Ternyata Ini yang Bikin Banyak Orang Indonesia Terjebak Pinjol Ilegal

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan masih adanya gap yang tinggi antara literasi keuangan dengan inklusi keuangan di Tanah Air.

oleh Septian Deny diperbarui 22 Jun 2023, 12:40 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2023, 12:40 WIB
Ilustrasi pinjaman online atau pinjol. Unsplash/Benjamin Dada
Ilustrasi pinjaman online atau pinjol. Unsplash/Benjamin Dada

Liputan6.com, Jakarta Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan masih adanya gap yang tinggi antara literasi keuangan dengan inklusi keuangan di Tanah Air.

Dalam survei tersebut tingkat literasi keuangan baru mencapai 49,68 persen sedangkan inklusi keuangan sudah mencapai 85,01 persen.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa mengatakan masih ada gap yang cukup besar antara literasi dan inklusi keuangan di Indonesia. Meski begitu hal ini sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah besar.

"Ada gap masih cukup besar, meskipun kalau kita bahas, enggak salah-salah amat," kata Aman dalam Kick Off Generic Model Ekosistem Keuangan Inklusif di Tanah Datar, Sumatera Barat, Rabu (21/6) malam.

Menurutnya saat ini banyak orang yang sudah menggunakan produk-produk di sektor jasa keuangan. Namun mereka belum memahami dengan baik fungsi, kekurangan dan kelebihan dari produk yang dipakai.

"Banyak orang sudah lakukan interaksi atau gunakan sektor jasa keuangan tapi belum belajar, dan itu tidak apa-apa. Kita suruh orang nabung-nabung atau orang dapat bansos tapi tabung dulu itu namanya sudah inklusi," tuturnya.

Meski begitu hal antara literasi dan inklusi keuangan menjadi tantangan tersendiri. Ketidaktahuan terkait produk jasa keuangan beresiko pada penggunaan produk jasa keuangan.

"Jadi artinya dia belum mampu menghitung, ini kalau saya pakai produk ini risikonya apa, benefitnya apa," kata dia.

Akibatnya masyarakat malah terjebak menggunakan produk jasa keuangan.Tak hanya itu, bahkan ada yang malah menggunakan produk jasa keuangan ilegal sepeti pinjalan online ilegal atau pinjol ilegal.

"Itu masih mending, tapi yang paling parah apabila ternyata dia menggunakan produk-produk jasa keuangan yang ilegal," kata dia.

"Sehingga nanti dia pada saat harus memenuhi kewajibannya, dikejar-kejar dengan cara-cara yang tidak etis, menggunakan data-data pribadi dengan cara-cara kasar yang semacam itu," sambungnya.

Untuk itu pemerintah termasuk OJK akan terus meningkatkan literasi keuangan di masyarakat. Agar produk-produk jasa keuangan bisa digunakan secara bijak dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Intinya semakin orang terliterasi maka dia semakin bijak di dalam memilih produk-produk keuangan yang mereka butuhkan," pungkasnya.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

 

OJK Bentuk 492 TPAKD Supaya Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia Melesat

20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Otoritas Jasa Keuangan telah membentuk 492 Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) sampai Maret 2023. Terdiri dari  34 TPAKD di tingkat Provinsi, dan 457 TPAKD di tingkat kabupaten atau kota. 

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa mengatakan, jumlah TPAKD  tingkat kabupaten/kota semakin terakselerasi.  Dari target 514, telah terbentuk 457 TPAKD atau sudah mencapai 88,91 persen.

Enam+02:52VIDEO: Upaya Selamatkan Nilai Mata Uang Lokal di Zimbabwe "Kami akan terus mendorong semakin banyak TPAKD ditarget 514 kabupaten/kota. Implementasi ini, bahkan harus disebarluaskan tidak hanya di level Kabupaten dan Kota namun juga hingga ke Desa," dalam Kick Off Generic  Model Ekosistem Keuangan Inklusif di Tanah Datar, Sumatera Barat, Rabu (21/6) malam. 

Aman mengatakan terbentuknya TPAKD di setiap kabupaten/kota bertujuan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan nasional melalui program literasi dan edukasi keuangan secara tatap muka (luring) dan secara daring (online).  

"Kabupaten dan Kota kami minta lakukan edukasi seluruh lurah di masing-masing wilayah. Kita lakukan edukasi daring di (Wonosobo) kepada 8.000 desa, setelah itu edukasi secara luring di masing-masing Kabupaten," kata Aman. 

