Ganjar Pranowo Bidik EBT 30 Persen di 2029, Bisa Tercapai?

Calon Presiden Ganjar Pranowo membidik bauran energi baru terbarukan (EBT) bisa mencapai 25-30 persen di 2029 mendatang.

oleh Arief Rahman H diperbarui 23 Nov 2023, 13:20 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2023, 13:20 WIB
Calon presiden Ganjar Pranowo menghadiri deklarasi dukungan dari Tim Pemenangan Daerah (TPD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Pendopo Agung Ambarukmo Jl. Laksda Adisucipto, Caturtunggal, Kec. Depok, Kab. Sleman, DIY, Kamis (16/11/2023) (Istime
Calon presiden Ganjar Pranowo menghadiri deklarasi dukungan dari Tim Pemenangan Daerah (TPD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Pendopo Agung Ambarukmo Jl. Laksda Adisucipto, Caturtunggal, Kec. Depok, Kab. Sleman, DIY, Kamis (16/11/2023) (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Calon Presiden Ganjar Pranowo membidik bauran energi baru terbarukan (EBT) bisa mencapai 25-30 persen di 2029 mendatang. Namun, target itu disebut cukup sulit untuk dikejar.

Target itu tertuang dalam visi-misi program nomor 6 Capres Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Disana tertuang poin satu; Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai generator pembaharuan yang potensinya sekitar 3.700 GW secara bertahap untuk kebutuhan energi dalam negeri, sehingga porsi EBT di dalam bauran energi menjadi 25-30 persen hingga tahun 2029.

Menanggapi ambisi tersebut, Kepala Engineering Research and Innovation Center (ERIC) Fakultas Teknik UGM Prof Tumiran mengatakan target itu cukup sulit untuk dikejar. Apalagi, saat ini bauran EBT masih sekitar 12 persen. 

"Saya terungat waktu menyusun KEN, Kebijakan Energi Nasional, itu target 2025 itu 23 persen itu bauran EBT kemudian 2050 (menjadi) 31 persen. Jadi untuk mencapai 25-30 persen di 2029 saya kira tingkat kesulitannya akan tinggi. Tapi memang sekarang ini baru 12 persen," tuturnya dalam diskusi Rembyk Ide Transisi Energi Berkelanjutan, di Jakarta, Kamis (23/11/2023).

Bauran EBT

Dia mengatakan, bauran EBT yang masih rendah saat ini bukan pada persoalaan kebijakan yang salah-benar. Tapi, perlu diupayakan untuk mendorong faktor kebutuhan listrik sebagai offtaker dari energi listrik yang dihasilkan, termasuk EBT.

 Dia mencatat, sejak 2012-2023 peetumbuhan demand listrik masih dibawah pertumbuhan ekonomi. Termasuk juga serapan tenaga listrik dari industri-industri di dalam negeri.

"Ini bisa dibuktikan dengan data-data growth sektor industri kita yang konsumsi listrik. Sebenarnya kalau target kita konsumsi bisa capai 2.500 kWh perkapita di 2025, itu mungkin masalah EBT 23 persen bisa tercapai," papar Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) periode 2009-2014 dan 2014-2019 ini.

 

 

Genjot Kebutuhan Listrik

PT PLN (Persero) melalui subholding PLN Nusantara Power (NP) menjalin kolaborasi dengan Powerchina International Group Limited (Powerchina)
PT PLN (Persero) melalui subholding PLN Nusantara Power (NP) menjalin kolaborasi dengan Powerchina International Group Limited (Powerchina) dalam rangka mengakselerasi bauran energi baru terbarukan (EBT) di tanah air, khususnya tenaga angin. (Dok. PLN)

 

Lebih lanjut, Tumiran menegaskan, faktor utama yang harus dikejar bukan mengenai bauran EBT, tapi lebih dulu meningkatkan permintaan listrik. Jika sudah meningkat, alhasil kebutuhan atas produksi listrik semakin diperlukan.

"Jadi problem terbesar sebenarnya bagi para capres ini bukan bagaimana mengakselerasi EBT, bagaimana offtaker energi kita bisa growth. Kemudian industri kita bisa tumbuh," kata dia.

"EBT itu menjadi supporting kuat, menjadi driver ekonomi baru juga," imbuhnya.

Pesan penting lainnya, Tumiran menyoroti soal pertumbuhan EBT yang harus seiring dengan penciptaan ekonomi industri berbasis potensi lokal. Kemudian, berbasis pada kemampuan sumber daya manusia (SDM).

"Tapi sampai sekarang ini kan masih belum, belum digerakkan, basisnya masih basis impor, itu yang saya sedih, yang saya masih kurang setuju, tapi yang perlu kita dalami dari para capres itu bukan target bicaranya, tapi strategi mencapai target itu menjadi lebih penting," tuturnya.

 

 

 

 

Strategi

PLN
PT PLN (Persero) siap memasok listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) dengan total kapasitas 210 megawatt (MW) untuk mendukung seluruh kegiatan operasional Amazon Web Services (AWS) di Indonesia. (Dok PLN)

Setidaknya Tumiran mencatat ada 2 instrumen yang bisa diperhatikan guna berpihak pada pengembangan energi. Pertama, adalah penguatan SDM. Kedua, adalah membangun industri.

"Ini hal-hal yang tidak bisa dihundarkan, karena itu menyangkut investasi pembiayaan," ucapnya.

"Nah investasi pembiayaan harus hati-hati apalagi faktor loan, kalau loan, nanti impor semua, maka yang membayar adalah generasi di bawah kita, jadi memang perlu kebijakan-kebijakan yang disampaikan adalah strategi action mencapai target itu," pungkas Guru Besar Energi UGM ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya