Cegah Penyalahgunaan Donasi, Penyumbang Tak Boleh Lagi Anonim

PPATK terus mengawal aksi donasi bodong yang kerap digawangi sejumlah ormas ilegal, atau organisasi non profit (NPO) tak berizin.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 20 Des 2022, 19:50 WIB
Diterbitkan 20 Des 2022, 19:50 WIB
Ilustrasi bersolidaritas
Campaign.com Gelar 'Aksi Seminggu Berbagi', Ajak Masyarakat Berpartisipasi Sambil Berdonasi (dok. Pexels/Pixabay/Brigitta Bellion)

Liputan6.com, Jakarta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terus mengawal aksi donasi bodong yang kerap digawangi sejumlah ormas ilegal, atau organisasi non profit (NPO) tak berizin.

Salah satunya dengan tidak lagi mengizinkan adanya sumbangan anonim (anonymous donation) supaya ada kejelasan data. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pemberian Sumbangan oleh Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pencegahan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Koordinator Kelompok Substansi Kebijakan Pelaporan PPATK, Judith Leona, mengatakan ketentuan tersebut hanya berlaku bagi para calon donatur yang menyisihkan dananya dengan nilai di atas Rp 5 juta.

"Misalnya mau sumbang ke NPO, yang bersangkutan akan minta identifikasi data personal. Jadi tidak sembarangan menerima. Tetapi, identifikasi tersebut berlaku kalau nilai sumbangannya di atas Rp 5 juta," jelas Judith dalam acara Jadi Tahu Liputan6, Selasa (20/12/2022).

Kebijakan itu diterapkan agar sifat dermawan masyarakat Indonesia tidak disalahgunakan oleh segelintir oknum untuk kepentingannya pribadi.

"Secara aturan tingkat kedermawanan, Indonesia itu duduki peringkat satu. Kita suka merasa kasihan, berdonasi, terbawa pada suasana aksi cepat tanggap," imbuh Judith.

"Tetapi memang, dari modus dan tipologi yang PPATK identifikasi, seringkali organisasi masyarakat atau non-profit organization (NPO) digunakan terkait pendanaan terorisme," sambungnya.

 

Ormas

Ilustrasi Donasi
Ilustrasi donasi (dok. unsplash.com Christian Dubovan @cdubo)

Oleh karenanya, PPATK berkomitmen untuk melindungi bukan hanya para penyumbang atau pihak penerima sumbangan, tapi juga pihak ormas penyalur dana. Caranya, dengan meminta kejelasan data dan transparansi dari tiap-tiap pihak terlibat.

"Kalau ada suatu ormas ingin menyumbang pada Anda, Anda juga akan diminta identitasnya sebagai penerima. Itu untuk melindungi si ormasnya itu sendiri dan pihak penyumbang," kata Judith.

"Ormas juga rentan disusupi. Kita kan ingin donasi aman. Jadi ormas harus akuntabel, jelas programnya apa, berikan laporan wajib ke Kemendagri," pungkasnya.

Cegah Donasi Bodong, Ormas Penyalur Dana Wajib Laporan Tiap Bulan

Ilustrasi donasi.
Ilustrasi donasi. (iStockphoto)

Sebelumnya, lembaga amal atau donasi kini juga tak lepas dari aksi kejahatan di sektor jasa keuangan. Sejumlah oknum kerap memanfaatkan kedermawanan masyarakat Indonesia untuk meraup keuntungan pribadi lewat kedok donasi bodong.

Menindaki hal itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terus berupaya memfasilitasi penyaluran dana sumbangan agar jatuh ke tangan yang tepat.

Koordinator Kelompok Substansi Kebijakan Pelaporan PPATK, Judith Leona, mengatakan organisasi masyarakat (ormas) atau organisasi non profit (NPO) pengumpul donasi musti berbadan hukum. Masyarakat lantas bisa mengeceknya pada laman resmi yang disediakan oleh Kemenkumham, Kemendagri, Kemendag, hingga Kemensos.

