Liputan6.com, Jakarta - Asisten Deputi Pengelolaan Perikanan Tangkap, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Ikram Malan Sangadji, menjelaskan mengenai program Lumbung Ikan Nasional (LIN).
Dia tak menampik, program tersebut memang belum berjalan seutuhnya, karena sistem pengolahan perikanan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 715, WPP 716 dan WPP 718 belum dioptimalkan.
"Maluku sebagai lumbung ikan nasional yang berbasis industri perikanan di WPP 715, 716, 718 tidak jalan juga karena pemerintah tidak memperkuat basis WPP," kata Ikram saat ditemui di Jakarta Selatan, Selasa (21/2/2023).
Advertisement
Ikram menjelaskan, sangat penting untuk mengoptimalkan sistem pengolahan yang berbasis WPP, apabila hasil tangkapan ikan dalam program Lumbung Ikan Nasional itu dikelola oleh pelaku industri di wilayah Maluku. Maka proses hilirisasi dapat berjalan.
Ambon New Port
Di sisi lain, dalam mendukung program Lumbung Ikan Nasional, dibutuhkan sarana dan prasarana yang mumpuni. Namun, dalam hal pembangunan pelabuhan Ambon New Port guna mendukung Lumbung Ikan Nasional hingga kini belum berjalan.
Adapun dalam proses pembangunan pelabuhan Ambon New Port terdapat kendala, yaitu di lokasi pelabuhan tersebut ditemukan patahan yang berpotensi terjadinya gempa. Artinya, yang berkaitan dengan hal itu tidak dapat dihindari.
Lebih parahnya, Ikram membeberkan alasan molornya program Lumbung Ikan Nasional yaitu belum ada realisasi investasi yang masuk. Padahal sebelumnya sejumlah investor telah menyampaikan minatnya, tapi tidak kunjung ditindaklanjuti.
"Saya kira sudah jalan, lumbung ikan nasional udah jalan, tapi skalanya tidak segede yang kita bayangkan, ada pelabuhan bertaraf internasional, terintegrasi dengan fish market itu belum bisa kita jalankan," ujar Ikram.
Jadi Tulang Pungggung Ekonomi, Hilirisasi Sektor Kelautan dan Perikanan Wajib Hukumnya
Ketua Umum Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO), Riza Damanik, mengatakan sektor kelautan dan perikanan masih akan menjadi salah satu sektor unggulan atau backbone pemerintah dalam mendorong peningkatan perekonomian nasional hingga 2029.
"Ekonomi perikanan kita hari ini sampai 2029 masih akan menjadi backbone ekonomi kelautan kita atau ekonomi biru kita, perikanan dan pariwisata masih akan menjadi tulang punggung ekonomi kelautan secara umum," kata Riza Damanik, dalam Diskusi publik terkait “Hilirisasi, Kunci Optimalisasi Potensi Perikanan Nasional?”, Senin (20/2/2023).
Oleh karena itu, kata Riza, sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Pemerintah masih punya waktu untuk mendorong hilirisasi produk perikanan Indonesia. Maka, hal ini perlu didukung oleh dunia usaha, organisasi-organisasi dan koperasi-koperasi nelayan supaya muncul kesinambungan.
"Artinya Pemerintah yang terpilih ke depan itu masih akan mengandalkan sektor perikanan ini sebagai backbone ekonomi kelautan. Dalam konteks itulah kita berkepentingan 'belum terlambat' untuk saling kuatkan ini," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menilai hilirisasi produk di sektor perikanan Indonesia memang masih lemah dibandingkan negara lain. Kendati demikian, Indonesia bisa mencontoh negara-negara yang sudah melakukan hilirisasi produk perikanan, seperti Amerika Serikat, China, Vietnam, Thailand.
Menurutnya, negara-negara tersebut paham betul bahwa hilirisasi di sektor perikanan sangat berpotensi besar terhadap perekonomian.
"Negara-negara yang saya sebutkan tadi ketika saat mereka mendorong hilirisasi, maka potensi perekonomian perikanannya mengalami lompatan-lompatan yang signifikan dari 50 persen, bahkan 500 persen dari komoditi perikanannya, evaluasi peningkatan nilainya," ujarnya.
Advertisement
Kesejahteraan Nelayan
Ke depannya, dia berharap Pemerintah juga bisa lebih memperhatikan kesejahteraan nelayan. Pasalnya, di China Pemerintahnya memberikan asuransi terhadap nelayan dan kapalnya, alhasil itu mendorong China menjadi eksportir ikan terbesar di dunia saat ini.
"Kita sudah punya instrumen perlindungan nelayan melalui UU Perlindungan Nelayan, budidaya ikan dan petambak garam. Saya kira ini perlu dikawal, dipastikan agar itu berjalan dengan baik. China itu memberikan asuransi nelayan dan kapalnya, dan mereka menjadi eksportir ikan terbesar di dunia hari ini, produksinya juga sangat besar sekali. Tapi mereka tentu tidak meninggalkan nelayannya," pungkasnya.