Liputan6.com, Jakarta - China pada 8 Januari 2023 membuka perbatasannya bagi pelancong asing. Menjelang Tahun Baru Imlek 2023, warga China di luar negeri yang hendak pulang kampung mengungkapkan pengalamannya ketika lonjakan harga tiket penerbangan menjadi salah satu tantangan untuk mereka.
Salah satunya negara yang menghadapi mahalnya harga tiket ke China, adalah Australia.Â
Melansir Sydney Morning Herald, Selasa (10/1/2023) saat ini belum ada maskapai penerbangan di Australia yang memiliki layanan harian masuk dan keluar dari China, yang berarti tarif tinggi dan sedikit kursi kemungkinan akan bertahan di masa mendatang.
Advertisement
Qantas, yang merupakan satu-satunya maskapai penerbangan Australia yang melayani penerbangan ke China sejauh ini belum mengumumkan kembalinya rute perjalanan ke negara tersebut.
Maskapai terbesar Hong Kong Cathay Pacific juga masih menghadapi masalah kepegawaian dan secara signifikan membatasi layanannya ke China selama tiga bulan ke depan.
Seorang warga China di Australia, yakni Simon Jiang mengungkapkan mahalnya harga tiket perjalanan ke China saat ini.
Mertua Simon Jiang tiba di Sydney dari Beijing pada November 2022 setelah berbulan-bulan penundaan karena upaya mendapatkan visa, paspor, dan penerbangan mereka.Â
Keluarga Simon masing-masing terpaksa untuk mengeluarkan uang sebesar 12.000 dollar Australia atau sekitar Rp. 129,1 juta (asumsi kurs Rp. 10.700 per dollar Australia) untuk harga tiket pesawat penerbangan ekonomi, tiket sekali jalan yang dijadwal ulang beberapa kali.
"Sebelum Covid-19, harga tiket hanya sekitar 5000 dollar hingga 6000 untuk pulang pergi, saya bahkan mendengar tiket yang lebih mahal dibeli oleh beberapa teman lain sekitar setahun yang lalu yang saat itu naik menjadi 30 atau 40 ribu dollar per tiket," katanya.
Tiga Tahun Tak Berkumpul Rayakan Imlek, Warga China di Australia Ungkap Kerinduan pada Keluarga
Seorang warga China di Australia, yakni Samuel Xue mengungkapkan tidak bertemu keluarganya di Guangzhou selama lebih dari tiga tahun karena pembatasan Covid-19 pada perjalanan internasional.
"Bahkan dengan teknologi seperti FaceTime, tidak ada pengganti untuk berpelukan dan melakukan aktivitas bersama", katanya.
Adapun Jenny Jia, yang tinggal di Kellyville, merencanakan perjalanan pertamanya kembali ke China setelah tiga tahun melewati ulang tahun kedua putranya dengan keluarganya.
"Selama Covid-19 saya melahirkan seorang anak laki-laki dan orang tua saya belum pernah bertemu dengannya, jadi sangat berarti bagi kami untuk kembali mengunjungi rumah dan juga nenek saya hampir berusia 90 tahun, jadi ini mungkin kesempatan terakhir yang bisa kita lihat," kata Jenny Jia.
"Ibuku terinfeksi Covid-19 sekarang, tetapi ayahku aman dan sebagian besar keluarga telah mengidapnya sekarang, kami berusaha melindungi nenek sebaik mungkin," bebernya.
Advertisement
Jelang Tahun Baru Imlek, Warga China Dihantui Risiko Covid-19 Selama Pulkam
China telah memasuki musim pulang kampung, dua pekan sebelum libur Tahun Baru Imlek 2023.Â
Mirip dengan perayaan Natal, masyarakat China secara tradisional melakukan perjalanan ke kampung halaman mereka untuk merayakan Tahun Baru Imlek bersama keluarga.
Tetapi tahun ini, setelah China secara efektif mencabut kebijakan nol-Covid-19 di tengah lonjakan kasus, ada kekhawatiran yang meluas terkait perjalanan yang dapat memicu penularan Virus Corona, terutama di daerah pedesaan di mana fasilitas medis dan kesehatannya lebih sedikit.
Seorang warga China bernama Dora Wang bahwa ia telah menanti untuk berkumpul dengan keluarganya selama libur Tahun Baru Imlek.
Tetapi meskipun pembatasan perjalanan baru-baru ini dicabut, dia memutuskan untuk tidak melakukan perjalanan dari Beijing ke kota asalnya, Dalian.
"Saya sangat khawatir karena di stasiun akan penuh sesak," ungkap Dora Wang, dikutip dari The Guardian, Jumat (6/1/2023).
"Meskipun orang tua saya sudah sembuh dari Covid, sekarang variannya banyak sekali di luar sana, saya khawatir saya akan tertular," bebernya, yang sedang hamil lima bulan. Karena tidak divaksinasi, Wang khawatir akan tertular Covid-19 selama perjalanan jauh.
Selain Wang, kekhawatiraan juga dirasakan oleh warga China lainnya.
"Tahun baru (Imlek) akan datang dan… banyak yang melakukan perjalanan untuk pulag kampung, tetapi kami bersiap untuk lebih banyak risiko. Banyak yang sakit demam. Rumah sakit dan apotek kewalahan. Para ahli mengatakan semua orang bisa pulang untuk tahun baru, tetapi bagaimana kita tidak bersiap menghadapi wabah besar lainnya?" demikian unggahan seorang warganet China dalam artikel The Guardian.
Sebagian Memilih Ambil Risiko Demi Pulkam
Namun bagi sebagian orang lainnya, kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga setelah hampir tiga tahun tak bertemu sepadan dengan risikonya.
"Saya tidak terlalu khawatir dengan risiko tertular Covid-19. Saya rasa ini hanya masalah waktu saja," ungkap Mei, seorang pekerja di Beijing.Â
Mei mengungkapkan, dia telah memesan penerbangan kembali ke Taipei untuk pertengahan Januari 2023.
Mei bahkan sedang merencanakan perjalanan ke luar negeri dengan pasangannya, tetapi mereka berjuang dengan pilihan mereka karena banyak negara telah memberlakukan pembatasan atau persyaratan bagi wisatawan yang datang dari China.
"Kita harus menunggu dan melihat ke mana kita bisa pergi," ceritanya.
Selain itu, dilaporkan juga sejumlah warga Chin telah beralih ke internet untuk mencari tahu cara-cara menghindari infeksi Covid-19. Beberapa ahli menyarankan untuk pulkam dengan mengemudi daripada menggunakan transportasi umum.
Beredar juga sebuahpostingan berisi daftar panjang mengenai hal-hal "yang harus dilakukan" sebelum bepergian, termasuk vaksinasi, dan bepergian hanya setelah tes PCR negatif.
Advertisement