Liputan6.com, Jakarta Keharuman atsiri memang masih jadi daya tarik bagi para penikmatnya. Tak heran jika produk olahan atsiri banyak dicari, bahkan sampai ke mancanegara. Bisnis produk olahan atsiri ini juga yang ditekuni oleh salah satu pelaku asal Purwakarta, Fuja Maulana. Pemilik CV Atar Aroma Atsiri di Purwakarta, Jawa Barat ini telah membuktikan usaha keras dan komitmen mengembangkan atsiri sejak tahun 2016, hingga mendapatkan omzet kurang lebihi 3,5-4,5 miliar per tahun.
"Kami memulai pengembangan kebun sereh wangi sejak 2016 dan di 2018 mendirikan CV. Atar Aroma Atsiri, Untuk kebun kami mengembangkan dan mengelola perkebunan sereh wangi seluas 60 ha yang berlokasi di Purwakarta berikut dengan pabrik penyulingannya, dengan hasil produksi minyak sereh wangi (Citronella Oil) sebanyak 1 s.d 1,2 ton perbulan," ujar Fuja.
Advertisement
Baca Juga
Fuja menambahkan, selain dari mengelola kebun dan memproduksi menjadi minyak Atsiri, Kami juga membuat dan melayani pemesanan alat destillasi berbagai kapasitas dari berbagai daerah di Indonesia, hingga saat ini sudah ratusan unit alat destillasi yang kami pasang diberbagai provinsi di Indonesia dari Sabang sampai Merauke dalam melayani pemesanan konsumen baik perorangan maupun perusahaan.
Advertisement
Lebih lanjut Fuja mengatakan, selain minyak sereh wangi kami juga menyuling minyak cengkeh, dan lainnya, yang bahan bakunya kita beli dari pengepul dan petani plasma disekitar lokasi dan daerah lain.
Ia mengungkapkan, produk minyak atsiri seperti minyak sereh (Citronella Oil), minyak cengkeh (Clove Oil) skala besarnya kami jual dan kirim ke eksportir minyak atsiri untuk di ekspor ke luar seperti ke negara eropa, Amerika Serikat, Australia, Singapura, Perancis, Jerman,Inggris, Spanyol, India, Meksiko, Taiwan, Australia, jepang. Kami supply ke eksportir dari tahun 2018 sampai sekarang.
Banyak juga tantangan yang harus dihadapi saat mengembangkan bisnis atsiri. Seperti yang sudah berjalan ini, ia merasa keuntungan yang diperoleh belum maksimal, sehingga perlu didorong dan dimaksimalkan kembali karena harga yang diperoleh dari eksportir adalah harga bulk yang sudah ditentukan.
Selain itu juga karena pasarnya 90% untuk ekspor jadi ketika terjadi krisis ekonomi di luar negara yang menjadi tujuan ekspor akhirnya berdampak juga kepada kami, harga menjadi fluktuatif dan serapan pasarnya belum maksimal. Berangkat dari hal itu maka ia melanjutkan inovasi membuat produk hilir, selain bahan baku yang kami olah sendiri, dari segi profit bagi usaha, dengan membuat dan menjual produk turunan kans atau peluang pendapatan yang kami peroleh itu bisa lebih besar.
"Produk turunan kami menggunakan bahan baku yang diproses sendiri dari kebun yang dikelola sendiri (tracebility-nya bisa terjamin) begitupun dengan jaminan ketersediaan bahan bakunya. Dan tentunya kami juga punya teknologi baru yaitu mesin Ekstraksi SCFE CO2 yang diyakini lebih baik dari proses ekstraksi lainnya.
Kami membuat produk turunan dari minyak sereh wangi seperti sabun batang, sabun cair, body lotion, karbol sereh, hand sanitizer, minyak urut,minyak gosok,dan minyak telon anak " ujar Fuja.
