbulkan nilai yang lebih tinggi untuk perdagangan kita," ungkapnya.
Dikatakan manufaktur sebenarnya adalah transformasi perekonomian Indonesia. Tidak hanya nilai tambah yang lebih sehat dan lebih baik, dalam hal tenaga kerja, tetapi juga modal.
Namun Sri Mulyani juga mengakui, menciptakan lingkungan industri di mana sektor manufaktur bisa berkembang bukanlah tugas yang mudah. “Ini bukan hanya soal lahan, di mana kita bisa membangun komplek industri itu. Indonesia mengembangkan industri kompleks yang banyak diberikan oleh banyak insentif fiskal, pajak, tarifnya, dan mudah diekspor dengan hambatan administratif yang tidak besar," pungkas Sri Mulyani.
Advertisement
Ekosistem
Menurut dia, ada beberapa hal yang harus Indonesia siapkan agar memiliki ekosistem yang baik dalam pengembangan manufaktur. Pertama, Indonesia harus memiliki infrastruktur memadai yang menopang distribusi atau hasil produksi bisa sampai ke pasar.
“Infrastruktur yang baik bisa memberikan ketahanan ekonomi, tetapi itu juga syarat bagi kita untuk bisa menyediakan ekosistem industri yang baik,” jelas dia Sri Mulyani.
Kedua, reformasi kebijakan sehingga bisa menghasilkan birokrasi yang baik. Bila ini dilakukan bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), sehingga Indonesia memiliki tenaga kerja yang lebih produktif.
Kemudian terkait penyederhanaan peraturan dan kebijakan yang oleh pemerintah dituangkan melalui pengesahan Undang Undang Cipta Kerja demi bisa menambah daya tarik untuk investasi di Indonesia.