Liputan6.com, Jakarta Bank Dunia meramalkan pertumbuhan ekonomi China bakal terdongkrak tahun ini ke level 4,3 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dari proyeksi pertumbuhan ekonomi China tahun 2022 yang hanya 2,7 persen.
Perbaikan ekonomi terjadi karena kebijakan ini tidak terlepas dari berakhirnya kebijakan zero covid-19 yang dikeluarkan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Sehingga berbagai aktivitas ekonomi akan kembali pulih walau masih bertahap.
Baca Juga
"Ketika pembatasan mobilitas mereda, pertumbuhan ekonomi di China diperkirakan akan menguat dari 2,7 persen pada 2022 menjadi 4,3 persen tahun ini," dikutip dari Laporan Proyeksi Ekonomi Global Edisi Januari 2023, Jakarta, Rabu (11/1).
Advertisement
Bank Dunia menilai pertumbuhan ekonomi di China tahun ini terbilang masih rendah. Potensi pertumbuhannya belum bisa mencapai kondisi pra pandemi.
Meski begitu, membaiknya ekonomi di China memberikan dampak positif pada pertumbuhan di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Tahun 2023 diperkirakan kawasan ini mampu tumbuh 4,3 persen (yoy). Artinya, kondisi akan lebih baik dari kondisi tahun 2022 yang diperkirakan hanya akan tumbuh 3,2 persen (yoy).
"Pertumbuhan di kawasan EAP (Asia Timur dan Pasifik) diproyeksikan menguat menjadi 4,3 persen pada tahun 2023," tulis Bank Dunia.
Masalah Berlarut
Hanya saja, proyeksi ini di bawah proyeksi yang dibuat Bank Dunia pada Juni 2022. Kala itu pertumbuhan regional diperkirakan akan melampaui 5 persen pada 2023-2024.
Revisi ke bawah ini mencerminkan gangguan terkait pandemi dan pelemahan yang berlarut-larut di sektor real estat di China. Termasuk pertumbuhan ekspor barang yang lebih lemah dari perkiraan di seluruh wilayah.
Dalam menghadapi pengetatan moneter yang sedang berlangsung, aktivitas yang moderat, berkurangnya gangguan rantai pasokan, dan harga yang lebih rendah untuk banyak komoditas. Sementara dari sisi nflasi diperkirakan akan sedikit mereda setelah mencapai puncaknya pada tahun 2022.
Sebagian besar bank sentral di kawasan ini telah menaikkan suku bunga acuan, tetapi pengetatan keuangan secara umum tidak begitu terasa di kawasan ini dibandingkan dengan negara pasar dan berkembang lainnya. Sebab tekanan harga yang relatif lebih rendah.
Advertisement
Alasan Bank Dunia Pangkas Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Jadi 1,7 Persen
Bank Dunia melaporkan pertumbuhan ekonomi global akan melambat tajam menjadi 1,7 persen pada 2023. Ini akan menjadi laju ekspansi terlemah ketiga dalam hampir tiga dekade dan 1,3 poin persentase lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Pelemahan ini terjadi karena pengetatan kebijakan moneter untuk mengatasi inflasi dan perang Rusia di Ukraina meredam prospek.
Dengan Amerika Serikat, kawasan Euro, dan China semuanya mengalami pelemahan, lembaga yang berbasis di Washington itu juga mengatakan guncangan negatif lebih lanjut, termasuk inflasi yang lebih tinggi, kenaikan suku bunga yang tiba-tiba untuk menahannya, dan kebangkitan kembali pandemi COVID-19, bisa mendorong ekonomi global ke dalam resesi.
"Pertumbuhan global telah melambat sejauh ekonomi global hampir jatuh ke dalam resesi - yang didefinisikan sebagai kontraksi dalam pendapatan per kapita global tahunan - hanya tiga tahun setelah keluar dari resesi yang disebabkan pandemi pada 2020," kata laporan setengah tahunan Prospek Ekonomi Global Bank Dunia seperti dikutip dari Antara, Rabu (11/1/2023).
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan pulih menjadi 2,7 persen pada 2024, turun 0,3 poin dari proyeksi Juni.
Penurunan tajam dalam pertumbuhan kemungkinan akan meluas, dengan proyeksi pertumbuhan diturunkan untuk hampir semua negara maju dan sekitar dua pertiga dari emerging markets dan ekonomi berkembang pada 2023, dan sekitar setengah dari semua negara pada 2024.
Ekonomi AS
Pertumbuhan di Amerika Serikat diperkirakan melambat menjadi 0,5 persen tahun ini, 1,9 poin di bawah proyeksi sebelumnya, karena ekonomi terbesar di dunia itu mengalami pengetatan kebijakan moneter paling cepat dalam lebih dari 40 tahun untuk meredam kenaikan harga makanan dan energi, kata Bank Dunia.
Dengan inflasi yang diperkirakan akan moderat tahun ini karena pasar tenaga kerja melemah dan tekanan upah menurun, ekonomi AS kemungkinan akan tumbuh 1,6 persen tahun depan, direvisi turun sebesar 0,4 poin.
Di China, aktivitas ekonomi memburuk pada 2022, dengan konsumsi dibatasi oleh pembatasan di bawah kebijakan "nol-COVID" dan kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pertumbuhan diperkirakan akan meningkat menjadi 4,3 persen tahun ini karena pencabutan pembatasan pandemi melepaskan pengeluaran yang terpendam, turun 0,9 poin dari perkiraan Juni.
Untuk Jepang, pertumbuhan diantisipasi melambat menjadi 1,0 persen tahun ini, penurunan 0,3 poin dari Juni, setelah pertumbuhan 1,2 persen pada 2022, kata Bank Dunia, mencatat bahwa laju lamban akan terlihat "bersamaan dengan perlambatan ekonomi maju lainnya."
Negara Asia yang miskin sumber daya itu menghadapi tantangan karena harga energi yang tinggi mengikis daya beli rumah tangga dan mengurangi konsumsi, tambahnya. Produk domestik bruto riil Jepang diperkirakan akan tumbuh 0,7 persen pada 2024, 0,1 poin lebih tinggi dari yang diperkirakan pada Juni.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement