Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa ekonomi kuartal I–2023 tumbuh 5,03 persen (yoy) jika dibandingkan dengan kuartal IV–2022 yang tumbuh 5,01 persen (yoy). Namun jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 0,92 persen.
“Perekonomian kita dibandingkan kuartal IV-2022 atau secara qtq mengalami kontraksi 0,92 persen tapi kalau dibandingkan dengan kuartal I-2023 secara tahunan perekonomian kita tumbuh 5,03 persen,” kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik, BPS, Moh. Edy Mahmud di Gedung BPS, Jakarta Pusat, Jumat (5/5/2023).
Baca Juga
Edy menjelaskan secara historis, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I dalam beberapa tahun terakhir secara kuartalan mengalami kontraksi. Tahun ini terjadi kontraksi 0,92 persen dibandingkan kuartal IV tahun 2022.
Advertisement
Kemudian di kuartal I-2022 juga mengalami kontraksi 0,96 persen dibandingkan kuartal IV-2021. Lalu kuartal I-2021 juga mengalami kontraksi 0,93 persen terhadap kuartal IV-2020 dan kuartal I-2020 juga mengalami kontraksi 2,41 persen dibandingkan kuartal IV-2019.
“Memang secara qtq (kuartal ke kuartal) di kuartal I dan kuartal IV tahun sebelumnya polanya memang demikian, selalu kontraksi,” kata Edy.
Meski demikian, secara tahunan pertumbuhan di kuartal I-2023 mengalami peningkatan sejak tahun 2022. Tahun lalu ekonomi kuartal I tercatat tumbuh 5,02 persen dan tahun ini tumbuh 5,03 persen.
“Hal ini menandakan ekonomi Indonesia masih stabil , mulai dari kuartal IV 2021 sampai dengan kuartal I-2023 ekonomi kita sudah tumbuh di level 5 persen ke atas,” kata dia.
Sebagai informasi, ekonomi Indonesia bila dihitung berdasarkan PDB pada kuartal I-2023 atas dasar harga berlaku sebesar Rp5.7071,7 triliun. Sedangkan bila berdasarkan harga konstan Rp2.961,2 triliun.
Bank Dunia Ramal Ekonomi Indonesia Tumbuh Lebih Stabil di 2023
Bank Dunia memperkirakan negara-negara di Asia Timur dan Pasifik (EAP) bakal tumbuh cukup baik di 2023 ini, termasuk Indonesia. Sebabnya adalah pembukaan kembali aktivitas ekonomi di China.
Mengacu rilis Bank Dunia, diperkirakan beberapa negara lain yang ada di kawasan ini akan mengalami pelambatan setelah menguat di tahun 2022 lalu.
Bank Dunia menulis, kinerja ekonomi di seluruh kawasan, meski kuat, dapat tertahan tahun ini oleh perlambatan pertumbuhan global, kenaikan harga komoditas, dan pengetatan keuangan sebagai tanggapan terhadap inflasi yang terus-menerus, menurut World Bank’s East Asia and Pacific April 2023 Economic Update.
“Sebagian besar negara utama di Asia Timur dan Pasifik telah melewati masa sulit selama pandemi tetapi kini mereka perlu menavigasi lanskap dunia yang berubah,” ujar Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Manuela V. Ferro, mengutip rilis resmi Bank Dunia, Jumat (31/3/2023).
“Guna mendapatkan kembali momentum, masih ada upaya-upaya yang perlu ditempuh untuk mendorong inovasi dan produktivitas, serta membangun landasan untuk pemulihan yang lebih hijau," sambungnya.
Di antara negara-negara yang lebih besar di kawasan ini, kebanyakan, termasuk Indonesia, Filipina, dan Vietnam, diprediksi akan memiliki laju pertumbuhan lebih moderat pada tahun 2023 dibandingkan tahun 2022. Sebagian besar Negara Kepulauan Pasifik diperkirakan tumbuh lebih cepat pada tahun 2023, tetapi laju perekonomian Fiji yang sangat cepat pada tahun 2022 kemungkinan akan berkurang.
Laju pertumbuhan di negara berkembang Asia Timur dan Pasifik diperkirakan akan meningkat menjadi 5,1 persen pada tahun 2023 dari 3,5 persen pada tahun 2022, karena pembukaan kembali Tiongkok membantu perekonomian untuk pulih ke 5,1 persen dari 3 persen tahun lalu.
Pertumbuhan ekonomi kawasan EAP kecuali Tiongkok diperkirakan akan melambat menjadi 4,9 persen dari pemulihan kuat pascaCOVID-19 sebesar 5,8 persen pada tahun 2022, karena inflasi dan peningkatan utang rumah tangga di beberapa negara membebani konsumsi.
Advertisement
Penurunan Kemiskinan
Sebagian besar negara di kawasan EAP telah mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dan lebih stabil dibandingkan negara-negara di kawasan lain selama dua dekade terakhir. Hasilnya, terjadi penurunan kemiskinan yang signifikan dan, dalam dekade terakhir, penurunan ketimpangan.
Namun, pergerakan untuk mengejar tingkat pendapatan per kapita negara-negara maju telah terhenti dalam beberapa tahun terakhir karena pertumbuhan produktivitas dan laju reformasi struktural telah melambat. Mengatasi “kesenjangan reformasi” yang signifikan, terutama di sektor jasa, dapat memperbesar dampak revolusi digital dan mendorong produktivitas di berbagai sektor mulai dari ritel dan keuangan hingga pendidikan dan kesehatan.
Perekonomian kawasan juga harus mengatasi tiga tantangan penting seiring dengan upaya para pembuat kebijakan untuk mempertahankan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi pasca COVID-19. Ketegangan yang meningkat antar mitra dagang utama akan memengaruhi arus perdagangan, investasi, dan teknologi di seluruh kawasan.