Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus bergerak melemah sejak awal agustus 2023. Tercatat di 1 Agustus 2023, rupiah di kisaran 15.115 per dolar AS. Namun pada Rabu kemarin, nilai tukar rupiah sudah menyentuh 15.700 per dolar AS.
Ekonom PT Bahana TCW Investment Management Emil Muhamad menjelaskan, pelemahan rupiah ini tidak sendiri. Sejumlah mata uang Asia menghadapi tekanan yang cukup dalam sejak bulan lalu.
Baca Juga
Baht Thailand dan Ringgit Malaysia bahkan mengalami depresiasi yang cukup dalam sejak awal tahun ini. Ketidakpastian global menjadi salah satu penyebabnya terutama kondisi pasar keuangan Amerika.
Advertisement
Menurut Emil, pelemahan rupiah disebabkan oleh perpaduan faktor global dan domestik. Secara global, indeks dolar DXY menguat sebesar 2,45% sejak awal tahun sehingga menekan hampir semua mata uang di dunia termasuk Indonesia. Tingginya yield obligasi US juga memicu keluarnya dana-dana asing dari pasar obligasi negara berkembang.
‘’Bersamaan dengan kedua faktor global tersebut, secara domestik Indonesia mencatat defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal kedua tahun ini meskipun tidak terlalu besar,’’ terang Emil.
Namun kami meyakini penguatan indeks dolar DXY yang terjadi saat ini sifatnya sementara, kedepan akan melemah kembali sepanjang tidak terjadi eskalasi perang besar, sehingga masih terbuka peluang bagi penguatan rupiah dan mata uang Asia lainnya.
Berdasarkan index ADXY, mata uang Asia selain Jepang telah melemah sebesar 4,43% sejak awal tahun hingga saat ini. Ringgit Malaysia tertekan hingga 6,57%, Baht Thailand terdepresiasi sebesar 6,42%, sedangkan pelemahan Rupiah sekitar 0,88% secara year to date (YTD), meski rupiah sempat tertekan ke level 15.735 per dolar AS pada 10 Oktober 2023.
Upaya Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) bersama dengan pemerintah telah melakukan upaya untuk menjaga stabilitas rupiah.
Kebijakan moneter telah mengambil langkah aktif dengan melakukan intervensi di pasar spot dan Domestc Non Deliverable Forward (DNDF). Berbagai instrumen baru seperti term deposit valuta asing devisa hasil ekspor (TD DHE Valas) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), belum banyak dimanfaatkan oleh investor.
Berbagai upaya stabilisasi rupiah tentu saja berdampak pada turunnya cadangan devisa Indonesia ke kisaran USD 134,9 miliar atau setara 6,1 bulan impor, pada akhir September, dari USD 137,09 miliar pada bulan sebelumnya.
Meski mengalami penurunan, posisi cadangan devisa, Indonesia terbilang cukup aman sebab masih jauh dari standar kecukupan internasional yang ditetapkan sebesar tiga bulan impor.
BI mencatat selama kuartal dua tahun ini, transaksi berjalan defisit sebesar USD 1,9 miliar atau setara dengan 0,5% dari Produk Domestik Bruto(PDB). Setelah, pada kuartal sebelumnya membukukan surplus sebesar USD 3 miliar atau setara 0,9% dari PDB.
‘’Kami memperkirakan rupiah masih memiliki peluang berbalik menguat hingga akhir tahun, seiring dengan penurunan yield obligasi global yang dapat membuat instrumen keuangan dalam negeri kembali menarik minat investor untuk masuk,’’ ungkap Emil.
"Kami mengantisipasi rupiah bergerak pada kisaran Rp 15.200 – 15.800 per dolar, dengan kecenderungan menguat ke batas bawah, tambahnya.
Advertisement
Rupiah Perkasa Hari Ini
Nilai tukar (kurs) rupiah perkasa pada Kamis ini. Rupiah menguat tipis 3 poin atau sebesar 0,02 menjadi 15.697 per dolar AS dari sebelumnya 15.700 per dolar AS.
Analis pasar mata uang Lukman Leong memperkirakan kurs rupiah akan bergerak datar dengan kecenderungan menguat terbatas terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pascarisalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang less hawkish.
"Dolar AS sedikit melemah setelah pada risalah pertemuan FOMC, menunjukkan The Fed cenderung berhati-hati dan mengkhawatirkan dampak suku bunga tinggi pada ekonomi," ujar dia dikutip dari Antara, Kamis (12/10/2023).
Artinya, The Fed hanya melihat tingkat suku bunga acuan AS saat ini sudah cenderung cukup untuk menurunkan inflasi. Karena itu, investor sedang wait and see menantikan data inflasi malam ini yang diperkirakan menurun ke kisaran 3,6 persen pada September 2023 dari bulan sebelumnya 3,7 persen.
"Rupiah hari ini diperkirakan berkisar Rp15.650-Rp15.750 per dolar AS," kata Lukman.
Menurut CME FedWatch Tool, ekspektasi pasar terkait suku bunga bakal bertahan di akhir tahun terlihat meningkat dari 57 persen menjadi 74 persen.
Sebelumnya, Analis Bank Woori Saudara BWS Rully Nova menyampaikan bahwa kemungkinan suku bunga acuan akan bertahan hingga akhir tahun yang dipengaruhi pernyataan dovish dari The Fed.
Dua pejabat The Fed, Raphael Bostic dan Neel Kashkari, menyampaikan bahwa The Fed tidak perlu kembali menaikkan suku bunga.
Mereka berdua memiliki alasan yang berbeda. Bostic khawatir terhadap perang Israel-Hamas Palestina, sedangkan Kashkari menyinggung imbal hasil obligasi AS yang sudah tinggi akan menurunkan inflasi.