Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) Mathias Cormann mengatakan bahwa dibukanya kembali kegiatan ekonomi China akan berdampak sangat positif dalam perjuangan global untuk mengatasi lonjakan inflasi.
"Kami sangat menyambut pelonggaran pembatasan terkait Covid-19 di China," kata Cormann, dikutip dari CNBC International, Selasa (17/1/2023).
Baca Juga
Dia mengakui, akan ada tantangan dalam jangka pendek untuk pemulihan ekonomi China. "Kami melihat tingkat infeksi yang meningkat yang kemungkinan memiliki beberapa dampak jangka pendek," jelasmya kepada Joumanna Bercetche dari CNBC di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss pada Senin (16/1).
Advertisement
"Tetapi dalam jangka menengah hingga panjang, ini adalah hal yang sangat positif dalam memastikan bahwa rantai pasokan berfungsi lebih efisien dan lebih efektif, memastikan bahwa permintaan di China dan memang perdagangan secara lebih umum berlanjut dalam pola yang lebih positif," paparnya.
Seperti diketahui, China telah mengakhiri sebagian besar kebijakan Covid-19 yang ketat pada awal Desember 2022. Namun ketika langkah tersebut dilakukan, negara itu masih menghadapi lonjakan kasus Virus Corona.
Beijing melaporkan pada Sabtu (14/1) bahwa hampir 60.000 pasien Covid-19 telah meninggal dunia di rumah sakit sejak China mencabut pembatasan yang ketat bulan lalu, peningkatan tajam dari angka sebelumnya.
Pembukaan kembali China, di samping serangkaian kejutan data yqng positif, telah dikutip oleh sejumlah ekonom dalam beberapa pekan terakhir sebagai salah satu faktor untuk meningkatkan perkiraan ekonomi global yang sebelumnya suram.
"Salah satu pendorong inflasi adalah guncangan pasokan yang terkait dengan pasokan global yang tidak mampu memenuhi permintaan global..secepat yang diperlukan," beber Cormann.
"Jadi, China kembali ke pasar global dengan sungguh-sungguh dan rantai pasokan berfungsi lebih efisien akan membantu menurunkan inflasi. Jelas, ini sangat positif," ujarnya.
Bikin Inflasi, Jokowi Minta Pemda Tak Naikkan Harga Air Minum PDAM
Presiden Joko Widodo atau Jokowi terus meminta kepala daerah mengendalikan angka inflasi. Alasannya, kenaikan angka inflasi yang terlalu tinggi bisa melemahkan pertumbuhan ekonomi.Â
Jokowi melihat, salah satu penyebab kenaikan angka inflasi adalah tarif air minum di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Oleh sebab itu, ia meminta kepada kepala daerah ntuk menahan kenaikan tarif air minum PDAM.
"Tarif PDAM hati-hati. Tarif PDAM ini juga bisa menjadikan inflasi naik," kata Jokowi di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Selasa (17/1/2023).
Mantan Gubernur DKI Jakarta mengingatkan, pemerintah daerah harus bisa menjaga kenaikan harga yang diatur pemerintah. Selain PDAM, kenaikan tarif angkutan juga perlu menjadi perhatian.
Dia meminta sebisa mungkin Pemda menahan kenaikan tarif air minum yang dijual ke masyarakat. Namun jika tidak mempertahan kan tarif, maka kenaikannya harus seminimal mungkin.
"Jadi dihitung betul. Kalau masih kuat, ditahan. Kalau enggak kuat, naik enggak apa-apa asal sekecil mungkin," kata dia.
Dia memerintahkan kenaikan tarif air minum tidak boleh 100 persen dari harga sebelumnya. Sebab dia telah menerima data, beberapa Pemda telah menaikkan tarifnya di atas 100 persen.
" Jangan sampai PDAM naik 100 persen, data yang masuk ke saya ini ada (kenaikkannya tinggi)," kata Jokowi.
Sebagai informasi, penetapan tarif air minum memang menjadi kewenangan setiap kepala daerah. Ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum mengatur penerapan tarif yang ditetapkan oleh masing-masing Kepala Daerah berdasarkan usulan direksi, dan setelah disetujui dewan pengawas.
Advertisement
Jokowi Minta Jajaran Menteri Urus Persoalan Inflasi Bersama, agar Dibawah 5 Persen
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta jajaran menterinya untuk bersama-sama menekan angka inflasi, seperti saat menangani pandemi Covid-19. Jokowi ingin inflasi di Indonesia berada dibawah 5 persen pada 2023.
"Yang berkaitan dengan inflasi sekali lagi saya minta secara rutin pada saat sama pada saat kita mengererjakan urusan Covid semua bisa bekerja bareng-bareng, bekerja bersama," kata Jokowi saat memberikan arahan dalam Rapat Terbatas tentang APBN di Istana Negara Jakarta, Senin (16/1/2023).
"Saya minta juga urusan inflasi kita keroyok bareng bareng supaya inflasi ini bisa ditekan di bawah lima (persen)," sambungnya.
Menurut dia, harga kebutuhan pokok saat ini stabil sehingga ada peluang untuk menekan angka inflasi. Hal ini dikatakan Jokowi setelah beberapa kali mengunjungi pasar.
"Saya yakin setelah saya keluar masuk pasar, saya lihat stabilitas harga saya lihat peluang itu sangat mudah jika dikerjakan bersama, sama seperti kita menyelesaikan Pandemi Covid-19 di negara kita," jelas Jokowi.
Survei BI: Inflasi Minggu II Januari 2023 di Angka 0,41 Persen
Survei Pemantauan Harga yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) pada Minggu II Januari 2023 menunjutkan bahwa perkembangan harga sampai dengan minggu kedua Januari 2023 diperkirakan terjadi inflasi sebesar 0,41 persen (mtm).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menjelaskan, komoditas utama penyumbang inflasi Januari 2023 sampai dengan minggu kedua yaitu cabai rawit sebesar 0,07 persen (mtm).
Setelah itu disusul cabai merah 0,06 persen (mtm), bawang merah 0,05Â persen (mtm), beras 0,04Â persen (mtm), rokok kretek dengan filter 0,03Â persen (mtm), emas perhiasan 0,02 persen (mtm).
Untuk komoditas bawang putih, kangkung, tahu mentah, daging ayam ras, bayam, nasi dengan lauk, rokok kretek dan tarif air minum PAM masing-masing jugamengalami inflasi sebesar 0,01Â persen (mtm).
Sementara itu, sejumlah komoditas yang menyumbang deflasi pada periode ini yaitu bensin -0,06Â persen (mtm), telur ayam ras, angkutan udara masing-masing sebesar -0,03Â persen (mtm) dan tomat -0,01Â persen (mtm).
Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.
Advertisement