Sebagai informasi, TPAKD merupakan suatu forum koordinasi antar instansi dan stakeholders terkait untuk meningkatkan percepatan akses keuangan di daerah. Hal ini dilakukan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera.

Sehingga, dengan lebih terbukanya akses keuangan bagi masyarakat di daerah diharapkan dapat tercipta pertumbuhan ekonomi yang lebih merata, partisipatif dan inklusif.

Adapun tujuan dibentuknya TPAKD antara lain:

  • Mendorong ketersediaan akses keuangan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dalam rangka mendukung perekonomian daerah.
  • Mencari terobosan dalam rangka membuka akses keuangan yang lebih produktif bagi masyarakat di daerah.
  • Mendorong LJK untuk meningkatkan peran serta dalam pembangunan ekonomi daerah
  • Menggali potensi ekonomi daerah yang dapat dikembangkan dengan menggunakan produk dan layanan jasa keuangan.
  • Mendorong optimalisasi potensi sumber dana di daerah dalam rangka memperluas penyediaan pendanaan produktif antara lain untuk mengembangkan UMKM, usaha rintisan (start up business) dan membiayai pembangunan sektor prioritas.
  • Mendukung program Pemerintah dalam upaya meningkatkan indeks inklusi keuangan di Indonesia. 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 

Tingkat Inklusi Keuangan di Desa Lebih Rendah 4 Persen dari Kota, OJK Genjot Lewat Cara Ini

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada kesenjangan (gap) pada tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan sebesar 4,04 persen
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada kesenjangan (gap) pada tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan sebesar 4,04 persen. Untuk itu diperlukan upaya untuk menggenjot tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada kesenjangan (gap) pada tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan sebesar 4,04 persen. Untuk itu diperlukan upaya untuk menggenjot tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan.

Menurut survei yang dilakukan OJK, tingkat inklusi keuangan di desa tercatat sebesar 82,69 persen, sementara, di perkotaan tercatat sebesae 85,73 persen. Artinya, ada kesenjangan 4,04 persen antara keduanya.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa menerangkan upaya yang dilakukan adalah menggandeng setiap pihak terkait. Mulai dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah, hingga pelaku usaha jasa keuangan (PUJK).

Kolaborasi ini dituangkan dalam program bertajuk Generic Model Ekosistem Keuangan Inklusif dan Desaku Cakap Keuangan. Tujuan keduanya sama, yakni menggenjot tingkat inklusi keuangan bagi masyarakat pedesaan.

"Intinya kita ingin bangun suatu eksositem di pedesaan bagaimana masyarakat desa bisa naik tingkat inklusi dan literasi keuangannya. Ekosistem inklusi keuangan itu tak jauh-jauh dari namanya OJK mau bisnis matching. Di pedesaan ada usaha UMKM, petani dan masyarakat. Intinya pasti membutuhkan kehadiran jasa keuangan," ujarnya dalam Media Gathering di Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Rabu (21/6/2023).

Dia juga melihat, minimnya tingkat kepahaman masyarakat terhadap produk jasa keuangan serta cara penggunaannya membuat banyak yang terjebak pada produk ilegal. Sebut saja, seperti pinjaman online ilegal hingga investasi ilegal.

"Makanya kami harus masuk wilayah desa tingkatkan literasi dan inklusi keuangan," kata dia.

Gandeng Berbagai Pihak

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada kesenjangan (gap) pada tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan sebesar 4,04 persen.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada kesenjangan (gap) pada tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan sebesar 4,04 persen. Untuk itu diperlukan upaya untuk menggenjot tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan.

Aman menerangkan, awal mula upaya ini dilakukan di Kampuang Minang Nagari Sumpu, di Sumpur, Tanah Datar, Sumatera Barat. Upaya ini menggandeng berbagai stakeholder.

Diantaranya, Tim Perceparan Akses Keuangan Daerah, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bank Indonesia, Pemerintah Daerah, hingga Lembaga Jasa Keuangan. Aman optimistis upaya ini bisa menggenjot tingkat inklusi di desa.

"Kita optimis karena semua pihak yang saya sebut tadi, OJK, Pemda, dalam hal ini adalah TPAKD dan industri jasa keuangan punya kepentingan yang sama untuk membuat masyarakat melek keuangan dan kepentingan agar masyarakat dapat akses keuangan," tuturnya.

  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya