Eropa Resesi, Begini Dampaknya ke Indonesia

Resesi di Eropa terjadi setelah ekonomi kawasan itu mencatat kontraksi sebesar 0,1 persen di kuartal pertama 2023.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 09 Jun 2023, 18:00 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2023, 18:00 WIB
Resesi
Ilustrasi Grafik Resesi Credit: pexels.com/Burka

Liputan6.com, Jakarta Zona euro atau kawasan Eropa telah memasuki resesi teknis pada kuartal pertama 2023. 

Resesi di Eropa terjadi setelah ekonomi, yang terdiri dari 20 negara melaporkan kontraksi sebesar 0,1 persen di kuartal pertama 2023, menurut perkiraan yang direvisi dari kantor statistik kawasan, Eurostat.

Konsumsi rumah tangga di kawasan itu juga turun 0,3 persen pada semester pertama 2023, di mana konsumen telah menghadapi lonjakan biaya pangan dan energi.

Sebelumnya, negara ekonomi terbesar di Eropa, Jerman telah memasuki resesi setelah mencatat kontraksi selama dua kuartal berturut turut. 

Produk Domestik Bruto (PDB) Jerman turun 0,3 persen di kuartal pertama 2023, menurut data dari Kantor Statistik Federal, Destatis. Negara itu sudah mencatat kontraksi di kuartal sebelumnya, sebesar 0,5 persen.

Menurut ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, resesi di Eropa akan berdampak pada kinerja ekspor, karena penurunan kapasitas produksi manufaktur, mendorong permintaan bahan baku dari Indonesia juga menurun.

Selain itu, pada segmen barang jadi seperti pakaian jadi dan alas kaki, hingga furnitur juga bisa anjlok penjualannya.

Bhima memaparkan, pada Mei 2023 HCOB PMI Manufaktur zona Eropa sudah turun ke 44,8 atau berada pada fase kontraksi.

Eropa sendiri memiliki porsi 7,25 persen dari total volume ekspor Indonesia dengan kinerja ekspor menurun 18 persen sepanjang Januari-April 2023.

"Outlooknya akan sangat cloudy untuk pasar eropa. Dari transmisi risiko investasi, trennya turun tajam sejak 2021-2022. Nilai investasi asal Eropa alami koreksi dari 3,45 miliar USD menjadi 2,9 miliar USD pada akhir 2022," papar Bhima dalam pesan singkat kepada Liputan6.com, Jumat (9/6/2023).

"Investor asal Eropa akan berpikir inward looking, lihat situasi didalam negara nya dulu," ujarnya.

Apa yang Harus Diantisipasi Pemerintah?

Kasus Covid-19 di Jerman
Orang-orang terlihat di luar Stasiun Kereta Pusat Berlin di Berlin, ibu kota Jerman, pada 6 Agustus 2020. Kasus COVID-19 di Jerman bertambah 1.045 dalam sehari sehingga total menjadi 213.067, seperti disampaikan Robert Koch Institute (RKI) pada Kamis (6/8). (Xinhua/Shan Yuqi)

Dalam mengantisipasi dampak resesi di zona euro, menurut Bhima, Pemerintah sebaiknya pemerintah melakukan langkah mitigasi, mulai diversifikasi negara tujuan ekspor diluar dari Eropa yang tentunya membutuhkan diplomasi dagang dan intelijen pasar yang optimal. 

Selain itu, perlu juga "meningkatkan kekuatan pasar domestik terutama sebagian produk yang bisa diserap didalam negeri"

"Produsen yang bergantung pada bahan baku dari Eropa juga perlu mencari juga alternatif bahan baku yang lebih stabil, kemudian dari sisi keuangan sebaiknya BI dan OJK perlu mencermati bank atau asuransi yang memiliki keterkaitan pendanaan dari induk usaha di Eropa," jelas Bhima.

Eropa Jatuh Resesi, Ini Sederet Negara yang Paling Terpukul di Kuartal I-2023

Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Freepik/wirestock
Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Freepik/wirestock

Berikut adalah sederet negara Eropa yang terkontraksi di kuartal pertama 2023, mendorong resesi di kawasan :

Jerman

Jerman, yang dikenal sebagai negara ekonomi terbesar di Eropa, telah melihat kontraksi selama dua kuartal berturut turut. Penyusutan ini membuat negara itu memasuki resesi.

Data dari Kantor Statistik Federal, Destatis menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Jerman turun 0,3 persen di kuartal pertama 2023. Negara itu sudah mencatat kontraksi di kuartal sebelumnya, sebesar 0,5 persen.

"Setelah pertumbuhan PDB memasuki wilayah negatif pada akhir tahun 2022, ekonomi Jerman kini mencatat dua kuartal negatif (resesi) berturut-turut," kata Presiden Destatis, Ruth Brand, dikutip dari Deutsche Welle.

Irlandia

Selain Jerman, Irlandia juga mencatat kontraksi ekonomi selama dua kuartal. 

Mengutip Irish Times, perekonomian Irlandia, yang diukur dengan produk domestik bruto (PDB), menyusut 4,6 persen pada kuartal pertama tahun ini.

Penyusutan tersebut didorong oleh kontraksi besar di sektor industri yang didominasi multinasional.

Kantor Pusat Statistik Irlandia (CSO) juga mencatat penurunan PDB negara itu untuk kuartal terakhir tahun lalu menjadi -0,1 persen, turun dari perkiraan awal 0,3 persen.

Revisi berarti ekonomi, yang diukur dengan PDB, kini telah mengalami pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut, memenuhi definisi resesi teknis.

Di sisi lain, CSO mengngatkan bahwa penurunan PDB Irlandia pada akhir tahun lalu adalah marjinal dan masih dapat direvisi naik.

Belanda

Ilustrasi resesi. Foto: Freepik
Ilustrasi resesi. Foto: Freepik

Melansir laman Dutch News, ekonomi Belanda juga mengalami kontraksi sebesar 0,7 persen pada kuartal pertama tahun ini,  dibandingkan dengan tiga bulan terakhir tahun 2022, kata badan statistik nasional CBS.

Ekonomi Belanda sempat tumbuh sebesar 0,4 persen pada kuartal terakhir 2022 lalu.

Menurut Financieele Dagblad, analis memperkirakan pertumbuhan moderat.

Angka tersebut, yang merupakan perkiraan awal, menunjukkan penurunan kuartal-ke-kuartal disebabkan oleh penurunan neraca perdagangan karena penurunan ekspor, dan pengurangan cadangan gas.

Yunani

Perekonomian Yunani juga sedikit menyusut di kuartal pertama tahun 2023 dari tiga bulan sebelumnya, menurut layanan statistik negara itu, (ELSTAT).

Dilansir dari laman Nasdaq, data yang disesuaikan secara musiman menunjukkan produk domestik bruto Yunani turun 0,1 persen pada kuartal pertama 2023 dari pertumbuhan 1,1 persen yang direvisi turun pada kuartal keempat tahun 2022.

Pengeluaran rumah tangga Yunani naik hanya 1,4 persen pada kuartal pertama dibandingkan tiga bulan sebelumnya, dengan investasi turun 1,0 persen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya