Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus memperbanyak perguruan tinggi negeri Islam atau PTN Islam di berbagai wilayah Indonesia. Untuk proyek tersebut, pemerintah turut mengumpulkan bantuan dana dalam bentuk utang dari Arab Saudi, sekitar Rp 10 triliun.
Pinjaman kurang lebih Rp 10 triliun ini melalui dua lembaga yaitu Islamic Development Bank (IsDB) dan Saudi Fund Development.
Baca Juga
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pinjaman dari Islamic Development Bank (IsDB) sudah terealisasikan banyak perguruan tinggi keagamaan saat ini.
Advertisement
"Total pinjaman kita dari Islamic Development Bank untuk membangun kampus-kampus di Indonesia sebesar Rp 7,3 triliun, untuk pinjaman yang sekarang masih aktif Rp 2,75 triliun. Itu artinya yang tidak aktif sudah kita bayar kembali," jelas Sri Mulyani dalam groundbreaking pembangunan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Fase II, Minggu (22/1/2023).
Berbekal utang tersebut, pemerintah telah sukses membangun UIN Alauddin Makassar, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, UIN Raden Fatah Palembang, UIN Wali Songo Semarang, UIN Mataram, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Lalu juga IAIN Raden Intan Lampung, IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, IAIN Antasari Banjarmasin, IAIN Imam Bonjol Padang, dan IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
"Itu kita bangun semuanya dengan uang negara. Memang dipinjamin dulu, tapi kita bayar pakai uang negara," tegas Sri Mulyani.
Selain dari IsDB, Sri Mulyani melanjutkan, Pemerintah RI juga turut mendapat bantuan utang Arab Saudi melalui Saudi Fund Development (SFD). Salah satunya untuk pembangunan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Kampus 3.
"Kita juga melakukan pembiayaan melalui Saudi Fund Development untuk berbagai perguruan tinggi di Indonesia, nilainya Rp 2,7 triliun," imbuh sang Bendahara Negara tersebut.
Kendati begitu, ia mengklaim pembiayaan lewat APBN masih lebih besar. Itu digelontorkan melalui surat berharga syariah negara proyek (project based sukuk). Uang itu disalurkan untuk membangun 199 proyek PTN Islam di Indonesia sejak 2015-2023.
Meskipun, secara angka bila dikalkulasi masih lebih besar total utang IsDB dan SFD daripada APBN. "Nilainya Rp 9,6 triliun. Jadi lebih besar dari Islamic Development Bank maupun Saudi Fund for Development," ujar Sri Mulyani.
Utang Pemerintah Sentuh Rp 7.733 Triliun per Desember 2022
Sebelumnya, Kementerian Keuangan melaporkan total utang Indonesia sampai Desember 2022 sebesar Rp7.733,99 triliun. Sehingga rasio utang pemerintah tersebut mencapai 39,57 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Sampai dengan akhir Desember 2022, posisi utang Pemerintah berada di angka Rp7.733,99 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 39,57 persen," dikutip dari Buku APBN KiTa Edisi Januari 2023, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Rasio utang pemerintah pada Desember mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan posisi utang pada November 2022. Namun jika dibandingkan dengan Desember 2021 mengalami penurunan dari 40,47 persen (yoy) terhadap PDB.
Fluktuasi posisi utang pemerintah dipengaruhi adanya transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan SBN, penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar. Meskipun demikian peningkatan tersebut masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal.
"Rasio utang terhadap PDB dalam batass aman, wajar serta terkendali," tulis laporan yang sama.
Berdasarkan jenisnya, utang Pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,53 persen atau Rp6.846,89 triliun dari seluruh komposisi utang akhir Desember 2022. Terdiri dari SBN Domestik sebesar R5.452,36 triliun dan dalam bentuk valuta asing sebesar Rp1.394,53 triliun.
Sementara itu sisanya yakni 11,47 persen atau R887,10 triliun dalam bentuk pinjaman. Terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Rp867,43 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp19,67 triliun.
Â
Advertisement
Mata Uang
Di sisi lain, berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (Rupiah), yaitu 70,75 persen.
Strategi menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri.
Sehingga strategi ini membuat porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat makin terjaga.
"Langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri," katanya.
Sementara itu, kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh Perbankan dan diikuti Bank Indonesia. Sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57 persen.
Di akhir 2021 kepemilikan SBN oleh investor asing tercatat 19,05 persen. Kemudian menurun rasionya menurun menjadi hanya 14,36 persen per akhir Desember 2022.
Kepemilikan SBN
Pemerintah menilai hal ini menunjukkan konsistensi negara dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup.
Meski demikian, pemerintah akan terus mewaspadal berbagai risiko yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing seperti pengetatan likuiditas global dan dinamika kebijakan moneter negara maju.
"Pemerintah berkomitmen untuk terus mengelola utang dengan hati-hati untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang," katanya.
Pemerintah akan selalu mengacu kepada peraturan perundangan dalam kerangka pelaksanaan APBN, yang direncanakan bersama DPR, disetujui dan dimonitor oleh DPR, serta diperiksa dan diaudit oleh BPK.
Advertisement