"Kami juga mengolah produk turunan untuk membantu menjaga kesehatan secara herbal, kami membuat obat herbal penurun darah tinggi, inhaller untuk flu dan pernapasan dari bahan baku ekstrak biji pala dan peppermint, serta essential oil aromaterapi kemasan 10 ml sebanyak 60 jenis yang semuanya pure berbahan minyak Atsiri. Produk turunan herbal dari minyak atsiri ini bahan bakunya kami proses dengan alat ekstraksi supercritical (SCFE Co2) sehingga kualitas dan kemurnian sangat tinggi, tidak menggunakan panas dan air, sehingga zat aktif yang ada dibahan baku yang diproses tidak banyak yang hilang karena proses pemanasan, dan berdasarkan pengujian hasilnya lebih efektif ketika dipakai atau dikonsumsi oleh konsumen," jelasnya.
"Prospek atsiri kedepan itu masih sangat bagus, terutama apabila didalam negeri ini, banyak dibangun industri hilirisasi produk dengan sekala besar bukan hanya sebatas skala UMKM, karena Indonesia kayak akan sumber daya alam sebagai sumber bahan baku, dan sekarang sudah banyak juga putra-putri bangsa yang membuat dan meriset teknologi-teknologi pengolahan yang bisa bersaing dengan negara lain. Dengan dorongan dan fasiltasi pemerintah tentunya akan jauh lebih bagus," ujarnya.
Fuja juga menceritakan, "Kami juga melakukan pelatihan baik kepada pekebun maupun orang-orang yang ingin terjun dibidang minyak Atsiri ini. Pelatihan kami lakukan sendiri ditempat kami, tetapi ada juga pelatihan yang kami lakukan kolaborasi dengan Institusi atau perusahaan swasta dan BUMN terkait dengan program CSR pengembangan masyarakat (community development)," ungkapnya.
Fuja mengapresiasi Peran Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan. "Saya berterima kasih kepada Kementerian Pertanian Ditjen Perkebunan karena sejauh ini telah mendorong, membina dan memfasilitasi kami dalam kegiatan promosi dan pengembangan serta kami juga banyak dilibatkan dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Ditjen Perkebunan."
"Atsiri ini adalah tanaman perkebunan yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri, khususnya parfum, aromatherapi, farmasi dan kecantikan dimana secara budidaya dan pascapanen berada dibawah binaan Kementerian Pertanian khususnya di Ditjen Perkebunan. Diharapkan kedepannya Ditjenbun dapat lebih mensupport dan mendorong hulu dari komoditas atsiri ini supaya dapat menghasilkan kualitas dan kuantitas yang lebih bagus dan seragam sebagai pensuplai bahan baku. Dengan mengkoordinasikan Kementerian Perindustrian dalam hal ini Ditjen Industri Agro untuk mendorong penciptaan dan pembangunan pabrik-pabrik hilirisasi berskala pabrik besar untuk lebih menyerap hasil dari yang sudah dilakukan di hulu, serta didukung Kementerian Perdagangan untuk lebih gencar mengelola pemasarannya baik dalam maupun luar negeri, dengan kolaborasi dan koordinasi juga bersama pelaku usaha, peneliti, dan stakeholder lainnya di bidang Atsiri. Dengan kebersamaan ini insyaallah saya yakin kejayaan minyak Atsiri Indonesia bisa tercapai," harap Fuja.
Senada dengan Fuja, Direktur Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) Andi Nur Alam Syah mengatakan bahwa sudah saatnya produk turunan perkebunan semakin berkembang luas. Sesuai arahan Presiden dan Menteri Pertanian, komoditas perkebunan Indonesia harus didorong agar memiliki nilai tambah dan berdaya saing. Dengan begitu, komoditas perkebunan dapat meningkatkan daya tawar pekebun Indonesia, dan produk turunannya bisa bersaing dengan berbagai produk dari mancanegara di pasar Internasional.
"Untuk itu butuh kolaborasi seluruh pihak terkait, agar dapat menghasilkan produk turunan perkebunan yang berkualitas, bermutu baik, berdaya saing dan kuantitas meningkat, kemasan produk semakin menarik, serta semakin diminati dan diterima pasar global," pungkasnya.