Liputan6.com, Jakarta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meminta pemerintah untuk membatasi transaksi menggunakan uang tunai. Menyusul, maraknya penggunaan uang tunai sebagai salah satu modus tindak pidana korupsi.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat PPATK Natsir Kongah menyebut data yang dikantonginya menunjukkan tren korupsi dan penyuapan terus mengalami kenaikan signifikan.
Baca Juga
Hingga Mei 2012 hasil analisis yang disampaikan oleh PPATK kepada penyidik sebanyak 877 kasus korupsi dan 75 kasus penyuapan yang modusnya antara lain menggunakan uang tunai dalam bentuk rupiah, uang tunai dalam bentuk mata uang asing dan cek perjalanan.
Advertisement
"Sudah saatnya Pemerintah Indonesia mengatur untuk melakukan pembatasan transaksi tunai ditengah masyarakat. Hal ini dilakukan guna menghindari atau pun menurunkan angka kejahatan penyuapan, korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang kian waktu kian hari terus membengkak," kata dia dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com, Rabu (17/5/2023).
Dia mencatat, tren transaksi tunai semakin meningkat dengan maksud menyulitkan upaya pelacakan asal usul sumber dana. Kemudian, memutus pelacakan aliran dana kepada penerima dana.
Contoh Kasus
Contohnya, kata Natsir, bisa dilihat dari sejumlah kasus yanh terjadi. Misalnya, operasi tangkap tangan (OTT) oknum petugas pajak Tomy Hendratno, Kasi pelayanan dan konsultasi di Kantor Pealayanan Pajak (KPP) Sidoarjo. Tomy tertangkap setelah kedapatan menerima uang senilai Rp 285 juta yang diduga dari James Gunarjo, seorang pengusaha.
Sebelumnya, Dharnawati, Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua yang diciduk petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah mengantarkan duit Rp 1,5 miliar yang dibungkus kardus durian. KPK juga menangkap tangan I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan beserta kardus durian di kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
"Duit itu adalah bentuk ucapan terima kasih PT Alam Jaya karena terpilih sebagai kontraktor Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID), di empat kabupaten Papua, yakni Keerom, Teluk Wondama, Manokwari, dan Mimika, senilai Rp 73 miliar," katanya.
Aturan Peredaran Uang Asing
Sejalan dengan itu, Natsir meminta pemerintah juga ikut membatasi peredaran mata uang asing di Indonesia. Khususnya yang bernilai kuat seperti Dolar Amerika Serikat dan Dolar Singapura.
"Mata uang ini kerap kali dipakai sebagai transaksi korupsi dan penyuapan baik dilingkungan eksekutif, legislatif maupun judikatif," tegasnya.
Natsir memberikan sejumlah catatan. Diantaranya, tren transaksi tunai semakin meningkat yang antara lain dilakukan dengan maksud untuk menyulitkan upaya pentrasiran/pelacakan asal usul sumber dana dan memutus pelacakan aliran dana kepada pihak penerima dana (beneficiary).
Lalu, peningkatan tren ini diduga dilakukan dalam rangka melakukan tindak pidana pencucian uang. Transaksi secara tunai mempersulit PPATK dalam melakukan analisis transaksi keuangan mencurigakan.
"Tidak sejalan dengan tujuan 'less cash society' karena dilakukan dalam jumlah besar (biasanya diatas Rp 500 juta), kurang aman, mempersulit pelacakan transaksi, serta mengarah kepada 'non bank channel'," bebernya.
Advertisement
Dua WNI Ditangkap di Singapura
Dua perempuan yang merupakan warga negara Indonesia (WNI) kedapatan membawa uang tunai setara Rp 394 juta dan ditangkap di Singapura. Keduanya ditangkap usai turun dari kapal feri di Singapore Cruise Center.
Mengutip Straits Times, Rabu (17/5/2023), Otoritas Imigrasi Singapura (ICA) menyebut uang tunai itu dibagi tiga bagian yang dibungkus kantong plastik. Kemudian, seluruhnya ditempatkan dalam 2 koper yang berbeda, ditambah dengan 1 ransel.
Seluruh uang itu ketahuan setelah melalui mesin pindai X-Ray. Petugas kemudian melakukan pemeriksaan isi tas tersebut. Peristiwa yang terjadi pekan lalu ini, baru diungkap ICA pada awal pekan ini melalui unggahan di Facebook.
ICA menyebut, kasus ini telah dialihkan ke pihak kepolisian untuk dilakukan investigasi lebih lanjut.
Aturan Singapura
Diketahui, wisatawan yang masuk ke Singapura harus melaporkan jumlah uang tunai yang dibawanya dengan nilai lebih dari SGD 20.000 atau setara Rp 211 juta. Bentuk lain seperti wesel dan cek juga perlu mendapat persetujuan.
Persyaratan ini berlaku apakah seseorang membawa barang untuk dirinya sendiri atau atas nama orang lain. Ini juga berlaku untuk mereka yang bepergian dengan orang lain.
Jika aturan tersebut tak dituruti, maka akan dikenakan pelanggaran yang menyebabkan ada denda SGD 50.000 dan/atau hukuman penjara selama 3 tahun. Barang-barang yang tidak dilaporkan juga dapat disita, dan setelah dinyatakan bersalah, juga dapat disita.
“Persyaratan pelaporan ini merupakan bagian dari upaya memerangi pencucian uang internasional dan pendanaan terorisme,” kata ICA, dikutip dari Straits Times.
Advertisement