Selain itu, para ormas pun wajib mengeluarkan laporan arus kasnya secara terbuka, agar terjadi transparansi publik yang bisa terus dipantau oleh pihak donatur.

"Hati-hati, menyumbang memang baik. Tapi sebaiknya untuk tujuan yang benar-benar jelas, akuntabel, transparan. Karena sesungguhnya NPO-NPO harus ada laporannya setiap bulan," kata Judith dalam sesi bincang Jadi Tahu Liputan6, Selasa (20/12/2022).

"Jadi enggak sembarang ngumpulin, nyebar. Harus bermanfaat, karena kita niatnya ingin membagikan, ya harus nyampai," tegasnya.

Tak hanya untuk NPO yang sudah beranjak digital saja, Judith pun menghimbau ormas konvensional yang masih menarik uang sumbangan secara fisik agar tetap terbuka atas gerak-geriknya.

"Tapi misal saya sumbang ke gereja misalkan, aksinya harus ada laporan pertanggungjawaban," ujar Judith.

"Jadi ya itu, walaupun dia donasi tetap akuntabel dan transparan sih. Enggak mungkin lah kita sumbang tapi enggak tahu ke mana, pasti ada laporan pertanggungjawabannya," tandasnya.

Pelaku Donasi Bodong Berkeliaran di Sekitar, Ini Ciri-Cirinya!

Ilustrasi lelaki sumbangkan uang untuk sekolah
Ilustrasi lelaki sumbangkan uang untuk tiga sekolah di Jepang (dok.unsplash)

Kecanggihan digital turut memudahkan organisasi masyarakat (ormas), organisasi non-profit atau NPO dalam mengumpulkan dan menyalurkan sumbangan. Namun, beberapa oknum di antaranya memanfaatkan kemudahan itu untuk meraup donasi bodong demi kepentingan tertentu. 

Hal itu turut jadi perhatian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang terus memantau dan menerima laporan dari masyarakat terkait keberadaan donasi bodong tersebut. 

"Karena berdasarkan realita, tak bisa dipungkiri, kita di mal sering ditanya nyumbang, dan kita kerap tergerak. Lalu diminta transfer ke rekening aja, gampang kan sekarang pakai QRIS dan macem-macem," ujar Koordinator Kelompok Substansi Kebijakan Pelaporan PPATK, Judith Leona dalam sesi bincang-bincang Jadi Tahu Liputan6, Selasa (20/12/2022).

Judith mengatakan, uang sumbangan yang dikumpulkan oleh pihak tak berizin itu bisa digunakan untuk bermacam hal, mulai dari pendanaan terorisme sampai untuk keuntungan pribadi. 

"Ternyata, PPATK juga terima laporan sistem pendanaan terorisme, pada saat kebetulan mbak yang tadi terdaftar sebagai petugas, mbak yang tadi tercantum di database sebagai pemberi sumbangan pada organisasi terorisme. Misal kotak-kotak di supermarket, tapi kan kita tahu ada modus tipologi untuk modus pendanaan terorisme," ungkapnya. 

"Atau, kalau misalnya saya pengurus suatu yayasan lalu gunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi saya, itu sudah termasuk di dalam penipuan, yang adalah tindak pidana pencucian uang (TPPU)," kata Judith. 

Oleh karenanya, ia meminta masyarakat untuk mengecek terlebih dahulu ormas atau NPO yang hendak disalurkan sumbangan. Dibantu kemudahan teknologi, sejumlah instansi seperti Kemenkumham, Kemendagri, Kemendag, hingga Kemensos menyediakan data daftar ormas penerima donasi yang sah pada laman resminya. 

"Jadi sebaiknya berlisensi dan berbadan hukum. Kedua, kalau menyumbang dan kita diminta setor ke rekening pribadi, itu biasanya sih udah tanda-tanda. Jadi dicermati juga," pinta Judith. 

"Dikatakan namanya ABC, kita bisa googling programnya apa aja, benar kah disalurkan ke pihak yang tepat, itu cara-cara kita bisa terhindar dari donasi bodong," tandasnya.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya